Rintik hujan mulai turun, langit terlihat gelap dan suram. Pagi itu benar-benar tidak dapat disangka, hujan mulai turun dengan derasnya disertai angin kencang dan petir yang menyambar-nyambar. Mereka yang ketakutan mendengar suara petir menutup telinganya dan berteriak sementara anak laki-laki berseragam SMA itu hanya terdiam menekuk wajahnya seraya bergumam pada dirinya sendiri. "Huh.. hujan ini menyusahkan saja!" Tak lama setelahnya Bus akhirnya berhenti, semua penumpang turun termasuk siswa SMA itu. Ia mengambil payung hitam miliknya dan berjalan beberapa langkah lagi untuk sampai di sekolah. Matanya pun terpaku setelah melihat pemandangan di depannya, payung berwarna merah darah dan kaos kaki panjang yang kotor terciprat genangan air hujan. "Bukankah dia anak baru itu ? Kak Rischa dari kelas 3-F!" Pikirnya lalu mengabaikannya begitu saja.
"Tunggu!" Suara seseorang mengagetkannya dari belakang.
"Kau Vernoon Lonscatto dari kelas 2-B 'kan ?" Tanya orang itu yang tak lain adalah Kak Rischa .
"Ternyata dia mengenaliku juga! Wajar saja karena aku ini sangat populer. Ada yang bisa ku bantu ?" Anak SMA yang bernama Vernoon itu pun menjawabnya dengan santai.
"Ternyata benar! Tidak ada apa-apa, terimakasih karena sudah menjawab pertanyaanku." Jawabnya dengan nada datar lalu berbalik.
"Itu saja ? Apa-apaan dia ini ?"
"Jaga dirimu baik-baik!" Sambung Rischa.
"Memangnya apa urusannya dengan dia ? Rischa Lolitha memang orang yang aneh, dia lumayan cantik tapi sudah selama tiga bulan ini belum juga akrab dengan siapapun. Orang yang kaku, tidak bisa tersenyum, dan selalu membuat masalah dengan pria. Huh.. tapi entah mengapa selama tiga bulan ini juga aku merasa sedang diawasi olehnya, sebenarnya apa maksudnya ? Tapi kalau dipikir-pikir ini adalah pertama kalinya dia berbicara denganku." Benaknya.Sesampainya di sekolah mereka berdua kembali bertemu, tatapan mata Rischa sangat tajam mengarah padanya. Sebelumnya Vernoon mengira akan terjadi sesuatu yang besar karena tadi ia mengabaikan kakak kelasnya itu, tapi tidak karena Rischa sudah melewatinya sekarang. "Sepulang sekolah aku akan menemuimu di kelasmu. Jadi ku minta padamu untuk diam di sana dan tunggu aku!" Begitulah yang Vernoon dengar saat berpapasan dengannya, terdengar seperti sebuah ancaman. "Apa maksudnya itu ? Tai ya sudahlah.." Vernoon menelan ludahnya, terlihat jelas dari raut wajahnya jika sekarang dia sedang ketakutan.
Mempunyai wajah tampan, atletis, dan kepintaran merupakan kriteria pria idaman bagi siapapun wanita di dunia ini walaupun tidak semuanya. Begitulah tampak sekilas dari sosok Vernoon Lonscatto itu. Tak heran jika banyak gadis di sekolahnya yang tergila-gila padanya, setiap hari di lokernya pasti penuh dengan surat yang entah dari mana datangnya. Di kolong meja pun juga demikian, tak jarang ia mendapat bunga, cokelat, atau hadiah lainnya. Dua minggu lalu Levi si Ketua Osis yang cantik dan tak kalah populer darinya menembaknya di halaman sekolah ditemani beberapa orang temannya, namun Vernoon menolaknya dengan alasan belum cukup umur padahal usianya sekarang sudah menginjak 17 tahun. Levi tentunya sangat kecewa, tapi sosok ambisius Ketua Osis itu tak patah semangat sampai disana. Levi terus mendekati Vernoon melalui aplikasi chat dan yang lainnya, bahkan ia mengganggu siswi-siswi yang mencoba mendekati pangeran berkuda putih itu. Levi memegang kekuasaan sebagai Ketua Osis, ia sangat ditakuti dan selama ia menjabat belum pernah ada seorang pun yang berani melawannya terkecuali sebuah penolakan dari Vernoon.
