12. Luapan emosi

4.2K 216 0
                                    

Bayangan pria jahat itu terus melintas di pikiranku emosiku tak terkontrol. Pria itu meninggalkan sebuah trauma sampai aku tak ingin di dekati siapapun termasuk Raka.

"Pergi kamu..! " teriaku pada raka yang kini duduk berhadapan denganku.

Bukannya aku takut berdekatan dengan Raka, tetapi aku merasa wanita yang sangat kotor karena Raka melihatku seperti itu pada waktu itu. Dia melihatku sedang di telanjangi pria lain. Aku tahu Raka pasti merasa ilfeel, kini dia pasti sedang melihat aku gadis seperti itu. Lebih baik dia membenciku saja. Aku hampir di nodai pria lain, aku malu pada diriku sendiri yang tidak bisa menjaga diri. Andai aku bisa melawan pria itu lebih kuat lagi.

" kamu harus makan ya Andhinie, dari pagi kamu belum makan, sudah itu minum obat. " ucap raka mengelus rambutku.

"Sudah cukup. Aku tidak mau melihatmu..!! " ucapku menepis tangannya kasar.

Dia memandangku lekat. Jantungku berdebar kencang tak siap jika Raka akan marah. Tetapi aku telah menyulut emosinya. Dia memandangiku lalu membuang muka dan menghembuskan napas panjang.

"Bisakah kamu tidak seperti ini? Harus apa aku supaya kamu mendengarku? " ucap Raka tidak menatapku seperti sebelumnya.

"Bukannya harusnya kamu masih bersenang-senang dengan gadis itu? Kenapa harus pulang cepat?  Kenapa tidak biarkan saja aku di sini sendirian. Mungkin saat kamu pulang nanti aku sudah mati. " ucapku padanya.

"Kenapa kamu terus membahas tasya, sudah ku bilang kan jangan bawa-bawa tasya. "Ucap Raka marah.

"Kalo bukan karena kamu pergi dengan dia ini gak akan terjadi. Si brengsek itu temanmu, dari mana dia tahu jika rumah ini sedang kosong hanya ada aku?  Oh aku tahu karena kamu bilang padanya aku itu cuma mainan kamu jadi dengan seenaknya dia seperti itu? " ucapku meluapkan emosiku padanya.

Raka mengepal tangannya dengan kuat. Wajahnya merah seperti tersulut emosi yang sangat besar.

"Setidaknya aku pulang sebelum terlambat bukan? " ucap Raka dingin.

" kamu masih bilang belum terlambat sedangkan dia sudah menelanjangi istrimu?!! " ucapku berteriak padanya.

"Maaf jika menurutmu aku datang terlambat. Makanlah lalu minum obat." ucapnya lalu meninggalkanku.

Aku terus meneriakinya meski dia sudah pergi dari hadapanku. Aku ingin meluapkan semuanya.

*****

"Tasya, kamu kan yang bilang pada Rinto jika Andhinie sendirian di rumah? " tanyaku pada Tasya lewat telpon.

" apasih sayang, kamu dimana sih di kamar ko sepi? " tanya Tasya padaku.

"Aku pulang duluan. Aku sudah menyiapkan kapal pribadi jika kamu mau pulang juga. "

"Kok kamu gitu sih?  Kita kan datang sama-sama ko kamu ninggalin aku. Kamu marah karena malam kemarin aku meminta... "

"Cukup Tasya aku tidak mau membahasnya. " ucapku mengakhiri telpon.

Aku tidak tau harus berbuat apa, Andhinie tidak bisa di redam emosinya. Kini hari sudah larut apa dia sudah makan dan minum obat. Aku mengeceknya di ruang CCTV aku melihatnya masih duduk seperti tadi. Dia masih menangis dan menjambak rambutnya sendiri. Sesekali dia Juga memukul-mukul kepalanya dengan tangan.

Aku segera menghampirinya. Aku sakit melihat dia seperti itu. Andai waktu bisa di putar kembali. Aku membuatkannya bubur ayam meski sebelumnya aku tidak pernah masak.

"Kamu makan ya, aku sudah masakin kamu bubur loh. " ucapku sambil duduk di ranjan berhadapan dengannya.

"Aku tidak akan makan apapun. " ucapnya.

"Nanti kamu sakit. " bujukku.

"Biar saja biar aku mati saja. " ucapnya membuang wajah.

Aku mulai geram dengan sifat kekanakannya.

"Yasudah mati saja aku takan memperdulikan kamu lagi. " ucapku menaruh bubur yang ku pegang di meja.

Aku kemudian memutar tubuhku dan tidur di sambingnya. Aku menutup seluruh tubuhku dengan selimbut.

Ku dengar dia menahan tangisnya.

" kenapa.. Kenapa kamu harus melihatku seperti itu? " ucapnya sambil menangis.

Aku tersenyum ketika mendengar dia memakan masakanku. Rupanya aku harus tegas padanya agar dia menurut.

"Enak kan? " ucapku membuatnya terkejut hampir tersendak.

" hmmm... " ucapnya.

Sepertinya suasana hatinya agak membaik.

"Kamu tanya mengapa aku pulang cepat bukan?  Aku juga tidak tahu, tetapi aku sangat menghawatirkan dirimu. Saat jalan dengan Tasyapun aku terus memikirkanmu. Untuk apa aku terus ada di sana jika orang yang ku pikirkan terus menerus ada disini. " ucapku masih tetap tidur membelakanginya.

"Terimakasih sudah memikirkan aku. " ucapnya lalu memeluku dari belakang.

Aku membalikan badanku agar menghadapnya. Aku mengecup keningnya beberapa kali. Kami saling memeluk sampai tertidur dan tak terasa matahari telah bersinar kembali.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MARRIED WITH YOU  ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang