Naomi menghentikkan motor antik Honda C70 yang selalu menemaninya selama setahun belakangan ini didepan sebuah industri rumahan pemotongan daging yang selalu memberinya kehangatan balutan keluarga.
"udah pulang sekolah lo ?" tanya temannya yang sedang asik memainkan pisau daging dengan batu asah yang bernama Lidya.
"iyaa. Ayah ada ? Gue mau nyetor uang"naomi mulai melepas tas sekolahnya dan melemparnya secara asal dibangku plastik.
"Ayah ada didalam sama Yona dan Aliff. Biasalah, habis nyetor duit hasil jualan" ujar seorang perempuan berparas ayu dan memiliki senyum semanis coklat. Shani
Lidya menggangukkan kepala membenarkan omongan Shani yang asik memotong daging-daging sapi segar yang baru saja diantar oleh kurir.
Naomi berjalan masuk menuju lantai ruang bawah tanah yang menjadi rahasia dari indusrti ini.
Sebenarnya jasa pemotongan daging hanya kamuflase menutupi bisnis haram yang berada didalam rumah ini. Bisnis penjualan heroin.
Tentu saja masyarakat takkan menaruh curiga dengan segala aktifitas didalam sini karena proses pemotongan daging berada didepan rumah. Justru masyarakat tak pernah mengetahui apa rahasia besar dibawah tanah mereka. Itu sebabnya mereka lebih menggunakan kata daging sebagai codename dari heroin.
Bagi Naomi sendiri ini adalah hal yang biasa di lalui. Bau amis daging dan darah tak lagi membuatnya mual seperti 2 setengah tahun yang lalu saat dia baru pertama kali menginjakkan kaki disini, justru menurutnya Ayah adalah sesosok lelaki yang sangat cerdik dengan menyamarkan bau heroin dengan tumpukan segala jenis daging dan darah yang tak bisa terendus oleh anjing-anjing penjaga yang bisa saja dilepas oleh polisi-polisi bajingan.
Tanpa memperdulikkan sopan santun sedikitpun, Naomi membuka pintu berbahan dasar kayu jati dengan asal.
"selamat siang semua" sapa Naomi dengan senyuman yang hangat membuat Aliff,Yona dan Ayah menoleh kearahnya dan membalas sapaan naomi dengan tak kalah hangat juga.
"gimana sekolahmu ? Menyenangkan menjadi siswi tingkat akhir ?" tanya Ayah saat melihat Naomi menidurkan tubuhnya diatas sofa santai yang ada diruangan kerja.
"sekolah itu melelahkan Ayah, tugas-tugasnya benar-benar membuatku gila" Aliff dan Yona tertawa cekikikan melihat wajah Naomi yang benar-benar kelelahan.
"makanya kan, udah sering gue bilangin kalo sekolah itu capek. Lebih bagus lo berhenti sekolah dan gabung sama kita-kita disini buat potongi daging setiap hari" kata Aliff sambil memakan kacang kulit diatas meja kerja Ayah.
"heh ! Biarin aja kali dia sekolah. Dia tuh mau hidup bener,gak kayak lo yang cuman motongi daging beneran di siang hari sama jual daging serbuk tiap malam" bukannya marah, justru Aliff tertawa mendengar ocehan Yona.
Naomi hanya mendengus malas dan langsung bangkit dari tidurnya, memberikan sebuah amplop coklat yang diterimanya kemarin kepada Ayah.
"uang spp kamu gimana ? Lancar atau nunggak ?" tanya Ayah yang langsung menyimpan amplop berisi bayaran barangnya tanpa menghitunganya sedikitpun karena dia sudah mengenal Naomi sebagai seseorang yang tak neko-neko dalam bekerja dan menjunjung tinggi kejujuran.
"engga,Yah. Semua lancar jaya seperti biasa" Naomi langsung memberikkan ponsel khusus kerjanya untuk disimpan dan berfungsi untuk mengetahui siapa-siapa saja yang membeli daging darinya.
Ayah hanya tersenyum mendengarnya dan merogoh saku celananya memberikkan amplop putih khusus bagi anak-anaknya.
"gaji kamu minggu ini. Bayar uang kost dan simpan selebihnya buat biaya kuliahmu. Ayah gak mau kalau kamu harus selamanya jadi kurir" Naomi tersenyum mendengarnya. Ini yang membuatnya begitu menghormati pria berumur 58 tahun yang ada dihadapannya. Ayah selalu mendukungnya untuk mengutamakkan pendidikan, bahkan berkat Ayah juga dia bisa melanjutkkan sekolahnya hingga sekarang. Ayah adalah sesosok panutan yang dia hormati meski hidupnya penuh kewaspadaan semenjak dia masuk kedalam lembah hitam perdagangan barang haram.
"aku pamit dulu ya semua. Kalau ada apa-apa hubungi aku ke ponselku yang satu lagi" pamit Naomi pada 3 orang yang sepertinya sedang mendiskusikan sesuatu hal yang cukup penting.
Naomi melangkah keluar dari ruang kerja Ayah dengan senyum kecil menghiasi bibirnya.
Naomi sedikit menyapa beberapa pegawai yang berjumlah 4 orang + Lidya dan Shani yang asik bercanda di teras rumah.
"mau pulang mi ?" tanya seorang pria berusia 28 tahun yang bernama Echa.
"iya bang. Gue pengen istirahat, capek gue" yang lainnya hanya membulatkan mulut membentuk huruf vokal O berniat bertanya lebih jauh lagi.
Naomi memasang helm bogo miliknya dan sedikit mengengkol motor antik bekas yang dia beli dengan tabungannya sendiri. Berkendara ditemani oleh matahari yang mulai turun pertanda senja mulai menyongsong dan diikuti dengan semilir angin yang sedikit menghempas ujung rambutnya yang menjuntai dibawah helm bogo berstiker bulldog itu.
*****
Veranda menatap sedih dengan keadaan rumah yang hanya berisikkan seluruh pelayan rumahnya berjumlah 20 orang sedang berkumpul dihadapannya membawakkan kue ulang tahun beserta balon-balon berwarna-warni disetiap orangnya.
"selamat ulang tahun yang ke 18 nona muda. Semoga diumur yang sekara...."
"mana mereka ?" tanya Veranda sedih memotong ucapan selamat dari kepala pelayan rumah yang terdengar itu-itu saja dari tahun ketahun.
Dengan sedikit gugup dan keringat dingin yang mengucur dari keningnya, kepala pelayan itu mulai menjawab pertanyaan krusial putri atasannya.
"tuan dan nyonya ada pertemuan dengan petinggi-petinggi perusahan di spanyol, nona muda"
"kakak saya gimana ?"
"e-eum. Kakak anda juga sibuk nona. Tugas dari atasannya tak bisa membuatnya ambil cuti"
Air mata Veranda mulai turun dari mata cantiknya. Sudah 5 tahun belakangan ini dia merayakkan ulang tahunnya ditemani pelayan rumahnya. Dia fikir orang tua dan kakaknya mau menghentikkan aktifitas meraka dan mengambil waktu untuk menemaninya yang telah sendirian selama ini. Tapi nyatanya dia salah. Orang tuanya lebih memilih makan malam dan berkumpul bersama petinggi-petinggi yang tak dia kenali itu dari pada dengannya yang notabenenya adalah darah daging mereka sendiri. Miris.
Tbc