Pelajaran akhirnya usai juga, sudah jam setengah dua lewat dan Vernoon masih duduk di kursinya. Tampak sekilas ia sedang menunggu sesuatu, bahkan dirinya pun bingung sedang apa ia sekarang.
"Vernoon! Aku duluan ya.." Ucap seorang gadis teman sekelasnya yang paling akrab dengannya.
"Iya!" Jawabnya singkat.
"Kau tidak pulang ? Memangnya kau sedang menunggu siapa ?" Tanya Aldo temannya.
"Aku sedang menunggu.. menunggu siapa ? Kenapa aku harus menunngu kakak kelas yang aneh itu ?"
"Tidak, aku tidak menunggu siapa-siapa! Tunggu sebentar, aku ikut denganmu!" Vernoon memasukkan semua bukunya ke dalam tas lalu beranjak keluar bersama dengan Aldo. Belum sampai satu menit Kak Rischa tiba-tiba saja sudah ada di depannya sedang berdiri tegak dengan mata sayu yang tajam menatap ke depan.
"Mau ke mana kau ?" Tanya Rischa dengan nada yang sedikit menakutkan, siswa-siswi yang lain pun berhenti dan memandangi meraka. Rischa memasuki ruang kelas.
"Duduklah dulu, ada hal penting yang harus ku bicarakan denganmu." Ucapnya kemudian.
"Sebenarnya apa maumu ? Aku menolaknya.." Sahut Vernoon.
"Oh.. begitu ya ? Sayang sekali jika kau tidak akan bisa menolakku." Rischa duduk di atas meja guru.
"Apa maksudnya itu ?"
"Jangan-jangan mereka itu sejoli.."
"Vernoon tidak bisa menolaknya, itu berarti ?"
"Vernoon!"
"Apa ?" Jawabnya santai.
"Maukah kau menemaniku jalan-jalan ke suatu tempat ?"
"Aku harap jawabanmu bukan sebuah penolakan." Rischa mendekatinya dan kemudian mendorong Vernoon ke tembok, Rischa tepat berada di depannya sekarang.
"Apa maksudnya ?"
"Apa itu artinya kau sedang mengajakku berkencan ?" Tanya Vernoon.
"Jawabanmu ?"
"Gadis ini menyusahkan sekali, tapi jika aku menolaknya maka dia akan memukulku di depan umum. Jadi itu artinya juga.. aku tidak bisa menolak permintaannya. Baiklah.. aku akan menemanimu." Jawabnya.
"Jika kau menjawabnya dari tadi maka semuanya pasti sudah berakhir dengan cepat." Ujar Rischa yang kemudian menjauh darinya.
"Aku tunggu di Halte Bus sebelum jam empat, ku harap kau datang lebih awal dariku."
"Aku masih belum mengerti apa maksudmu, aku tahu kau tidak hanya tertarik pada ketampananku tapi juga.."
"Lebih tepatnya aku tertarik padamu!" Rischa melangkahkan kakinya.
"Memalukan sekali! Jadi begitu cara siswa pindahan sepertimu mencari perhatian ? Mengancam Vernoon agar bersedia berkencan denganmu untuk sebuah popularitas itu sangat menjijikan." Levi kemudian muncul paling depan di tengah-tengah kerumunan.
"Kaulah yang paling menjijikan! Menyatakan cinta kepada seorang pria yang tidak mempunyai perasaan padamu itu sangat buruk, lebih mengerikan lagi seseorang sepertimu masih saja mengejarnya. Kau pasti iri karena kau tidak bisa berkencan dengannya 'kan? Dan aku adalah orang pertama yang mendapat sebuah kehormatan itu. Aku tidak peduli bagaimana tanggapan orang lain, yang jelas aku melakukannya sesuai dengan kehendakku." Rischa melaluinya.
"Aku bisa melakukan hal yang lebih buruk terhadapmu karena aku.."
"Lakukan saja semaumu dengan kekuasaanmu itu!" Rischa memotong pembicaraanya.
"Gadis yang lebih kejam dari yang ku bayangkan!" Vernoon menghela napas panjang.Vernoon akhirnya sampai di Halte Bus duduk memandangi wajahnya di kaca layar handphone-nya. Ia tersenyum-senyum sendiri dan bergaya tampak seperti anak muda yang sedang kasmaran. "Wajah tampan, sempurna, kulit putih, menawan.. wajar saja kakak kelas yang lagaknya seperti tentara militer itu memaksaku untuk berkencan dengannya. Gadis mana yang tidak ingin punya seorang pacar sepertiku ? Vernoon Lonscatto yang sangat sempurna.." Begitulah katanya, orang-orang yang melintas memandangnya dengan tatapan aneh, orang-orang tua mungkin mengira bahwa pria muda itu sakit jiwa.
"Narsis!" Suara seseorang yang tak asing didengarnya.
"Sudah berapa menit kau menungguku ? Aku akan mencatatnya dan memperbaikinya saat kencan kedua kita."
"Aku baru saja sampai, mungkin lima menit yang lalu. Dan aku harap tidak ada lagi kencan yang kedua.." Jawab Vernoon.
"Oh, begitu ya ? Aku tahu itu sangat tidak disiplin, aku pasti orang yang sangat menyusahkan."
"Syukurlah jika kau menyadarinya.. Oh iya, memangnya kita mau ke mana ?" Tanya Vernoon penasaran.
"Tenang saja, aku tidak akan membawamu ke Hotel. Kita akan pergi ke Bioskop."
"Bioskop ? Yang benar saja.. ini sih namanya memang kencan.
"Memang kencan 'kan ?"
"Aku pikir dia punya motif lain tapi ternyata dia sama saja dengan yang lain."Melihatnya dari luar saja keramaian sudah terlihat di mana-mana, tidak tua tidak muda bahkan juga anak kecil terlihat memenuhi kursi-kursi berwarna merah yang berjejer rapi memanjang. Ruangan gelap, yang terlihat hanya cahaya dari layar lebar. Vernoon duduk di sebelah Rischa, perasaannya tidak enak karena ini adalah yang pertama baginya duduk bersebelahan di dalam ruangan gelap bersama dengan seorang perempuan selain kakaknya, meskipun mereka tidak hanya berdua.
"Kak Rischa.. sebenarnya kau menonton film apa ?" Tanya Vernoon.
"Jangan memanggilku kakak, kita hanya beda satu tahun. Oh iya, memangnya aku belum memberitahumu ya ? Film ini judulnya Sky Labirinth, sebuah kisah yang menceritakan tentang romansa cinta seorang gadis yang tidak bisa menyatakan cintanya pada seorang ptia." Jawabnya dengan lengkap.
"Aku tidak menyangka jika seorang gadis militer sepertimu suka dengan film percintaan juga."
"Apa kau bilang ? Tentu saja bukan aku yang memilih film ini, tapi seseorang yang sangat membutuhkanmu."
"Membutuhkanku ?" Vernoon penasaran.
"Kau suka film ? Film apa yang kau suka ?" Rischa mengalihkan pembicaraan.
"Aku tidak suka film! Aku lebih suka anime action daripada sampah seperti ini. Eh, kalau bukan kau yang memilihnya itu artinya kau tidak suka juga 'kan ? Lalu kenapa kita harus menontonnya ?"
"Aku juga tidak tahu!" Jawabnya singkat.
"Menyebalkan!"
YOU ARE READING
UNTITLED STORY
RomanceHanyalah sebatas harapan yang sia-sia, atau mungkin menjadi sesuatu yang lebih berarti pada akhirnya bila memungkinkan.