AKU pun pergi ke rumah Teman Lamaku usai acara makan cheesecake bersama Nagahama-san dan berpisah dengannya di sebuah stasiun.
Rumah minimalis bertingkat dua itu terlihat bersahabat di mataku.
Setelah sampai di depan pintu berwarna putih, aku memencet tombol interkom yang berada di sampingnya. Aku tak perlu menunggu lama saat daun pintu ditarik seseorang, koridor rumah itu pun terlihat jelas di mataku, kemudian seorang pemuda yang memunculkan diri dari balik pintu.
Pemuda itu tersenyum kepadaku—senyumnya selalu saja menawan—menyiratkan bahwa ia sangat senang melihatku. Dan aku? Jangan tanyakan lagi, aku jauh lebih senang saat melihatnya ketimbang dirinya! Senyumku seketika mencekah.
"Hei, lama tak bertemu ya," sapanya.
"Hanya seminggu kita tak bertemu," sangkalku. Oh, tidak. Rasanya seperti sudah bertahun-tahun lamanya tak bertemu dengannya.
Pemuda itu hanya terkekeh.
"Bagaimana dengan konser di Nagoya?" Aku pun melewati pintu setelah ia mempersilahkan.
"Seperti biasanya. Berjalan lancar dan terasa menyenangkan." Jawabnya. Aku manggut-manggut, lalu mengekorinya berjalan sampai ke ruang tengah.
Sewaktu berada di ruang tengah pun, aku juga merasa seperti sudah bertahun-tahun lamanya tak menjejakkan kaki di sini. Kantong plastik putih berisikan sekotak cheesecake kuletakkan di atas meja makan. Pemuda itu pun berdiri di sampingku sembari memperhatikan isi kantong.
"Aku membawakanmu sesuatu." Ucapku. Pemuda itu melirikku sesaat sebelum ia menggeledah isi kantong, lalu mengeluarkan kotak berwarna putih dari dalamnya.
"Cheesecake, ternyata." Katanya, usai membuka kotak tersebut.
"Memangnya kau pikir apa? Bom?"
"Mungkin saja kau ingin membunuhku karena kita tak bertemu selama seminggu." Ia menarik kursi dari dalam meja, lalu duduk. Aku juga duduk di kursi sebelahnya.
Sementara aku memutar bola mata, ia secepatnya mencicipi kue tersebut. Kuperhatikan pemuda yang sudah seminggu ini tak kulihat; ia memakai pakaian rumahan seperti biasanya, T-shirt berwarna putih dan celana kain selutut; rambut tipis berwarna hitamnya tak pernah berantakan; dan caranya makan tak terlihat terburu-buru, meskipun ia tahu rasa kue tersebut enak—aku bisa melihatnya dari raut wajahnya, alisnya sesekali terangkat.
Melihatnya yang sedang makan, membuat kerinduan yang bertumpuk-tumpuk di dadaku telah melebur begitu saja.
Tiba-tiba saja pemuda itu menyodorkan setengah cheesecake ke mulutku, otomatis aku memundurkan wajah. Ia memandangku dengan alis yang terangkat sebelah. "Kau tak mau?"
Aku menggeleng, "Aku sudah memakan sepotong cheesecake ditambah sepotong roll cake tadi."
Pemuda itu membulatkan mulutnya.
"Kau tahu," ucapku, kemudian, "Nagahama-san mengomel lagi karena semua orang yang piket hari ini meninggalkan kewajiban mereka dan memberikan semua kewajiban itu kepada kami."
Pemuda itu melirikku dengan dahi yang mengernyit, mulutnya tampak mengunyah. "Apa dia juga marah padaku?"
Aku mengangkat bahu, "Kurasa. Ia bahkan masih menyebutmu dengan sebutan 'Si Cellis Jenius'."
Ia menghela napas, cheesecake-nya tersisa satu per tiga lagi. "Aku sudah memperingatinya berkali-kali untuk tidak menyebutku dengan sebutan aneh seperti itu."
Si Cellis Jenius itu sebenarnya bernama Matsumura Ryosuke. Pemuda itu adalah Teman Lamaku yang dibicarakan Nagahama-san tadi... ia juga pacarku. Aku mengenal pemuda itu sedari kelas empat SD, ia selalu setia menjadi temanku satu-satunya kala itu, hingga hubungan pertemanan kami berganti menjadi sepasang kekasih saat kelas tiga SMP.
KAMU SEDANG MEMBACA
Season To Choose You
Любовные романыOkazaki Yurika mulai bimbang akan perasaannya sendiri saat cinta pertamanya kembali menjadi tetangganya, sehingga membangunkan perasaan yang telah lama terkubur dari dasar hatinya. Sementara ia telah memiliki kekasih dan menaruh seluruh hatinya kepa...