Bandung, 2003.
Seorang gadis mungil berambut pirang panjang sedang sibuk merapikan penampilannya di depan cermin agar lebih pantas menemui tamunya hari ini.
" Tirza, sudah Bibi bilang ngapain kamu ke stasiun lagi ? "
Gadis yang dipanggil Tirza hanya diam seribu bahasa dan tidak memperdulikan Anne - Sang Bibi - . Ia sudah tidak peduli dengan ocehan dan caci maki beliau.
Bibi sering bilang kalau tamu yang akan dijemput Tirza tidak suka gadis berambut pirang panjang " katanya " beliau lebih suka perempuan memakai hijab sebagaimana mestinya. Bibi juga bilang ' Sang tamu ' tidak mau menemui anak sekumal Tirza.
Tirza benar - benar muak dengan omong kosong bibinya. Kalian boleh mengganggap Tirza agak kasar tapi, ketahuilah siapa yang tidak kesal jika ingin bertemu dengan seseorang yang tak pernah dilihat seumur hidupnya?
Setelah Tirza merasa dirinya sudah pantas Ia memutuskan membawa beberapa oleh-oleh dan masakan yang dibuat oleh Tirza sendiri. Kata paman Anthony tamunya sangat suka dengan Nasi goreng tapi, bukan sembarang nasi goreng biasa melainkan nasi goreng spesial plus sempurna. Telurnya tidak boleh gosong harus setengah matang tapi, tidak pecah. Nasinya tidak boleh terlalu lunakk dan yang paling penting bumbunya harus pas.
Ah, Tirza merasa kesayangannya ini orang yang perfeksionis.
Baru ingin Tirza melangkahkan kakinya keluar rumah ada tangan yang mencegah untuk Ia melangkah lebih jauh.
" Tirza aku mohon untuk sekali ini dengarkan Bibi ini untuk kebaikanmu. "
Suara itu.
" Paman juga melarang? Aku kira Paman mendukung aku. "
Inikah rasanya benar benar sendiri? Saat semua orang tidak ada yang memihak pendapat kita sendiri.
Tirza tidak peduli.
Satu hentakan, uluran tangan mereka langsung terlepas. Tirza langsung berlari sangat kencang seakan Ia tidak akan pernah berlari lagi.
Sekarang Ia hanya fokus pada 1 tujuan.
Stasiun, peron 6, menjemput kesayangannya.
🐾🐾🐾
Dunia sudah tidak berpihak padanya lagi.
Jika nanti Ia akan bertemu kesayangannya Ia tidak akan sudi pulang kerumah.
Saking kencang larinya air mata nya sudah ditelan angin yang tersisa hanya suara helaan nafas yang tidak ada hentinya, lelah.
Tempat yang jadi tujuan utama Tirza pun terlihat. Misi keduanya untuk mencari peron 6 sedang berlangsung. Kata beberapa penumpang peron 6 ada diujung stasiun.
Tirza berlari lagi.
Terus berlari.
Sampai angka 6 berwarna putih yang tertulis di papan terlihat.
Akhirnya impiannya.
Bahagia itu sederhana kawan.
Sekarang misi terakhirnya hanya menunggu.
Tirza membayangkan seperti apa kesayangannya?
Tirza akan sabar menunggu.
Selalu sabar.
Tapi, menunggu cukup melelahkan.
🐾🐾🐾
Langit mulai berubah menjadi jingga tanda senja akan datang.
Dimana kesayangannya?
Sudah 3 kali Tirza mendapat usiran dari petugas loket namun dia tetap kekeuh dengan pendiriannya, menunggu.
Sampai akhirnya seseorang melangkahkan kaki ke arahnya.
Ini dia.
Ini kesayangannya.
Tirza memejamkan matanya berharap 3 detik sudah mendapatkan elusan diatas kepala namun Ia salah.
Salah besar.
"Tirza jangan harap aku mau mengelusmu. "
" Paman? Sedang apa? Mau membujukku pulang aku tidak mau. "
" Tirza kesayanganmu tidak akan pernah datang. "
" Bohong, aku ga percaya. "
" Tirza kesayanganmu tidak pernah menginginkan kamu, pikir baik-baik itu sebabnya kamu masih tinggal satu atap dengan Paman dan Bibi. Paman tidak rela melepas kamu. Paman takut kamu kecewa karena salah memilih arah. "
" Oh iya tentang pulang kerumah Paman juga tidak memaksa, pilihan kamu ada 2 yang pertama kamu kesal dengan Bibi dan Paman jadi, kamu tidak mau pulang atau jadi gembel di stasiun Paman tak masalah atau pilihan terakhir kamu pulang dan anggap masalah ini tidak pernah terjadi. Pintu rumah selalu terbuka lebar untuk seorang Tirza Forsa."
" Yang terakhir, jika kamu memutuskan untuk pulang jangan pernah mengeluarkan air mata setitik pun kamu tidak pernah pantas menangisi hal sekecil ini. "
Tirza merasakan rasa lega dan kecewa sekaligus.
Lega, karena Paman yang Ia kenal dari dulu masih ada dan tidak pernah berubah.
Kecewa, karena tamu spesial tidak akan pernah datang dan menjemputnya.
Mungkin Tirza harus lebih bersyukur.
Entah kenapa Tirza tidak ingin menangis.
Ia merasa sudah di tempat yang benar.🍪🍪🍪
" Tirza pulang! "
"Sudah bertemu dengan kesayanganmu? "
Tanya Bibi."Sudah dong tapi, gatau kenapa Tirza jadi benci sama dia jadi, Tirza pulang aja deh rasanya lebih sayang Paman sama Bibi. "
" Bibi ini ada Tirza mau kasih sesuatu spesial loh. "
Bibi Anne mengernyitkan dahinya tanda tidak mengerti apa yang dibicarakan Tirza.
" Jeng jeng jeng, nasi goreng spesial khusus buat Bibi Anne. "
"Loh? Bukanya ini bua- "
" Sudah Bibi makan saja lebih pantas buat Bibi daripada buat dia. "
Tirza pun mengedipkan satu mata ke pamannya.
- SELESAI -
A/N
Hiyaa 708 words hehe sebenernya gua gaada niat buat bikin cerita ini tapi, gegara try out yang bikin pusing tujuh keliling jadi deh . . .
Btw yang di deskripsi cerita itu gua ambil dari soal Bahasa Indonesia tapi, cerita ini 100 persen dari otak gua kok ((:
Ada yang bisa nebak ga siapa kesayangannya Tirza?
Oh iya Pika disini sangat butuh kritik & saran Pika terima yang hott sekalipun .
Tertanda,
Pika yang ngebacot mulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enam ratus tujuh puluh satu hari.
Short Story[ 110518 253 #Trueshortstory ] [ 120518 259 #Trueshortstory ] [ 1/1] Enam ratus tujuh puluh satu hari aku mengunjungi peron kereta ini. Tak seharipun kulewatkan untuk menjemput kedatanganmu. Enam ratus tujuh puluh satu hari aku berdiri selama lima...