Malaikat untuk Jackson

16 2 21
                                    


Didedikasikan cerita untuk PenerbitHaru

Dia melangkahkan kakinya tanpa mempedulikan sekelilingnya. Wajahnya sangat dingin dengan tatapannya yang tajam. Layaknya minyak di dalam air, orang-orang di sekelilingnya selalu menghindarinya.

Sebagian orang ada yang memberi tatapan tidak suka padanya. Tetapi, ada juga yang menatapnya iba.
Sebab, tidak seorang pun yang mau berteman dengannya.

Ruangan kelas yang semula ramai, seketika menjadi diam saat Jackson memasuki pintu yang di atasnya terdapat tulisan XII-IPA. Kini hanya ada suara bisik-bisik di antara mereka. Jackson yang sudah terbiasa hanya diam dan mengacuhkan mereka.

Bukannya dia tidak menyadari jika yang dibicarakan teman sekelasnya adalah dia. Hanya saja, dia tidak mau ambil pusing akan hal itu.

Jackson menelungkupkan kepalanya pada lipatan tangannya di atas meja. Memejamkan matanya berharap mampu mengurangi penatnya menjalani kehidupan.

Tepat saat dia mengangkat kepalanya, seorang guru—yang Jackson tidak tahu namanya—memasuki ruangan kelas Jackson.

“Selamat pagi,” sapa guru tersebut.

Suara bisik-bisik dari bangku di depan Jackson, mengalihkan perhatiannya dari guru yang sedang ada di depan kelas.

“Siapa yang bersama Bu Tari, ya?”
Oh, kini Jackson tahu jika guru tersebut bernama Ibu Tari.

“Aku tidak tahu,” sahut teman di sebelahnya.
Jackson kembali mengalihkan pandangannya ke depan, dan ia baru menyadari ada seorang gadis yang mengikuti Bu Tari.

“Perkenalkan, nama saya Riana Diningrat. Saya pindahan dari SMA Jaya Negara. Umur saya 16 tahun.”

Gadis yang bernama Riana itu terlihat sangat antusias memperkenalkan dirinya. Senyumannya sangat lebar sampai membuat matanya menyipit membentuk bulan sabit.

Apa pipinya tidak sakit, tersenyum selebar itu, pikir Jackson.

“Kamu boleh duduk di kursi kosong yang ada di belakang,” ucap Bu Tari sembari menunjuk ke arah belakang. Tepat ke arah Jackson berada.

Jackson menghela napasnya berat. Dia tidak pernah merasakan memiliki tetangga di sebelah kursinya. Sebab, dari dulu Jackson memang tidak pandai—atau mungkin tidak suka—bersosialisasi.

Riana melangkahkan kakinya mendekati Jackson. Lalu, meletakkan tasnya di sandaran kursinya. Riana tidak perlu bersusah payah, sebab kursi yang diduduki olehnya adalah kursi yang paling luar. Jackson berada di sudut, di sisi tembok.

Saat Riana menghadap ke arah sudut, bermaksud untuk berkenalan dengan lelaki yang ada di sebelahnya, Jackson langsung menelungkupkan kepalanya kembali pada lipatan tangannya di meja.

Jackson sama sekali tidak berminat atau bahkan tidak ada niat untuk berkenalan dengan tetangga kursinya—atau bahkan tetangga-tetangga lainnya.

Riana yang menyadari keengganan lelaki di sebelahnya, memilih untuk membiarkannya.

“Hai, aku Niar.” Seorang gadis yang berada tepat di depan Jackson membalikkan badannya dan menyodorkan tangannya untuk berkenalan dengan Riana.

“Aku Desti,” ucap gadis yang berada tepat di depan Riana, teman semeja Niar.

Riana menyalami Niar dan Desti dengan senang hati. Tidak lupa dengan senyumannya yang manis.
Jackson mendengus. Dia memalingkan wajahnya ke arah dinding, masih dengan menelungkupkan kepalanya.

*****

Suara bel panjang menandakan sekolah sudah berakhir. Semua siswa mengemasi buku mereka masing-masing. Di sudut tampak Jackson masih menelungkup kepalanya. Di saat UN sudah dekat, biasanya siswa akan lebih rajin belajar, tapi tidak untuk Jackson.

Malaikat untuk JacksonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang