Mereka terdiam untuk beberapa saat. Biru melirik Lami yang duduk di sampingnya. Ayunan yang mereka naiki geraknya semakin lama semakin lambat. Biru tersenyum tipis saat tatapannya bertemu dengan Lami. Lain lagi dengan cewek itu yang langsung membuang pandangan ke depan.
"Lo jangan GR. Gue ngajak lo kesini karena... " Lami berhenti lalu melihat ke arah Biru yang terus menatapnya.
"Karena?" Biru menaikan alisnya.
"Gue juga nggak tahu."
Biru terkekeh.
"Karena disini tempat favorit gue kalo lagi sedih." Ucap Lami menatap ke atas, memandangi bintang yang terlihat sangat menawan di atas sana. "Ayunan ini punya kekuatan magis. Asal lo tahu aja, saat ayunan ini mengayun untuk yang ke seratus kalinya. Sedih lo akan berkurang, atau bahkan hilang."
Biru mendengarkan penjelasan Lami dengan serius seakan-akan apa yang di jelaskan cewek itu benar-benar nyata.
"Udah mengayun untuk yang ke seratus!" Ucap Lami penuh semangat dengan wajah yang berseri-seri. Meski hanya dengan penerangan lampu belakang rumah yang seadanya Biru bisa melihat dengan jelas wajah cantik Lami yang mampu menyihirnya. Lehernya seolah terkunci untuk tetap menoleh pada Lami.
"Lo masih sedih?"
Tentu saja Biru masih sedih. Ayunan magis? Biru sama sekali tidak mempercayai itu. Tapi satu hal yang Biru yakini. Dengan memandang Lami saat cewek itu berbicara mampu membuat Biru melupakan kesedihannya sejenak.
"Keren ya ayunan lo." Ucap Biru memuji. "Bisa ngurangin kadar sedih seseorang."
Lami lantas sangat bahagia mendengar pernyataan Biru. Bibirnya tersenyum hingga memperlihatkan deretan giginya yang berbaris tidak begitu rapi karena terdapat gingsul disana. Gingsul yang menambah kadar manis ketika cewek itu memperlihatkan giginya.
"Iya dong. Setiap gue sedih, gue pasti kesini." dengan bantuan kakinya yang bertumpu di atas tanah, Lami mendorong ayunan yang mereka naiki kearah belakang lalu melepaskan sehingga ayunan itu kembali bergerak.
"Berarti gue boleh dateng ke sini kalo lagi sedih?"
Lami pura-pura berfikir. "Asal ada bayar sewanya." ucapnya tertawa kecil. "Tapi bukan duit ya."
"Terus apa?"
"Sesuatu yang manis-manis."
"Gue, dong?" Tanya Biru percaya diri.
Lami lantas mendengus melihat Biru secara tidak langsung memuji dirinya sendiri.
"Maksud gue makanan." Kata Lami memutar bola mata.
"Pantesan ya badan lo bulet."
"Apa?" Mata Lami langsung melotot ke arah cowok itu. Biru tidak menyadari bahwa dirinya baru saja mengucapkan hal yang sangat sensitif bagi kaum hawa.
Biru segera menepuk bibirnya. "Nggak, nggak ada." Sahutnya menggeleng ngeri.
"Awas lo ya kalo bilang gue bulet lagi. Gue ini sebenernya langsing, cuma belum saatnya aja."
Biru lantas tertawa terbahak. Bagaimana bisa Lami mengatakan dirinya langsing tapi belum saatnya. "Ada-ada aja lo."
Lami memanyunkan bibirnya.
"Thanks ya."
"Kok gue jadi baik gini sih ke lo. Padahal lo kan cowok yang paling ngeselin sejagad raya."
"Karena gue ganteng." jawab Biru cepat.
"Apaan sih, ganyambung keles."
"Yaaa di sambung-sambungin aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru
Novela JuvenilBiru tidak akan pernah sama dengan Bintang. Biru ya Biru, Bintang ya Bintang. mereka berdua memang terlahir dari rahim ibu yang sama tapi semua yang ada pada diri mereka sama sekali berbeda. Biru yang nakal, Bintang si penurut. Biru si pemalas, Bint...