Tunggu di sana, gue jemput.
Aku masih menatap heran chat balasan yang dikirim Tarendra. Hey, ada apa ini? Kenapa dia harus repot-repot menjemputku. I'm okey. Nggak ada masalah kalo aku pulang sendiri. Dan pulang menggunakan angkutan umum adalah hal biasa bagiku.
Jadi kutuliskan jawaban agar dia tak perlu repot.
Nggak usah✔️✔️
Pesanku masuk tapi belum dibacanya.
Hoyyy, Tarendra ✔️✔️
Nggak usah ✔️✔️
Gue udah pesen gojek ✔️✔️
Kukirim rentetan pesan. Tapi tak ada balasan dan masih sama centang dua tapi abu-abu. Yang berarti dia belum membacanya.
"Nggak pulang?" salah seorang temanku bertanya.
"Nunggu jemputan." jawabku.
"Mobil lo mana?" seorang lagi temenku bertanya.
"Lupa ngisi minumnya aku."
Aku memang lupa mengisi minuman untuk si Brio. Jadi meninggalkannya di rumah dan menaiki taxi online adalah pilihan terbaik daripada si brio ngambek dan mogok di jalan.
"Nggak ngafe dulu dong kita," temanku yang lain bersuara.
"Absen dulu ya."
"Ya udah kalo begitu duluan ya." pamit ketiga orang temenku itu. Mereka berjalan beriringan menuju gerbang kampus. Biasanya nyari makan di sekitaran kampus yang deket banget sama pasar aviari.
"Hati-hati dijalan ya." teriakku. Dan dibalas lambaian tangan dari mereka. Akhirnya kami saling melambaikan tangan gitu.
Sebuah chevloret captiva hitam berhenti tepat di depanku. Membuatku yang dari tadi sibuk menunduk karena sedang mengutak-atik hape mengangkat kepala. Dahiku berkerut, siapa? Batinku.
Tiba-tiba kaca penumpang di samping kemudi terbuka. Kepala Tarendra menyebul dari sana. "Masuk." perintahnya membuatku berkedip beberapa kali karena belum sadar kalo perintah itu ditujukan untukku. "Masuk, Oriza." dia mengulang perintahnya. "Atau perlu gue yang bantu lo buat duduk?" ancaman yang langsung membuatku membuka pintu dengan segera. Nggak lucu kan kalo dia benar ngelakuin apa yang dia ucapkan? Secara dia kan nggak bisa ditebak gitu orangnya.
"Kalo aku nerima tumpangan ini, utangku bertambah, nggak?" Aku langsung mengajukan pertanyaan itu begitu duduk di bangku penumpang di samping Tarendra.
Tarendra yang hendak melajukan mobilnya menoleh padaku. "Maksudnya?" di keremangan cahaya aku masih bisa melihat kerutan di dahi pria itu tanda tak paham dengan apa yang kukatakan.
"Utang yang kemarin aja belum kubayar, nambah lagi sekarang utang budi, kapan kelarnya coba utang-utangku." sewotku.
"Ohh," Tarendra mengangguk-angguk mengerti, senyum tersungging di bibirnya. "Tenang aja, gue punya waktu seumur hidup untuk menagih hutang ama lo kok. Dan lo tinggal nyiapin waktu lo seumur hidup untuk berurusan ama gue." jawabnya yang membuat mulutku membuka. Aku terngangga dibuatnya.
Kutaruh telapak tanganku di keningnya. Nggak panas kok. "Kamu sehat? Nggak lagi mimpi kan? Ngelindur gitu?" tanyaku. Telapak tanganku masih bertengger manis di keningnya.
"Apaan sih lo," Tarendra menyingkirkan tanganku. Lalu mulai menjalankan mobilnya. "Sehatlah, kalo nggak sehat nggak mungkin gue duduk di samping lo sambil nyetir mobil." jawabnya enteng. "Gue kan nyante gini orangnya nggak buru-buru, jadi nyante aja bayar utangnya." lanjutnya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Couple Goals
Fiksi Umum[Random private! follow first before reading] When Jagara Tarendra find a girl who can change his opinion about life. When Oriza meet a men who always bring a trouble in her life. Kover comot dari theme xiomi