Chapter 8 🍁 Ega

1.3K 95 0
                                    


Pikiranya kembali tersadar saat seseorang menepuk pundaknya.

"Kok bengong?" Tanya Ezra, kakak kelasnya. Rena hanya membalasanya dengan cengirannya.

"Mau bareng?" Ezra menawari tumpangan.

"Enggak usah, kak. Aku bawa sepeda," ucapnya sopan dan tersenyum kecil. Ia hanya membiarkan satu cowok untuk mendekatinya, dia Ezra.

Semenjak Rena masuk ekstra fotografi, Ezra mulai suka dengan Rena dan Rena tau itu. Ezra juga tau sifat asli Rena bagaimana.

Ezra paham betul sikap Rena pada cowok lainnya. Bagi Ezra, Rena adalah cewek baik dan humoris jika mengenal lebih dekat dan bertolak belakang dengan sifat yang ia tunjukan selama ini. Karena memang Rena hanya berpura-pura.

"Yaudah, kak. Aku pulang dulu." Kemudian Ia melangkah pergi menuju tempat parkir sebelum benar-benar hujan.

***

"Sumpah! Gila! lo jelek banget, Ka," ucap Devin menghina sepupunya dan tertawa keras.

"Apaan sih lo! Gak jelas." Rafka mendengus kesal. Ia sama sekali tidak di hargai sebagai seorang sepupu.

Rafka merubah posisi berbaringnya menjadi berdiri dan turun menuju neneknya yang sedang menonton sinetron. Ia mendudukan pantatnya di sofa berwarna putih dan menyender pada bantalan kursi.

"Gimana, sekolah barunya?" Tanya nenek Rafka membuka topik pembicaraan.

"Bagus, nek." Ia tersenyum samar dan mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

Perlu di ketahui, Rafka di sini tinggal di rumah neneknya. Rafka memiliki satu adik cewek yang bernama Amanda Syalegha.

Di rumah semi kuno ini, Rafka hanya tinggal empat orang saja. Devin sepupunya, Amanda adiknya, dan neneknya.

Orang tua Rafka masih di Riau. Sejak lulus SMP, orang tua Rafka mengajaknya untuk pindah ke Riau tempat kakek Rafka tinggal.

Orang tuanya memang sengaja meninggalkan Amanda di Bandung. Karena waktu itu Amanda masih kecil dan harus tinggal bersama neneknya. Terpaksa ia harus pergi dan meninggalkan Bandung.

Devin ikut mendudukan pantat nya di sofa mengambil remot tv dan menekan tombol power. "Gue seneng sekarang di samping lo."

Rafka menautkan alisnya heran sambil menatap sepupunya. "Maksud lo apaan?"
"yah, intinya gue seneng." Devin tertawa keras hingga terbahak-bahak.

Nenek Rafka hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan tersenyum tipis melihat cucu-cunya.

"Bangke lo." Rafka pergi meninggalkan Devin yang masih tertawa.

"Bang, gambarin Amanda gajah dong." Menjulurkan buku gambarnya pada Devin.

"Kok abang. Abang mu yang cupu itu aja. Bang Rafka kan jago gambar." Lagi dan lagi Devin tertawa lepas.

"Ih, bang Devin pelit." Sambil mejulurkan lidahnya dan meninggalkan Devin.

Rafka membaringkan tubuhnya di atas kasur. Pikirannya kembali 7 jam yang lalu saat masih di sekolah.

Rafka merubah posisinya menjadi duduk di bibir kasur. Suara pintu kamarnya di ketuk dan masuklah Amanda dengan tangan penuh peralatan menggambar. Ia berjalan menuju Rafka dan meletakkan buku gambar yang masih kosong di depannya.

"Kak, gambarin Amanda ya."

"Gambar apa dek?

"Gajah, sama telinganya yang besar. Kaya Dumbo." Amanda melebarkan tangannya mempraktekkan bentuk telinga gajah.

RAFKA [LENGKAP] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang