PUISI OH PUISI

30 14 0
                                    

PUISI OH PUISI

Masih saat gue kelas 5 sd, gue banyak mengikuti perlombaan yang gue ikuti individu. Misalnya menggambar, berpidato, membaca puisi dll. Tapi, diantara banyak lomba itu, gue hanya mampu menyabet juara 2 lomba puisi, yang tingkatnya di kecamatan selebihnya memang bukan peruntungan gue kala itu.

Untuk lomba puisi pun, dulu sebelum gue sebagai calon peserta lomba, gue di seleksi dulu dengan kakak kelas, yang notabene lebih jago dari pada gue membaca puisinya. Selain itu, guru mungkin bakal memilihnya biasanya, soalnya kakak kelas kan hampir lulus, biar dia aja yang mewakili, mungkin itu yang bakalan ia katakan.

Pelatih membaca puisi di sekolahku adalah kakung, sebenarnya bukan nama aslinya, tapi, dia adalah seorang seniman didaerahku, nama aslinya adalah Pak Nur. Istimewanya kakung, walaupun tua ia tetap ceria, dan masih lantang saat menjadi guru kami. Ia juga sering sekali berlalu lalang di berbagai perlombaan di daerahku, entah itu dia sebagai pengamat, maupun juri, selain itu, banyak juga orang tua yang ingin menjadikan anaknya sebagi murid beliau.

Kakung sendiripun juga bersedia, kadang- kadang kalau dia ada waktu luang. Berbekal sepeda motor CB tua warna merah, dia pergi ke sekolah- sekolah yang menginginkan bantuan darinya. Senyumnya sangat melebar menghiasi wajahnya, diselingi tawa canda yang khas, membuat anak- anak mendekati dirinya ketia ia datang. Untuk saat ini, hubungan antara gue, dan kakung termasuk cukup dekat, terlebih lagi rumahnya yang masih satu desa dengan rumahku, membuat dia hafal, dan memanggil nama gue dengan sebutan iwa kusumosoemantri. Salah satu anggota panita 9 bentukan ir soekarno.

Latihan pertama gue, sekaligus masuk dalam seleksi pemilihan calon yang ikut lomba, dilakukan di sekolah, dan akhirnya gue, dan satu orang kakak kelas namanya obby terpilih. Obby sendiri menurut gue orangnya baik, dan enak buat diajak bergurau, apalagi saat kita lagi serius- seriusnya, untuk menghilangkan kebosanan, dia kadang suka bertingkah lucu didepan gue. Obby memiliki kebiasaan lucu, ia suka berjalan dengan menjinjit- jinjitkan kakiknya, sesekali gue melihat kakinya begitu, gue mengejeknya.

"Udah By kalo balet jangan keseringan nanti keseleo kaki lu.." Memelototi kakinya.

"Lo kalo mau sini gue ajarin" Menuju kearah gue sambil memegang tangan gue.

GUE(Menggeliat)

Obby mungkin memiliki obsesi sebagi penari balet. Tapi nyatanya, karena kodratnya berkata demikian, maka dia tidak bisa berbuat apa- apa. Tapi, walaupun Obby jalannya kayak penari ballet, tapi dia masih laki, dia juga masih sering ngajakin gue main sepak bola kalau gue sempet. Untuk masalah kepedan sama muka norak, Obby lebih unggul daripada gue.

selain itu, dia juga membebaskan dirinya, dan mukanya untuk mengikuti alur dari puisi yang ia baca, sedangkan gue, untuk masalah pede gak terlalu tinggi, itu yang membuat gue gak bisa terlalu mengexpresikan badan, serta muka gue menyerupai isi puisi tersebut. Akan tetapi, kakung tak pernah pilih kasih dalam melatih kami berdua, sesuai dengan porsi kami masing- masing, meskipun gue bila dilihat dari banyak sisi memiliki banyak kekurangan, tapi sama halnya dengan Obby yang memiliki banyak kelebihan, yang nyatanya itu malah berdampak buruk, karena kata kakung ia berkesan melebih- lebihkan dan berkesan lebay menurutnya.

Walaupun begitu, gue sih nggak berharap buat ikutan lomba puisi itu, malahan gue pengennya si Obby yang ikut, soalnya wali kelas Obby juga berpesan supaya biar Obby, karena ini lomba terakhir buatnya di SD. Udah kayak surat wasiat aja beliau pesannya.

Gue mencoba memburukkan penampilan gue, yang nyatanya udah buruk malah tambah ancur. Dari suara- suara yang gue coba lengking- lengkingin, sampai gue coba push up sambil baca puisi. Kakung yang melihatnya seperti merasa kalau pada saat itu gue sakit. Karena itu saat latihan ia menyuruh gue untuk pulang. Oke saat ini rencana gak ikut lomba gue udah berjalan lancar.

LONJONG [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang