"Cafe biasa cepet!"
"..."
"Bacot lo! Buruan!"
"..."
"Oke", Ersa menutup panggilan telpon sepihak.
Tak lama, orang yang sedang ditunggunya pun datang.
"Cariin gak?", tanya Ersa.
"Iya bego! Gue ga tega liat muka si Tyas", umpat Justin.
"Iya sa bener. Gue juga", sahut Farry.
"Terus sekarang gimana lagi?", timpal Angga.
"Lanjutin misi selanjutnya", suruh Ersa.
"Okeh", jawab Devta.
•••
"Ka, lo mau kan jadi cewe gue?"
"Kan, lo mau kan jadi cewe gue?"
"Yor, lo mau kan jadi cewe gue?"
Itu lah yang diucapkan 3 lelaki dalam waktu yang bersamaan. Tyas yang ada di situ merasa bingung akan sikap ketiga temannya dan ketiga lelaki itu. Mengapa bisa bersamaan? Entahlah, author kagak tau.
"Iya, gue mau", jawab ketiga teman Tyas dengan serempak.
"What?!", teriak Tyas saat mendengar kata itu.
"Kalian..?", kalimat Tyas ngegantung.
"Iya, mulai saat ini kami resmi pacaran", sahut ke enamnya.
"Buset dahh. Gue lagi galau,kalian malah enak enakan sama pacar kalian?", sinis Tyas.
"Sabar yas sabar", ucap Tika.
Tyas hanya dapat menghela nafas dengan kasar. Tyas berjalan meninggalkan ke enam temannya yang sedang asyik berpacaran. Ia memilih untuk pergi ke salah satu cafe.
"Mbak Tyas ya?", tanya seorang pelayan kepada Tyas.
Tyas mengangguk, kemudian pelayan tadi mengulurkan setangkai bunga mawar. Ia merasa bingung.
"Baca tulisannya ya mbak", ucap pelayan utu langsung pergi meninggalkan Tyas.
Aku tunggu kamu di taman deket kompleks yas - Andre.
Andre? - batin Tyas.
Tanpa basa basi, Tyas langsung menyetop taksi untuk menuju ke taman dekat kompleks perumahannya.
Saat sudah sampai, ia mencari keberadaan Andre. Tetapi tak ada satupun pertanda bahwa adanya Andre.
"Mbak Tyas ya? Nungguin Mas Andre?", tanya seseorang kepadanya.
"I--iyaa. Anda siapa ya?", Tyas heran.
"Mari mbak ikut saya. Mas Andre ada urusan mendadak, jadi ia menyuruh saya untuk menjemput Mbak Tyas", kata seseorang itu.
Tyas mengangguk dan beranjak lalu mengikuti lelaki itu. Setelah itu, Tyas masuk ke dalam mobil.
Tak ada pembicaraan sampai di depan bangunan tua yang terlihat usang.
"Kenapa kesini?", tanya Tyas heran.
"Udah turun aja", ucap lelaki itu.
Tyas pun turun kemudian mengikuti lelaki itu untuk masuk ke dalam rumah tua itu. Sangat kumuh dan menjijikan.
"Mana Andre?", tanya Tyas.
Prokk prokk prokk
Suara tepuk tangan dari ketiga arah yang berlawanan pun mulai terdengar.
"Azka? Fatma? Elisa?", gumam Tyas.
"Iya, ini kita. Kenapa?", jawab Azka sinis.
"Ka--kalian ngapain disini?", Tyas merasa bingung karena kehadiran ketiga sahabatnya itu.
"Kita? Kita--", ucapan Elisa terpotong oleh suara seseorang.
"Tyas,, wk wk wk. Gue ga nyangka lo sebodoh itu!" celetuk lelaki yang keluar dari dalam gudang.
"Andre?", ucap Tyas lirih.
"Iya gue Andre. Kenapa?", tanya Andre dengan nada tinggi.
"Lo? Lo? Lo bohongin gue?", nada suara Tyas gemetar.
