Dua Puluh Empat

872 52 3
                                    

Tepat setelah Jungkook pergi, keluarganya kembali. "Hey Sis! Apa yang kau lakukan hari ini?" Woo In mengelus rambut Yoo In. Yoo In hanya tersenyum lemah. Dia tidak ada gairah untuk berbicara dengan keluarganya. "Aku naik ke atas." Soo In kemudian berdiri dan membantunya menuju ke kamarnya. Dia kemudian duduk di kasurnya. "aku ingin sendiri dulu." Soo In mengangguk dan pergi. Yoo In menatap kosong kearah lukanya. Dia tidak bisa bergerak atau menyentuh apapun. Hampir. Ini sakit. Dia menatap dan mengalihkan pandangannya ke jendela. Dia melihat bintang yang berkelip mengeluarkan cahaya. Airmatanya turun dipipinya tiba-tiba. Dia merasa bodoh, bersalah, penipu, memainkan perasaan orang, depresi. Dia terus menyalahkan dirinya. Airmatanya turun tanpa terkendali. Dia membuka perban di tangan dan kakinya. Berjalan menuju kamar mandi dan membuka keran shower. Tidak membuka bajunya. Darah kemudian keluar dari tangan dan kakinya bersamaan dengan mengalirnya air. Dia menangis. Dia memukul kepalanya dengan keras. 'Aku seharusnya tidak membuat janji dengan Jungkook! Aku sungguh bodoh. Aku minta maaf, Jungkook. Aku benar-benar minta maaf.' Pikirnya dalam tangis. Dia merasa tenggorokannya terbakar. Benjolan itu menyakiti tenggorokannya. Tangannya dan telapak kakinya masih berdarah. Itu seperti tidak akan pernah berhenti. Dia merasa sakit tapi tidak sebesar seperti dia menyakiti perasaan Jungkook waktu itu.

Soo In sangat khawatir dengan adiknya. Dia merasa gelisah tiba-tiba. "Aku akan memerika Yoo In" Soo In mengembangkan senyumannya karena dia tidak ingin keluarganya tau tentang keadaan Yoo In. Dia hanya tidak ingin mengecewakan adiknya. Yoo In sangat berarti baginya. Dia sudah berjuang sangat keras, dia ingin adiknya kembali normal lagi. Ketika dia membuka pintunya, Yoo In tidak berada di kamarnya. Dia menutup pintunya. Lalu dia mendengar suara percikan air dari kamar mandinya. 'Mungkin dia sedang mandi.' Pikir Soo In selagi dia menunggu. Setelah satu jam menunggu, Yoo In tidak kunjung keluar dari kamar mandinya. Soo In tiba-tiba merasa takut dengan semua ini, jadi dia mengetuk pintunya. "Yoo In? Apakah kau baik-baik saja?" Tidak ada jawaban. Soo In merasa tegang jadi dia memutuskan untuk membuka pintunya. Dia terkesiap kaget setelah membuka pintunya. Yoo In terlihat sangat gemetaran. Darahnya terus mengalir dan belum berhenti. "Oh my God, Yoo In!" Teriak Soo In. Dia menutup keran airnya dan memeluk adiknya. "Apa yang telah kau lakukan? Mengapa kau melakukan ini?" Yoo In mulai menangis histeris. "Aku kacau, Eonni! Itu kembali lagi. Aku tidak bisa berjuang lagi dengan itu." Dia menangis dan menangis. Sekarang wajahnya Ditutupi penuh oleh darah. Dia mengusap wajahnya dengan tangannya yang berdarah. "Tidak, kau bisa berjuang dengan ini! Aku tau kau bisa. Tolong, Yoo In." Soo In mulai memohon. Dia tau bahwa ini akan terjadi sejak dia tau keadaan Yoo In kemarin. "ini bodoh! Aku telah memberitaunya bahwa aku mencintainya, ketika aku tau aku akan meninggalkannya dalam 3 minggu lagi. Aku bodoh, Eonni! Aku benci diriku!" Yoo In terus memukul kepalanya. Tapi lalu tiba-tiba dia pingsan. "Yoo In~Yoo In, bangun! Tidak, Tidak! Ayolah, Yoo In! Tolong bangun!" Soo In sangat Panik. Dia pergi kebawah. "Eomma, Appa, panggil ambulans sekarang. Yoo In sekarat! Cepat!." Woo In lalu bergegas ke kamar Yoo In bersama Soo In sedangkan orang tua mereka memanggil Ambulans.

