1. Tentang Rasa (Dea)

16.4K 1.1K 35
                                    

Sudah 4 tahun berlalu. Ternyata begitu sulit menghapus semua kenangan buruk tentang dia. Dia yang berjanji akan selalu ada untuk melindungiku, malah menjatuhkanku ke dasar jurang yang paling dalam. Hati ini kadang mengeluh, kenapa cobaan hidupku teramat menyakitkan. Tapi semua itu aku hapus karena saat ini yang terpenting adalah kebahagiaan putriku

Kalian pasti bingung, putri? Kapan aku menikah? Bukankah pernikahanku batal? Atau lebih tepatnya hancur. Tapi inilah kenyataannya sekarang, aku punya anak tanpa suami. Siapa ayahnya? Sudah pasti dia, orang yang tega meninggalkanku disaat hari bahagia kami. Mungkin terdengar klasik, tapi harus aku akui kalau aku adalah wanita yang terbuai janji manis seorang pria dengan kata "cinta" nya. Semua perbuatan dan kata-katanya sukses menyihirku menyerahkan diri dengan sukarela dalam pelukannya

Demi apapun, waktu itu aku hanya wanita bodoh yang lemah. Lemah dan terperdaya rayuan pria yang ternyata tak lebih dari sekedar "serigala yang berbulu domba"

Nayzia Pramono, aku memutuskan untuk meletakkan nama ayah di belakang nama putriku. Aku memanggilnya Zizi, usianya 3 tahun. Dia anak yang sangat cantik, hampir keseluruhan dirinya adalah duplikat dari "dia". Tak ada sedikitpun kemiripannya denganku. Mungkin Yang Maha Kuasa ingin menunjukkan pada dunia bahwa Zizi masih punya ayah. Meskipun ayahnya tak lebih baik dari seorang bajingan

"Bunda..." suara teduh putriku membuyarkan lamunanku tentang masa lalu

"Kenapa diluar Non? Ini sudah malam, angin malam tidak baik untuk kesehatan" nasehat Mang Badri yang sudah aku anggap sebagai pengganti ayah

Aku tersenyum dan mengambil Zizi dari gendongan Mang Badri. Membawa satu-satunya malaikat kecilku ke kamar dan menemaninya sampai tertidur. Setelah aku yakin Zizi tidur, aku bergegas keluar meninggalkan kamarnya

"Non, besok jadi mau antar Zizi nyari sekolah? Saya punya usul sekolah Non, dijamin bagus" Mang Badri mengacungkan jempolnya ke arahku

"Jangan Non, jangan percaya sama si Akang, Non. Dia mana bisa bedain sekolah bagus sama jelek?" cibir Bi Denok, istri Mang Badri

"Lihat besok saja ya Mang, Bi. Saya capek mau tidur dulu" akupun berpamitan pada mereka berdua menuju kamarku

Aku melepas hijabku, menggosok gigi dan mencuci wajahku sebelum tidur. Berharap mimpi indah akan langsung menjemputku, tapi ternyata aku hanya bergerak gelisah mencari ketenangan agar segera tidur. Setelah melahirkan Zizi, aku memutuskan untuk menutup auratku dan mengenakan hijab. Tidak ada niat untuk menyembunyikan aibku dari dunia, pandangan mereka seolah menghujat dan menghakimi kalau aku hanya wanita yang tidak tau malu. Aku tidak memikirkan perkataan orang, karena mereka hanya melihat dari sisi luar tanpa mau tau apa yang terjadi. Aku hanya ingin menjadi wanita yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Kehadiran Zizi membuat hidupku berubah agar lebih baik, meskipun tidak semua orang mau menerima niatan baikku. Aku berusaha untuk tidak peduli pada mereka, yang terpenting aku dan putriku bahagia

Setelah ayah terkena serangan jantung saat batalnya pernikahanku, beliau sembuh untuk beberapa bulan meskipun harus beberapa kali check up. Ayah mulai menerima keadaanku yang ternyata mengandung benih dari pria tak berperasaan itu. Kami menjalani hidup seperti biasa. Sampai akhirnya ayah meninggal karena hal yang tidak aku duga. Bimo Albar, sahabat ayah yang sudah dianggap saudara ternyata menusuk ayah dari belakang. Dia mengambil alih perusahaan ayah yang dibangun dari nol bersama. Tak hanya itu, Om Bimo juga tak menyisakan sepeserpun harta untuk ayah. Saat semua hilang, aku juga kehilangan ayah saat hamil 7 bulan. Sejak itu aku ikut Mang Badri dan Bi Denok ke kampung halaman mereka. Disinilah aku sekarang, di kampung halaman Mang Badri dan Bi Denok, Yogyakarta.

Berbekal ilmu yang ku dapat saat masih sekolah dulu, aku membuka usaha kue untuk membantu Mang Badri dan Bi Denok. Alhamdulillah toko kueku bisa diterima masyarakat dan aku juga punya dua pegawai disana. Aku bukan lulusan sarjana, hanya SMA. Ayah memang over protective denganku. Di sekolah saja aku hanya akrab dengan beberapa orang. Mungkin ini efek sikap ayahku yang terlewat mengurungku. Duniaku dulu hanya sekolah dan rumah, tidak lebih. Ayah selalu menjagaku dari lingkungan sekitarku, entah kenapa beliau begitu protektif. Aku habiskan waktuku dengan belajar membuat kue di rumah setelah pulang sekolah untuk mengusir kebosanan. Ibuku meninggal setelah melahirkanku, mungkin itu salah satu penyebab ayah terlalu over padaku

Mengingat tentang ayah, air mataku selalu mengalir. Aku merasa masih belum sempat membalas semua kebaikannya. Aku belum sempat membahagiakannya, bahkan di detik-detik terakhir kehidupannya. Aku hanya bisa berdoa semoga ayah berada di tempat yang paling indah disana

***

Hari ini aku tidak ke toko. Urusan disana biar diurus oleh Risma dan Novi. Aku ingin mencarikan sekolah untuk Zizi. Bermodal brosur yang Mang Badri punya, aku mulai memilih sekolah yang cocok untuk putriku. Akhirnya pilihanku jatuh pada PAUD Al-Hikmah. Dari brosurnya, sepertinya sekolah ini menyenangkan dan cocok untuk Zizi. Selain belajar, disini juga diajari mengaji

Aku dan Zizi sudah sampai di PAUD Al-Hikmah. Tempatnya sesuai dengan yang tercantum di brosur. Fasilitas juga tempat belajarnya sangat efektif untuk anak seusia Zizi. Aku langsung tertarik dan langsung mendaftarkan Zizi di tempat ini. Saat guru Zizi bertanya tentang akte kelahiran putriku, aku hanya tersenyum untuk menanggapinya. Aku hanya punya surat keterangan dari bidan, disanapun nama ayah Zizi juga kosong. Seakan mengerti keadaannya, guru Zizi hanya tersenyum dan menerima semua persyaratan yang aku bawa untuk mulai menyekolahkan putriku

Sampai di rumah aku menangis di kamar. Mengingat tentang status anakku yang tanpa ayah seolah mengiris hatiku. Sakit dan perih. Andai saja dulu aku tidak jatuh hati padanya, mungkin semua ini tidak terjadi. Tapi sekarang tidak ada yang harus aku sesali, aku harus kuat demi putriku. Dia satu-satunya alasan hidupku saat ini. Aku berjanji akan selalu kuat dan tegar demi putriku. Aku yakin Tuhan punya rencana lain dibalik semua ini

"Janji pada ayah kalau kamu akan selalu bahagia De. Maafkan ayah ya sayang, ayah belum bisa buat kamu bahagia. Ayah janji akan selalu mendoakan kebahagiaan kamu dan calon cucu ayah. Meskipun nanti ayah hanya bisa mengawasi kalian dari alam lain. Berjanjilah untuk selalu bahagia Dea"

Kata-kata terakhir ayah kembali terngiang di telingaku. Aku memantapkan diri untuk selalu bahagia, semua itu demi putriku. Aku menghapus air mataku dan kembali tersenyum mengingat sosok ayah

"Dea janji akan selalu bahagia yah, semoga ayah juga bahagia disana"

Sekilas kenangan kembali terlintas, tentang "dia" orang yang pernah mengisi kehidupanku. Meskipun menyakitkan, aku masih tersenyum mengingatnya. Dia orang pertama yang membuatku mengenal kata cinta. Dia juga yang selalu ada untukku, meskipun akhirnya dia juga yang meninggalkanku. Mengingat tentangnya, ternyata hatiku memiliki ruang tersendiri baginya. Apa rasaku padanya terlalu kuat melebihi kesalahannya padaku? Entahlah, hanya hatiku dan Tuhan yang tau
.
.
.

Cerita ini aku tulis dari sudut pandang Dea dan Alfa
Pasti bingung, kenapa Alfa?? Kok bukan Algio??
Jawabannya ada di part selanjutnya, pantengin terus ya...
Thank you... 😘😘😘😘

Untuk cast, aku pilih Citra Kirana sebagai Dea. Soalnya aku suka bgt sama karakter dia kalo pake hijab. Untuk Alfa, ada yang mau usul gak???

Happy reading and enjoy this story...😉😉😉😉😉😉😉

Koreksi typo ya guys... Jangan lupa bintang dan komennya

DEANDRA (FS1) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang