Pagi ini cuaca cukup cerah, bagaimana tidak. Bahkan, mentari tak akan sempat barang sebentar untuk bermalas diri dengan berselimut awan. Faktanya Seruni sudah bangun pagi-pagi sekali, ia menyalakan tiga jam wekker di kamar agar tidak telat.
Rencananya, dia dan Benjiro akan bertemu tepat pukul 08.00, kemudian... mereka pergi mencari ikan dan beberapa keperluan lainnya. Tentu, cara memasak pepes kakap sudah dikantongi keduanya saat perjalanan pulang dari toko kue Nara kemarin. Sekarang, tinggal mempraktikannya saja.
Pagi ini Seruni sudah berdiri tepat di depan pagar rumah benjiro, dia mengenakan kaus hitam dengan belahan dada yang rendah, bahkan kaus itu tingginya di atas pusar. Dengan celana maroon bermotif bunga, tampaknya dia sudah siap untuk sekadar beli ikan ke pasar. Meski style Seruni bisa dibilang, berlebihan.
Sedetik... dua detik....
Dia mondar-mandir dengan tak sabaran, mata indahnya berbinar tatkala melihat sosok jakung yang baru saja keluar dari rumah. Ya, seperti itu, Benjiro masih seperti biasanya. Pembawaannya yang santai selalu membuat Seruni melihatnya nyaman, bahkan... pakaian yang dikenakannya pun kasual. Bukan berarti Benjiro tak pernah memakai pakaian resmi, bahkan... kemarin, Seruni pernah melihat malam-malam Benjiro mengenakan jas, dan cukup rapi dengan kemeja warna abu-abu tua yang membalut tubuh kekarnya. Hanya saja, katanya, dia tak begitu nyaman memakai itu. Menurut Benjiro, ketika ia mengganti style pakaiannya, sama artinya dengan mengganti jati dirinya. Dan, itu bukan dia.
"Mau ke mana, Buk?" goda Benjiro, terang saja ia menggoda wanita cantik yang kini berdiri di samping motornya. Dari pada terlihat seperti orang yang akan ke pasar, atau mencari ikan di mana pun, Seruni lebih mirip seperti anak ABG yang akan nongkrong atau bahkan, dugem.
"Kita itu harus segera, Ben." ucap Seruni, mengabaikan ucapan Benjiro kemudian naik di jok belakang motor Benjiro.
Sepanjang perjalanan keduanya tampak bernyanyi-nyanyi riang, seolah rencana yang akan mereka buat akan berjalan lancar. Saat motor Benjiro berhenti, Seruni buru-buru turun, ia melepaskan kaca mata hitamnya kemudian berjalan beriringan dengan Benjiro. Dan, mulai mencari bahan-bahan yang akan digunakan untuk memasak nanti.
Pepes ikan, kamu menyelamatkanku!
==000==
"Kunyitnya sedikit saja, Uni! Apa kamu mau meracuni Abangku dengan mencampurkan tiga batang kunyit ke dalam pepes ikan itu?!" pekik Benjiro hilang sabar, ini udah kali ke—sekiannya menasihati Seruni. Tapi tetap saja, wanita berotak kosong itu mengulang—ulang kesalahan yang sama.
"Nggak usah dikasih itu, Uni... itu padi!"
Apanya yang padi?
Seruni mengerutkan kening, tatkala ia menggenggam jintan di tangannya. Wajah Benjiro tampak horor, matanya melotot seolah-olah memperingatkan Seruni untuk diam dan mendengarkan setiap intruksinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERUNI
Teen FictionSeruni, wanita berusia 25 tahun memiliki hobi yang unik. Dia bukanlah pecinta buku-buku layaknya kutu buku, pula dengan memasak atau bahkan mengumpulkan pakaian mahal. Seruni hanya ingin tampil cantik, dan demi kata 'cantik' itu ia rela merogoh uang...