PANDANGAN INDAH

51 0 0
                                    



Andityakara




Pria itu diam berdiri seperti tugu


Walau pikiranku menunggu


Berkata tak ingin seperti tugu


Namun aku terlalu lugu


Pada pandangan yang mengganggu



Kemejaku mencerahkan merah


Sebagai suatu yang tersembah


Meski dengan berselimut arah


Kau simpan sejarah



Kain itu mulai mencompang


Membuka rahasia dengan gampang


Membias pandang demi pandang


Menghembusku dalam nafas panjang


Meresap hingga sekarang


Ketika sandya menjarang


Di swargaloka tiada hadang



Kini tugu itu membentuk rasa


Berlalu menggapai asa


Seperti tiada sisa


Memberi sejengkal perisa



Please come to me!



.................................................................................................

Ucapanmu pas lebaran itu benar, Mas Bim! Gak ada wanita yang bisa dipercaya.

Terkejutku saat mendengar ucapan Dio, sepupuku yang sekarang bekerja di instansi kementerian dan masih berusia muda.

Sore itu, lelah sekali. Sosiologi Kelas 12 menjadi mata pelajaran terakhir yang kuajarkan di hari itu. Meski sudah bubar jam setengah 3, namun tidak lekas pulang karena harus mengoreksi jawaban ulangan harian anak-anak. Selesai-selesai jam 6 sore. Setidaknya, aku tidak mau bawa kerjaan ke rumah.

Saat aku beranjak pulang, tiba-tiba ada yang menyapaku. Ternyata itu Dava, anak didikku dari kelas 12 IPS. Dia menawarkan tumpangan. Meski menolak, ia tetap memaksa. Akhirnya, aku ikuti keinginannya. Menembus belantara pinggiran Bekasi yang sudah mulai mengurangi nuansa rindangnya demi berganti menjadi deretan pemukiman dan tempat usaha komersial.

Cinta PriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang