III

118 29 26
                                    

Pria berkumis itu menutup pintu rumah dengan perasaan damai. Di ruang keluarga ia melihat anaknya duduk di depan teve tanpa berekpresi apapun.

"Hai, Putriku." Jonas mengambil tempat duduk dan menempelkan kepala putrinya di bahu.

"Kau masih ingat kakak yang kemarin ke sini?" Ia bermonolog.

"Kakak itu sudah menjadi Putri Salju sekarang, dia menjadi gadis cantik dengan kulit putih bersih. Ia juga menunggu pangerannya saat itu--apa? Tidak, Ayah tidak membunuhnya, yang membunuhnya adalah sang pangeran itu sendiri."

Ia mengelus pipi putrinya yang mulai berkerut di mana-mana.

"Dulu, bukankah seorang pangeran juga membunuhmu, Tuan Putri?" tanyanya dengan mata kosong.

"Waktu itu kau juga menunggu pangeranmu ... lelaki memang makhluk keparat ya. Ia tidak datang, aku yakin kau masih ingat.

"Sayangnya waktu itu, aku, sang kurcaci telah lalai. Kau tak memakan apel penyihir memang, tapi salju di luar sana menidurkanmu.

"Kakak itu juga sama, lalu aku sadar, sebagai seorang kurcaci aku harus menjaganya, bukankah begitu?"

Pria itu memandang wajah anaknya yang kosong. Mata anaknya semakin mengecil, kisut telah tumbuh di mana-mana.

"Hmm, waktunya mandi ya, Tuan Putri. Aku tidak mau tubuhmu rusak, tapi bertahanlah, ini karena air ajaib formaldehidnya hampir habis. Aku akan membelinya besok, sekarang, ayo mandi!" Tubuh kecil gadis itu dibopong oleh ayahnya ke kamar mandi. Tangan kisutnya terkulai lemas, tak bernyawa.

-

"Kampret! Kau mengusirku?!"

"Tidak, aku hanya menyarankanmu pulang, Nyonya, taksi tidak akan ada--"

"Laki-laki itu menyebalkan ya. Kau juga!" Gadis berambut pendek itu membentak seorang pria ramah berkumis di depannya.

"Maaf, tapi kau sedang bertengkar dengan pacarmu?"

"Bukan urusanmu, Pak Tua!" Gadis itu menenggak minumannya sekali lagi.

"Kau tahu, anak gadisku juga berurusan dengan lelaki menyebalkan."

"Ya kan! Laki-laki itu memang sialan! Huh dasar!" Gadis itu mengangkat gelasnya lagi, isyarat untuk minta diisi kembali.

"Tidak, Nyonya. Kau sudah cukup mabuk. Lagipula ini sudah malam--"

"Rumahku jauh! Dasar kau kumis melengkung cerewet!"

"Kalau begitu, kau bisa tidur di rumahku."

"Kau mau mencoba memperkosaku, hah?! Aku tahu aku mabuk--"

"Aku membantumu." Jonas memotong omongan gadis itu dengan menengaskan setiap katanya.

"Tidurlah di kamar bersama anak gadisku, siapa tahu kau juga mendapat solusi darinya."

"Cih! Baiklah."

Kena kau.

"Rumahku ada di seberang jalan, ke sanalah terlebih dahulu, aku akan berberes." Gadis itu menurut.

Setelah menunggu di depan rumah, dua menit kemudian pria itu keluar kafe, mematikan listrik dan mengajak gadis itu masuk ke dalam rumah.

"Oh, putriku masih belum tidur, kau bisa berbincang dengannya."

Pria itu pergi menjauh, meninggalkan dua orang gadis di sofa.

"Kenapa kau diam saja?" Gadis pemabuk itu bertanya ke anak pria itu.

SaljuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang