"apa yang sedang kau pikirkan?"
"aku ingin pergi ke suatu tempat tapi tidak tahu harus kemana..."
Laki - laki itu diam. Dia tahu gadis itu masih ingin berbicara.
"...aku ingin pergi ke tempat yang nyaman dimana tempat itu ada banyak.."
"ikutlah ke pulau Jeju bersamaku" potong laki - laki itu tak dapat menahan mulutnya lebih lama lagi. Kenyataan bahwa ia sendiri menyukai niatnya itu membuatnya kesulitan untuk menyembunyikannya.
"..buku yang bisa kubaca.." ia melanjutkan kalimatnya dengan malas bersamaan dengan mendengar suara dari kakaknya.
Kalimat kami keluar secara bersamaan tanpa sengaja. Nada tenang terdengar dari mulutku sementara dia dengan putus asanya. Butuh dua kali kerjapan mata olehnya untuk dia menyadari apa yang baru saja kukatakan. Dia menoleh ke arahku perlahan sementara aku masih menatap layar pc tablet digenggamanku cuek. Tatapannya mulai mengganggu ujung mataku dan kulihat wajahnya yang terkejut itu didepanku. Di detik pertama, kedua ujung bibirnya bergerak ke atas dengan perlahan. Di detik kedua, ujung bibir itu bergerak semakin naik. Dan di detik ketiga, sebuah senyum tersimpul di wajahnya. Wajahnya berbinar - binar seketika. Tanpa anggukan dan tanpa ucapan, hanya dengan sebuah senyuman yang tertarik, aku bisa menyimpulkan.
"...lusa akan ada beberapa pertemuan disana, kau bisa ikut denganku" ucapku kembali menatap gadgetku.
"tapi..mengapa kau tidak memberitahuku sebelumnya?"
"aku sudah memberitahumu.."
"lalu apa tanggapanku saat itu?"
"kau bersikeras untuk pergi sendiri ke suatu tempat"
"oh tidak, itu adalah kesalahan terbesarku"
Aku memanyunkan bibirku sebagai jawaban rasa bersalahnya. Gadis itu menaruh satu tangannya di atas dadanya mengekspresikan kekecewaannya atas sikapnya sendiri. Ya, dia mengabaikanku kemarin lusa ketika aku mengatakan bahwa aku akan pergi ke pulau Jeju untuk urusan pekerjaan. Saat itu aku yakin dia sedang tidak dapat berpikir dengan jelas mengingat dia sedang buntu ide mengenai cerita yang baru saja ditulisnya. Itulah mengapa aku memberitahunya kembali dan yah itu sesuai dengan dugaanku. Dia akan menerima tawaranku dengan senang hati. Gadis itu kembali terdiam. Dia kembali menonton televisi dengan wajah sumringahnya. Aku bertaruh pikirannya sedang tidak di tempat. Lihatlah senyuman yang belum pudar itu. Aku sudah menduganya sebelumnya bahwa ia akan menyukai ide itu. Seketika aku merasa bangga dengan diriku sendiri karena melihatnya seperti itu membuat hatiku lebih tenang. Aku bangkit dari tempatku untuk melanjutkan pekerjaanku di kamarku.
"tidurlah, sudah malam" aku berdiri memegang kepalanya mencoba menghentikan dirinya untuk berpikir berlebihan karena itulah yang biasa ia lakukan jika hatinya begitu merasa senang. Dia tidak mengelak dari tanganku. Saat aku hampir menggapai pintu kamarku aku merasakan ia memutar tubuhnya cepat dan berseru padaku, "kakak, aku mencintaimu! tidak ada lagi selain dirimu!" dengan gembiranya seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru dari orang tuanya. Aku tersenyum puas dan bergumam "tidurlah" sebelum akhirnya menutup pintu kamarku. Dia adalah adik perempuanku satu - satunya. Salah satu tujuan hidupku adalah menjadi kakak yang baik untuknya dengan membuatnya bahagia. Aku selalu berusaha untuk selalu ada disampingnya untuk menghadapi dunia ini. Aku menyayanginya lebih dari apapun. Dia adalah segalanya untukku.
-yys05