Setelah hampir 30 menit, ambulan itu datang. Mereka dengan cepat membawa Yoo In ke rumah sakit secepat yang mereka bisa. Yoo In hampir tidak bernapas jadi suster itu memberinya sebuah oxygen. Soo In bersama dengannya di ambulans, sedangkan yang lain berada dibelakang mengikuti mobil ambulans itu. Ketika mereka sampai di rumah sakit, mereka langsung membawa Yoo In ke ruangan UGD untuk di cek oleh dokter. Soo In mengisi lembar informasi tentang Yoo In dan membayar tagihan rumah sakitnya. Dia lalu menunggunya bersama dengan keluarganya di sebuah bangku. "Apa yang terjadi dengannya, Soo In?" Nyonya Park memberikan pertanyaan kepadanya. Dia tidak tau apa yang harus dikatakan. Dia tetap terdiam. 'Pada akhirnya, mereka akan mengetahuinya nanti." Pikirnya. Dia ingin berbicara tapi tiba-tiba dokter keluar. Mereka berdiri dan membungkukan badan mereka kepada dokter itu."Apakah kalian kerabat dari Pasien bernama Park Yoo In?" Ucap dokter itu selagi melihat sekeliling. Mereka melihat satu sama lain dan mengangguk. "Lalu menurutmu, aku ini seperti apa?" Soo In mengetahui dokter itu. Jadi, mereka bekerja di tempat yang sama. Dokter itu lalu melihat kearah Soo In dan sangat terkejut ketika melihatnya. "S-soo In?!!" Teriaknya. Soo In hanya memutar kedua bola matanya. "Um, kau perlu ikut denganku. Bersama dengan keluargamu." Wajah Soo In berubah. Dia tau bahwa ini akan menjadi buruk tapi dia tidak bisa menyembunyikan ini terus-terusan. Keluarganya perlu mengetahui yang sebenarnya. "Okay baiklah." Mereka berjalan ke ruangan Dokter itu. 'Aku minta maaf, Yoo In. Mereka perlu tau'

Dokter Lee Min Go, mempersilahkan mereka untuk duduk. "Okay, sebelum aku mengatakan ini, apakah Yoo In pernah mencoba hal-hal yang buruk? Seperti dia ingin mencoba untuk bunuh diri?" Mereka melihat satu sama lain. Diam. "Baik, aku anggap itu adalah jawaban Iya." Mereka mengangguk. Min Go lalu mengambil kertas dari lacinya. "Aku berharap bahwa kalian tidak akan terkejut tengan ini." Ucapnya dengan tenang. "Katakan saja, dok" Tuan park menjadi tidak sabar. Min Go mengambil napasnya dalam-dalam. "Yoo In sedang berjuang dalam depresi yang sangat kronis." Keluarga Park terkejut, kecuali Soo In. Mereka tidak percaya itu, "T-tapi, dia masih t-terlalu muda." Nyonya Park tergagap. Soo In menggoyangkan kepalanya. "Honey, apa yang harus kita lakukan sekarang? Anak perempuan kita~ Dia menderita~ Kenapa?" Nyonya Park mulai terisak. Yoo In sangat berharga untuknya juga keluarganya. Yoo In selalu membuat hari mereka bahagia. Senyumnya tidak pernah pudar. Dia tidak pernah merasa sangat tersakiti. "Apakah ada sesuatu yang mengganggunya?" Soo In melihat kearah dokter itu. Dia tau bahwa ini tentang Jungkook tapi dia tidak ingin membicarakan tentang itu. BTS merupakan teman yang sangat baik untuknya. Dia tidak ingin mengacaukan itu. Dia tidak ingin melihat yoo In menderita lebih dalam. Yoo In pasti akan mencoba untuk bunuh diri lagi. Dia menhela napasnya. "Apakah ada sesuatu yang bisa menyembuhkan itu?" Ucap Woo In. Min Go menganggukan kepalanya. "Satu-satunya cara untuk menyembuhkannya hanya dia sendiri. Dia perlu berjuang untuk menghilangkan depresinya. Semua yang kau perlu adalah menyemangatinya. Dia sangat memerlukan itu sekarang. Hanya itu. Tapi, untuk sekarang, kau hanya perlu untuk memberikan waktu untuk dia dan dirinya. Paling tidak satu sampai dua hari." Min Go memberikan pernyataannya. Woo In melihat kearah Soo In dan mengeluarkan napasnya. Soo In menghindari tatapannya kepada Woo In.

Mereka meninggalkan rungan itu dan menunggu di luar ruangan Yoo In. Hati nyonya Park hancur berkeping-keping ketika dia mengetahui kondisi Yoo In. Mental dan fisik Yoo In sangat buruk. Soo In Mencucurkan air matanya dan menarik Woo In bersamanya. "Eomma, appa, hubungi aku jika ada sesuatu yang terjadi. Aku akan pergi bersama Woo In sebentar." Ucapnya. Dia pergi ke tempat parkir dan mendorong Woo In masuk kedalam mobilnya. Woo In mengejek Soo In ketika kepalanya terbentur atap mobilnya. Soo In melompat ke dalam Mobil dan dia mulai menyalakan mesin mobilnys. "kemana kita akan... Oh My God, NOONA!! Pelan-pelan!!" Teriak Woo In sementara itu Soo In tetap mengemudi dengan mobilnya dan hanya Tuhan yang tau kemana dia akan pergi.

Ketika mereka sampai, Woo In Keluar dari mobilnya dan terbaring di rumput. Terengah-engah dengan sangat keras. "Terima kasih Tuhan, Aku masih hidup." Soo In tersenyum simpul kepadanya dan pergi kedapan rumah itu. Dia membunyikan bellnya. Seseorang membuka pintuna dengan setengah tertutup. "Noona~" Matanya Membesar.

.

.

Bersambung

.

.

I NEED YOU - BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang