♡2♡

70.2K 1K 15
                                    

Sarapan pagi sudah tersedia, lauk pauk mewah seperti biasanya terhidang rapih di atas meja, Abirah memandang dengan sangat ingin memakan makanan mewah yang tersaji itu, tapi itu hanya sebatas ingin karena tidak mungkin akan menjadi kenyataan.

"Ambilkan kunci mobil" perintah Wisma yang baru saja datang dan menarik kursi. Abirah dengan cepat mengambil kunci mobil di meja ruang tamu lalu menaruhnya dekat sang tuan yang sedang makan.

"Mau makan?" Tanya Wisma.

Abirah mengangguk. Sangat! Ia sangat ingin makan, tak apa walau hanya nasi yang penting ia makan.

Dengan cepat Wisma mengambil satu centong nasi dan tahu goreng untuk wanita di hadapannya.

"Ini" Wisma memberi piring berisi nasi dan tahu itu kepada Abirah.

"Terima kasih tuan" kata Abirah hendak pergi namun di cekal oleh Wisma.

"Mau kemana?"tanya Wisma dengan senyum tipis yang menakutkan.

"Ke ka-kamar tuan" jawab Abirah menunduk takut.

"Aku ingin sarapan, tapi aku ingin kau yang jadi sarapan ku pagi ini" jelas Wisma dengan senyum picik. Abirah mengerti dari ucapan sang tuan, sungguh ia takut tapi tak bisa menolak.

Wisma bangun dari tempatnya, ia menempelkan tubuhnya pada tubuh Abirah, lalu meletakan piring yang di pegang Abirah.

Tangannya mengusap halus permukaan bokong wanita itu. Lalu tangannya menjalar membuka kancing baju yang dikenakan Abirah, tak hanya itu saja bahkan bibir Wisma sudah melumat habis bibir pink milik Abirah.

"Buka" perintah Wisma memaksa Abirah untuk membuka mulutnya, dan di sanalah lidah Abirah dililit oleh lidah Wisma sang tuan yang membelinya.

Selesai dengan adegan perang lidah, keduanya sama-sama terengah, mengatur nafas masing-masing.

"Bermain denganku sebentar, aku sudah tidak tahan" ucap Wisma hendak membuka kemeja merah yang dikenakannya, namun sayangnya Arthur datang dan merusak situasi panas ini.

"Jay sudah menelfon pak" kata Artur pemuda yang statusnya menjadi sopir Wisma.

"Kalian sungguh merusak gairahku" kesal Wisma dengan suara pelan namun terkesan menekan.

Dengan kasar Wisma mendorong tubuh Abirah yang saat ini mengenakan tanktop juga jeans.

Abirah menunduk malu. Pagi ini bukan untuk pertama kalinya ia terperegok oleh Arthur si sopir tampan itu, sudah sering kali Arthur melihat tubuh Abirah karena tuannya itu selalu saja melakukan perbuatan seperti tadi dimana saja.

¤¤¤¤¤

Abirah diam termenung di halaman belakang yang penuh dengan bunga. Ia mengusap setangkai mawar di tangannya, lalu mencium bau wangi bunga itu.

"Kau terlihat cantik, tapi kau punya senjata tajam di balik kecantikanmu" kata Abirah menatap mawar merah yang baru di petiknya.

Ia kembali termenung. "Ayah" kata itu hampir membuat tubuhnya sesak. Ia ingin bertemu ayahnya di rumah sakit, tapi ia selalu di kurung di ruamah besar ini dengan rasa sakit yang terus menderanya.

"Non" seseorang menyapanya. Pria. Itu suara pria, Abirah menengok ke sumber suara.

"Arthur" kata Abirah.

"Sedang apa?" Tanya Arthur.

"Menjaga teman-temanku"kata Abirah dengan senyuman manis.

"Teman? Bungakah?" Tanya Arthur bersedikap. Abirah mengangguk dengan senyum yang teramat manis.

"Boleh saya duduk?" Tanya Arthur lalu di angguki lagi dengan Abirah si wanita cantik juga mungil.

"Mereka cantik bukan?" Tanya Abira memerhatikan bunga-bunga yang di rawatnya hampir satu tahun lebih.

"Cantik. Sangat cantik." Jawab Artur mengikuti pandangan Abirah.

"Non," Abirah mengok ke arah Arthur. " lihat bunga sepatu itu, dia cantik, tapi sayang hampir mati" kata Artur menunjuk bunga sepatu yang layu itu.

"Oh, astaga, kenapa aku baru tau" Abirah terkejut sedangkan Arthur memandang Abirah sedih, bukan itu yang di makudnya.

"Non, dia mirip non" kata Artur. Abirah mengeryit tak mengerti.

"Non cantik, tapi hampir mati, Arthur tau Non orang baik, tapi...kebaikan non di pandang rendah oleh Tuan, baru kali ini Arthur lihat wanita setegar Non, jika non butuh bahu untuk bersandar panggil Arthur Non" kalimat panjang itu di ucapakan oleh Arthur pemuda 20 tahun yang saat ini menjadi sopir Wisma.

Arthur pergi setelah mengucapkan kaliamat itu. Dan hati Abirah sedikit nyeri setelah mendengar itu, yah, ia tahu kalau Orang-orang dirumah itu sudah tau bagaimana Wisma selalu memperbudakanya, dan itu membuat Abirah malu tapi itu dulu, sekarang ia tak begitu malu karena sudah terbiasa.

¤¤¤¤¤

Lelah. Kesal. Emosi. Hari ini ketiga kata itu membuat Wisma hampir pecah kepala. Bagaimana tidak, Jay photografer propesional itu membuatnya beradegan ranjang dengan seorang wanita menjijikan. Sungguh ia kesal setengah mati.

"Tu-tuan, air hangatnya sudah siap" kata Abirah takut.

Wisma menatap wanita itu. Ketika lelah wanita itu entah kenapa membuat libidonya naik, ia selalu bergairah ketika melihat wanita yang di belinya itu.

"Temani aku mandi" ucap Wisma berjalan ke arah kamar. Abirah mendesah, lalu mengikuti tuannya berjalan.

Abirah (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang