-Langit seolah runtuh menimpaku, dan aku terjebak didalamnya-
❤❤❤
.
.
.Satu tahun sudah Yuhi aktif dalam halaqoh dan beberapa organisasi lain.
Sore itu di bulan Ramadhan, komunitas tarbiyah mengadakan Ifthor Akbar. Yuhi yang bertugas membawakan puisi, belum juga hadir.
Akhirnya, puisi ditampilkan oleh yang lain. Teman-teman pun mulai memperbincangkannya.
"Yuhi ke mana, ya? Bukannya dari jauh-jauh hari sudah diwanti-wanti?” tanya Ayni.
"Iya, ya? Tiba-tiba Yuhi menghilang begini. Tidak biasanya dia mangkir dari amanah," sambung Vivi.
"Sudahlah. Toh, puisinya sudah ditampilkan. Tidak usah nge-gibah," ucap Yora, mengingatkan.
"Bukan gibah, Yor. Ini tuh bentuk kecemasan," bantah Indi.
"Mungkin saja dia sakit, jadi tidak bisa datang. Mungkin juga handpone-nya kehabisan kuota, jadi tidak bisa mengabari kita," kata Yora lagi.
"Kalau sakit atau habis kuota, mengapa waktu ditelepon tidak diangkat? Alasan apa lagi hayo? Aneh kan?" jelas Fani.
"Iya. Apalagi sudah dua kali dia alpha datang liqo," sambung Vivi.
"Ya sudah kalo begitu. Setelah acara ifthor ini, kita ke rumahnya deh! Biar hilang rasa penasaran kalian," usul Yora.
"Setuju. Kita ajak Gaza sekalian!" sambung Diana.
Azan berkumandang. Ucapan hamdalah terdengar serempak. Mereka pun membatalkan puasa dengan takjil yang telah disiapkan.
***
Malam itu, empat motor terparkir di depan rumah Yuhi.
Hujan tipis mulai turun, sementara beberapa muslimah sedang duduk di sebuah dego-dego, sebutan dalam bahasa Manado yang berarti tempat duduk santai dari bambu. Letaknya di teras rumah Yuhi.
"Sepertinya rumah ini memang kosong deh. Sudah setengah jam kita di sini, tapi tidak ada yang menyahut membalas salam kita," ucap Indi.
"Terus sekarang gimana? Kita pulang nih?" tanya Vivi.
"Hujan masih turun. Sedikit lagi lah. Aku nggak bawa jas hujan," pinta Ayni.
"Sholat Tarawih udah mau mulai. Bagaimana kalau kita ke masjid dekat sini?" usul Gazalah.
"Iya, boleh deh." Fani menyetujui, begitu pun dengan yang lain.
Namun, Diana tak bersua sejak tadi. Ia sibuk berlalu-lalang memutari rumah Yuhi, mencoba mencari celah karena merasa ada yang tidak beres.
"Eh, sini deh!" panggil Diana.
Langkah Gazalah dan yang lain terhenti dengan panggilan Diana. Mereka pun bergegas mendekati.
Tepat di samping rumah Yuhi, sebuah jendela dengan gorden sedikit tersingkap, mampu membuat pandangan mereka menjelajah dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malaikat Berlesung Pipi [END]
SpiritualKebahagiaan yg baru saja ia temukan dalam sebuah lingkaran ukhuwah itu, lenyap dalam sekejap mata, ketika sesuatu yg ghaib datang menghancurkan? Salahnya kah? Atau memang kehendak takdir? -Yuhila risya- . . Follow IG: @ulyarisya