"Gue bohongin lo? Gak! Gue cuma mau bermain sama lo dan yang lain. Ya nggak?", ucap Andre dengan sinis.
"Pasti lah", ucap ketiganya serempak.
"Bawa dia ke kursi itu!", sentak Andre.
Tanpa basa basi, Azka, Fatma, dan Elisa menarik tangan Tyas untuk mengikutinya. Tubuh Tyas dihempaskan di satu kursi dengan tangan yang terikat.
"Gue punya salah apa sih sama kalian sampe kalian setega ini sama gue?", tanya Tyas lirih.
"Lo ga punya salah sama gue. Tapi lo punya salah sama mereka!", tegas Andre sambil menunjuk ketiga temannya.
"Ya. Lo punya salah sama kita, dan ini waktu pembalasannya", ucap Fatma sambil menyeringai.
Tyas tak dapat berlaku apa apa. Ia hanya bisa pasrah dengan kelakuan sahabat sahabatnya ini. Ia tak tau harus bagaimana.
Ersa, gue takut. Lo dimana? - batin Tyas.
"Aww...", Tyas menjerit kesakitan saat ada suatu benda yang tajam menusuk lengannya. Lama lama penglihatannya semakin memburam dan akhirnya Tyas tak sadarkan diri.
•••
"Gue dimana sih ini. Kok sepi banget", tanyanya pada dirinya sendiri. Ia merasa kalau kemarin ia disiksa oleh sahabat sahabatnya. Tetapi, mengapa sekarang sepi?
Tyas bangkit dari kursi dan berjalan perlahan sambil berteriak "Woii yang diluar. Plis bantuin gue keluar dari sini! Siapa aja deh pliss."
"Woi lo", teriak salah satu lelaki dengan pakaian serba hitamnya dari arah belakang Tyas.
"Ke--kenapa?", tanya Tyas terbata bata.
"Ikut gue", ucap cowo itu.
"Gak mau!", tolak Tyas.
"Lo mau mati apa ikut sama gue?!", sentak cowo itu.
"Ma--mati?", ujar Tyas lirih namun masih bisa didengar oleh lelaki itu.
"Ah lama. Buruan", ucap lelaki itu kemudian berjalan dengan diikuti Tyas dengan langkah terpaksa.
"Ayo masuk", ucap lelaki itu saar sudah sampau di deoan sebuah ruangan yang tak ada penerangan sama sekali.
"Mau ngapain?", tanya Tyas bingung.
"Udah masuk aja!"
Tyas hanya dapat mengangguk pasrah dan ia berjalan mendekati pintu ruangan tersebut.
Klekkk
Tyas berhasil membuka pintu ruangan itu. Suasananya sangat menyeramkan. Ia berjalan merambat ke tembok agar mendapat petunjuk.
Tapi ternyata ia salah. Ia dipojokkan oleh seseorang yang tak diketahuinya. Ia merasa sangat takut akan kejadian itu.
"Tyas", bisik seseorang itu dengan suara beratnya tepat di telinga Tyas.
"L--lo si--siapa?, tanya Tyas ketakutan. Ia menahan Bendungan air yang ada di pelupuk matanya. Ia berusaha agar tidak menangis. Tetapi, usahanya itu hanyalah sia sia. Ia menetaskan air matanya yang sedari tadi sudah membentuk bendungan.
"GUE PUNYA SALAH APA SAMA LO?!", teriak Tyas dengan tenaga sisanya.
Dan tiba tiba saja...
_____
Gantung? Mati bego:v
Canda ah.Lanjutan next up yakk
Maaf kalo ceritanya amburadul makin ga jelas.
Vote and comments
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Love [Completed]
Roman pour AdolescentsStoriette by @adhinlamika [Jangan Jadi Pembaca Gelap] ••• Pengen tau? Langsung baca aja ya? Maafin kalo banyak typo bertebaran, karena manusia tak luput dari kesalahan:v