Echo XI

1.6K 243 4
                                    

Ternyata~

Aku sudah membangunkan monster.

Angin bertiup kencang akibat auman kuat monster tersebut.

Aku bergidik ngeri ketika monster itu melihatku. Jarak yang memisahkan kami hanya beberapa meter. Kemudian, tanpa kusadari dia menghempaskan tangannya tepat di atas kepalaku.

Di ujung mataku, aku melihat gadis-berambut-coklat-ikal mengucapkan sesuatu. 

Aku menyipitkan mataku untuk melihat lebih jelas apa yang berusaha dikatakannya padaku. Lari Bodoh!

Tapi, terlambat. Tangan monster itu sudah pasti menghantam tubuhku dengan keras, saat aku berusaha kabur.

Namun, sesuatu dengan cepat menyambar diriku--membuatku terkejut--dan membawaku ke tempat yang jauh dari jangkauan monster itu.

Lalu, suara debuman yang memekakkan telinga menyusul dengan cepat. Disertai hembusan angin kuat dan getaran hebat. Menyisakan sebuah lobang besar--tepat di tempatku berdiri tadi--setelah monster itu mengangkat kembali lengannya yang besar.

Darahku berdesir, hampir saja. Tadi itu ... nyaris sekali.

"Akhirnya, ketemu juga." Sebuah suara seseorang yang kukenal, menginterupsi pikiranku. Dia berkata lagi, "apa kabar, Mika?"

Aku dibuat terkejut, sekali lagi. Bukan, hanya saja, aku tidak menyangka. Kukira, kami tidak akan bertemu lagi. Dan sekarang, kami bertemu dalam keadaan seperti ini. Orang pertama yang membantuku memahami apa yang terjadi pada diriku. Hal!

Dia disini. Di sampingku. Dia menyelamatkanku lagi.

Tanganku terulur memukul kepalanya. "Bodoh!" Aku menarik napas sebentar, "aku selalu baik-baik saja."

Dia meringis kesakitan, tapi senyumnya tidak pernah hilang dari wajahnya. Ciri khas Hal sekali.

Tapi, kami tidak punya waktu untuk merayakan reuni 'menyenangkan' ini.

Karena, monster itu menyemburkan lava ke arah kami.

Dengan cepat Hal menangkisnya. Dia menciptakan perisai besar dari air.

Tapi, tekanan kekuatan monster itu jauh lebih kuat dan panas, sehingga membuat Hal tersudut. Dia membaca suatu mantra, lalu dari tangan yang satunya lagi, meluncur bongkahan es yang tajam menyerang moster itu.

Monster itu terdorong beberapa centi, akibat tusukan es dari Hal. Dan itu mampu membuat lava monster itu melemah beberapa saat. Namun, Hal hanya membutuhkan sepuluh detik untuk membawaku terbang tinggi ke tempat yang tidak bisa di jangkau monster tersebut.

Saat aku memandang ke bawah, monster itu terlihat marah. Dia mengeluarkan cairan lava lagi, dan mengarahkannya ke gua.

Aku teringat sesuatu. "Hal! Di dalam gua, ada dua orang lagi."

Tapi, Hal sama sekali tidak tampak terkejut.

Napasku tersekat. "Hal, mereka yang sudah menyelamatkanku!"

Namun, Hal tetap bergeming. Lalu, aku menyadari sesuatu. "K-kau, sudah tau," aku mengambil napas sesaat, "kau sudah tau mereka ada di dalam."

"Aku tidak peduli pada mereka. Tugasku, hanya menyelamatkanmu." Hal menatap tepat di kedua mataku dengan kejam. Matanya berkilat aneh. Tidak ada senyuman seperti biasanya.

Aku melihat gua dan monster itu bergantian. Tinggal beberapa detik lagi lava itu menghancurkan gua, dan kedua Dwarf itu, akan mati.

Tubuhku mengambil alih pikiranku, aku melepaskan pegangan Hal pada tubuhku. Tapi Hal memang jauh lebih kuat dariku. Aku gagal.

Dan kegagalan itu akan kusesali sepanjang hidupku. Kebenaran berada di dalam kegelapan.

Di detik itu juga, sebuah tanah muncul, menyerap lava yang di keluarkan si monster.

Di balik tanah itu aku melihat si gadis-berambut-coklat-ikal. Dia yang mengendalikan tanah itu.

Dia menyelamatkan ke dua Dwarf itu.

Aku menghembuskan napas lega.

Gadis itu berteriak pada monster tersebut. "Sadarlah, dasar Bodoh!"

Monster itu tetap tidak mendengarkan, dia menghembuskan cairan lava lagi ke arah gadis tersebut. Dia meraung dan menghentakkan kakinya, membuat gadis itu terjatuh, dan menghancurkan perisai tanah yang sudah dibuat gadis-berambut-coklat-ikal.

Tapi, gadis itu tidak menyerah, dia menciptakan perisai tanah yang baru. Dia berteriak keras seraya mempertahankan keseimbangan tubuhnya. "Aku tidak ingin menyakitimu, cepat kembalikan akal sehatmu!"

Sekali lagi monster itu menghentakkan kakinya, terlihat lebih marah dari sebelumnya. Namun, gadis itu telah siap, sehingga dia tidak terjatuh.

"Ah, dasar peri bodoh, kurasa ini hari tersial kita berdua." Dia menelan ludah, keringat bercucur dari dahinya. "Tidak ada cara lain lagi."

Tiba-tiba, dia menyayat kulit lengannya sendiri. Lalu, meminum darahnya yang mengalir di sepanjang nadi. Aku kebingungan. Tapi lebih terkejut, ketika dia menciptakan sebuah pisau dan menusukkan pisau itu ke perutnya sendiri. Dia terbatuk, dan memuntahkan darah.

Seketika, monster itu berhenti. Dan tanpa kuduga, sama seperti gadis itu, dia ikut memuntahkan darah.

Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Ketika Hal menyahut, "mereka telah berbagi jiwa."

Berbagi jiwa, ya. Jika yang satu terluka, yang lainnya ikut merasakan luka, yang dialami jiwa satunya. Dan, jika yang satunya mati, maka yang lainnya, tidak bisa hidup bahagia karena merasa kehilangan segalanya, hingga perlahan-lahan ...

Mati.

Waktu kecil, Ibu pernah menceritakannya padaku. Peri yang dapat berbagi jiwa, dengan orang yang di cintainya. Kukira itu hanya dongeng sebelum tidur. Kini, aku melihatnya dengan jelas.

Tubuh monster itu, perlahan mengecil, dan kembali ke bentuk semula. Gadis cantik, bertubuh mungil, dan memiliki sayap.

Perutnya tidak berdarah, tapi tetap saja dia merasakan sakit di tempat itu. Dia mendatangi gadis-berambut-coklat-ikal, dan menyembuhkan luka gadis itu. Gadis-mungil itu menangis tanpa suara.

Mereka tidak berkata apa-apa, karena mereka tidak butuh kata-kata. Tanpa itu pun, mereka sudah saling memahami. Karena~

Jiwa mereka tidak terpisahkan.

:
:
:
:
:
:

Sampai jumpa di gema selanjutnya.

Salam Monster;
Onyaw😝

Ocean EchoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang