Kelabu

53.9K 2.4K 105
                                    

Karena senyuman tak mampu membahagiakan hati
Percayalah, ini tidak segampang itu
~Dua Cincin~

Sejak pagi tadi Ratih belum mau menyentuh makanannya. Bi Ranum sengaja membawa makanan itu ke kamar Ratih karena sampai sore ini Ratih belum juga ke luar kamar.

"Aku nggak mau makan bi. Toh nggak ada yang peduliin aku."

Bi Ranum menghela nafasnya, tidak tahu harus menjawab apa.

Hanya Bi Ranum yang menemani Ratih di rumah. Semua penghuni rumah ini sedang ke Semarang, ke kota kelahiran Raka. Bukan sekadar pulang kampung untuk melepas rindu--tapi melangsungkan upacara pernikahan Raka. Pernikahan kedua. Ratih memilih tetap di rumah, meratapi kesedihannya.

Ratih terus memandang kearah luar jendela. Bukan karena ada objek yang ingin ia perhatikan, melainkan merajut pikiran yang kosong.

Sesekali ia mengusap pipinya yang dialiri air matanya sendiri. Kadang ia terbayang wajah Raka yang mungkin sedang tersenyum manis sambil menyalami tamu-tamu yang hadir. Atau terlintas wajah bahagia Ratna yang berhasil merusak mimpi-mimpi indahnya.

Angan-anganku hancur!
Kenapa harus ada wanita lain?!

Ratih memandang foto pernikahannya dengan Raka yang bertengger diatas ranjang mereka. Tangisnya kembali pecah tatkala kelak akan ada foto seperti ini di kamar yang lain. Dengan sosok wanita lain juga pastinya. Pun kelak akan ada ranjang yang lain bagi Raka. Ratih tak lagi menjadi satu-satunya rumah bagi Raka. Akan selalu ada pelukan yang lain menemani malam Raka kelak.

"Aku menikahinya karna permintaan orangtuaku, Ratih. Dia sakit parah! Aku tidak bisa menolak. Tolonglah mengerti sayang..."

Kata-kata Raka itu terus terngiang dipikiran Ratih. Ada rasa percaya dilubuk hatinya memang. Tapi, Ratih yakin Raka lambat laun akan berubah. Seperti kejadian-kejadian diluar sana, isteri muda yang selalu lebih dipuja.

"Aku nggak sanggup mas. Aku nggak sanggup nerima dua cincin dari hatimu. Aku tak sehebat itu." lirih Ratih menatap foto pernikahan mereka.

💍💍💍

Hari ini seluruh keluarga Raka berkumpul di ruang tengah. Bercakap-cakap, bersendagurau, saling mengakrabkan diri satu sama lain. Tak jarang mereka tertawa. Entah apa yang mereka tertawakan. Sungguh suasana keluarga yang hangat. Persis seperti yang terjadi sembilan tahun yang lalu--saat Ratih dan Raka masih menjadi pengantin baru.

Raka menghampiri Ratih yang memilih tetap berada di kamar. Sebenarnya ada rindu yang menyeruak dihati Ratih. Sudah seminggu Raka berada di Semarang. Keluarga Ratna meminta diadakan pesta berhari-hari untuk merayakan hari kebahagiaan puteri mereka. Kebahagiaan yang menjelma menjadi segelas kopi terpahit bagi Ratih tentunya.

Ratih berpura-pura tidak tahu jika Raka telah berada di sampingnya. Banyak kata yang ingin dia sampaikan sebenarnya. Tapi dia memilih untuk tak bergeming, mengingat hari ini Raka ada milik Ratna.

"Aku tau tidak mudah. Tapi aku ada disini untukmu." ucap Raka sembari mendekati Ratih yang duduk ditepi ranjang.

Raka meraih tubuh Ratih, memeluknya dalam keheningan. Ratih tak bergeming, dia mencoba mengeraskan hatinya. Namun apalah daya, air matanya tak lagi dapat ia bendung. Ratih menenggelamkan wajahnya dalam pelukan Raka. Pelukan yang kini tak lagi jadi miliknya seorang, pikirnya.

"Menangislah. Maaf sudah menyakitimu. Jujur aku juga benci mengapa ini harus terjadi." ucap Raka dengan suara yang serak. Tangisan Ratih semakin pecah. Sebenarnya dia bisa merasakan kalau Rakapun merasakan kehancuran yang seperti dia rasakan. Mungkin dia terlalu egois karena berpikir bahwa tidak ada yang tersakiti selain dirinya.

"Aku nggak pernah berpikir untuk menghadirkan teman yang seperti ini untukmu. Bukan teman berupa wanita lain yang aku rindukan, tapi seorang gadis kecil, putri kita." ucap Raka yang kini juga ikut menangis, dadanya begitu sesak.

"Aku nggak sanggup mas. Mas bukan lagi milikku seutuhnya."

"Siapa bilang?! Aku hanya milikmu seorang! Tidak ada seorangpun yang dapat mengubahnya!" tegas Raka.

"Tapi Ratna sekarang istrimu mas..."

"Tugasku hanya untuk menjaganya. Supaya dia bisa merasakan impian masa kecilnya itu diakhir umurnya ini. Ayolah Ratih, cobalah mengerti. Tidak akan ada yang berubah..." bujuk Raka.

"Tanggungjawabmu atasnya tidak sekadar itu mas. Mas harus menafkahinya lahir dan batin." lirih Ratih.

"Terserah apa katamu Ratih! Sudah kukatakan aku tetap milikmu seorang!" bentak Raka seraya pergi dari hadapan Ratih.

Ratih menangis tersedu. Hatinya benar-benar pedih hari ini. Ratih percaya kelak Raka akan menerima Ratna dihatinya. Lelaki mana yang tidak senang jika beristeri dua? Raka pasti sendang berbohong, pikirnya.

"Tidak apa mas. Aku harus belajar merelakanmu..." lirih Ratih dalam kesendiriannya.

💍💍💍


Dua Cincin (SEBAGIAN PART DIUNPUBLISH) Baca Ceritaku Yang On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang