Suoh merupakan satu tempat yang terletak di provinsi Lampung, tepatnya kawasan Lampung Barat. Pada tanggal 31 Desember 2017 kami berkumpul untuk memulai perjalanan. (Foto dari kiri ke kanan) Edi, Ricardho, Meike, Candra, Cinthya.
Perjalanan kami dimulai dari Bandar Lampung bersama satu wadah pokdarwis dengan nama Midogh_kuy, mereka adalah Bayu dan Asis. Kami memulai perjalanan pada pukul tujuh pagi itu. Candaan ringan menyatukan kami bertujuh, tak ada suasana canggung meskipun kami baru saling mengenal terutama dengan Bayu dan Asis. Untuk memudahkan, kami memanggil mereka dengan sebutan mas Bay dan mas Sis. Tawa renyah tak pernah hilang walau sedetik. Estimasi perjalanan Bandar Lampung hingga kota Liwa kurang lebih enam jam. Satu jam telah berlalu, kami memasuki jalan menuju Bandar Jaya. Sepanjang jalan beraspal tampak sawah juga kebun pada sisi jalan. Tak terasa kami tiba Lampung Utara, terdapat tulisan "Lampura Sikep" di sisi kanan jalan.
Saya bertanya kepada dua guide kami tentang arti Sikep, namun mas Sis hanya menjawab "Gak tahu", lalu saya mulai melakukan protes kecil atas jawaban yang ia berikan.
Tak lama kemudian mas Sis berkata tanpa ada yang bertanya "Sikep itu artinya bagus, jadi Lampura Sikep artinya Lampung Utara bagus" kami heran karena tiba-tiba saja ia tahu setelah sebelumnya menjawab tak tahu.
"Tadi gak tahu, karena di protes jadi barusan searching di google" pecahlah tawa kami mendengar jawaban mas Sis.
Dalam perjalanan melewati Tugu Payan Mas sebagai icon kota. Beberapa saat karena merasa lelah Meike, Edi, Ricardho, juga Candra tertidur sedangkan saya masih menatap jalan yang kami lalui dengan takjub karena banyak melihat patung-patung yang di bangun, ada patung gajah putih sedang menarik kereta, ada juga patung Soekarno, patung dua pasang tangan perempuan Lampung yang dihiasi kuku dengan keadaan terbuka sedangkan dibagian atas telapak tangan itu terdapat payung khas Lampung, dan masih banyak lagi lainnya.
Kami tiba di Simpang Luas dengan jalan aspal berliku yang tak terlalu lebar, bagian kiri terdapat tebing dihiasi pepohonam, sisi kanan terpampang jelas gunung yang berdiri kokoh di kejauhan juga pepohonan, awan biru memayungi padahal beberapa hari sebelum keberangkatan kami hari selalu saja hujan, namun kali itu kami diberikan kesempatan untuk menikmati karya tangan Sang Pencipta dengan cuaca yang amat baik. Tak hanya berliku namun jalan yang kami lewati naik juga turun membuat kami seolah naik roller coaster. Jalan tak terlalu ramai hingga kami benar-benar lepas dari penatnya kota.
Tak berapa lama Edi meminta agar berhenti sejenak, ia mengalami sakit perut dan saat itu hanya toilet yang ia butuhkan, sedangkan jalan lintas tak memiliki satu pun pemukiman warga. Mas Bay bilang kalau sebentar lagi kami akan memasuki area rumah warga namun Edi tetap bersih keras untuk berhenti. Kami menemukan sebuah rumah papan di sisi kanan jalan dan memutuskan untuk berhenti, saat itu pukul dua belas. Ricardho dan Candra ikut turun, ternyata sang pemilik warung menjual pecel alhasil mereka memesan sedangkan Cinthya dan Meike lebih memilih untuk menahan sebentar rasa lapar karena kami akan segera tiba di kota Liwa, tempat tujuan awal kami siang itu. Sambil menunggu kami tak membuang kesempatan yang ada, maka kamera selalu menjadi pilihan utama. Inilah kami di jalan Simpang Luas.
Kalau di perhatikan dengan seksama, tepat di belakang kami terdapat satu rumah papan yang berdiri sendiri dipuncak bukit, itu pun menjadi daya tarik untuk tempat itu, juga jalan sangat sepi hingga kami bisa bermain di tengah jalan. Setelah Edi kembali bergabung dengan kami ia tampak menahan senyum. Ia menceritakan bahwa toilet yang ia gunakan sungguh unik. Hanya terdapat satu dinding yang tak terlalu tinggi menjadi penutup toilet dan itupun hanya satu sisi, sedangkan tiga sisi yang lain tak ada pembatas hingga dapat dibayangkan ketika seseorang sedang menggunakan toilet tersebut ia dapat dengan bebas menatap pepohonan yang lebih terlihat seperti semak-semak bahkan tak terpikirkan kalau ada binatang yang berkeliaran di sekitar. Uniknya lagi ada satu rumah yang dibangun dengan dua lantai dekat situ, karena tinggi dinding hanya sekitar satu setengah meter maka dapat dipastikan ketika seseorang berdiri pada lantai dua rumah tersebut, ia dapat melihat orang lain yang sedang berada di toilet. Kami tak melihat namun membayangkan apa yang disampaikan Edi membuat perut kami geli hingga tergelak. Lagi-lagi kami mengambil foto namun kali ini dengan personel yang lengkap.
Ikuti terus perjalanan kami...
Jangan lupa tinggalkan jejak teman
KAMU SEDANG MEMBACA
Alam bercerita
AdventureTulisan ini saya buat untuk memperkenalkan indahnya pesona Lampung barat, terutama Suoh keindahan alam yang terbentuk alami akibat letusan gunung Mas pada tahun 1994. Bagi kalian penyuka petualangan kalian harus coba