[2] Sebangsa dan sepenyihiran

89 12 0
                                    


Shock.

Abis Nando bilang kalau ada anak baru yang ternyata adalah penyihir, gue langsung shock. Jantung berdebar, aliran darah menjadi lebih cepat, apakah ini pertanda...

"Kayanya gue kebelet boker, deh."

Gue pun segera pergi meninggalkan Nando. Gue tadi emang jujur. Gue emang lagi kebelet.

Lagian, gue nggak sebodoh itu dengan percaya sama mulut baskomnya Nando. Itu anak emang rada-rada. Jadi semua omongannya anggaplah sebagai tattoo hadiah permen karet serebuan.

Setelah mengeluarkan isi perut yang nggak perlu gue jelaskan bagaimana prosesnya, gue pun keluar dari kamar mandi sambil ngibas-ngibasin rambut.

Ya, gue sih nggak perlu susah-susah buat beramal. Dengan tampang gue yang kaya gini, udah bisa buat orang-orang bahagia karena liat gue.

Bukankah membuat orang lain bahagia itu merupakan perbuatan terpuji?

"Jackson, ya?" sebuah suara sukses menghentikan langkah gue.

Layaknya adegan sinetron, gue menoleh dengan gerakan slow motion sambil menyipitkan mata. Dari arah atas kaya ada cahaya ilahi yang menerangi gue dan sosok yang kini ada dihadapan gue. Ditambah-entah darimana- ada backsound lagu perfect yang dinyanyiin sama ed sheraan.

Dramatis.

"Oy, lo jackson kan?"

Gue mengidapkan kedua mata gue karena terkejut. Hehe, berasa sinetron beneran 'kan?

"Tau, nih bang Jacky! Dipanggil dari tadi juga. Makanya kalau punya duit tuh ditabung buat beli korek kuping!"

Bodo amat, lah sama ocehan Si Nando. Tapi omong-omong, backsound tadi berasal dari hapenya Nando. Sial.

Sekarang tinggalkan semua tetek bengek nada dering Nando yang sweet abis itu. Karena ada hal yang lebih menarik buat gue bahas. Yaitu, sosok yang tadi manggil-manggil gue.

Yang mau gue kasih tau, pertama dia itu cewek. Lumayan, sih mukanya. Rambutnya agak pirang. Dan gue heran, ini anak berani banget dateng ke sekolah dengan rambut yang diombre begitu.

"Ssst, ini dia yang gue bilang penyihir." ujar Nando berbisik. Dia menaik-naikkan alisnya sambil menatap cewek di depan gue ini. Dari mana penyihirnya? Dia nggak kaya tokoh penyihir favorit gue, Hermione Granger.

"Dari tadi dia maksa buat ketemu sama lu. Ih, ngeri banget gue. Hati-hati, nanti lu di kutuk jadi batu."

"Lu kira gua anak durhaka?!"

"Boys, kacang mahal kali." cewek itu bicara lagi. Setelah menepuk bahu gue dengan prihatin, Nando langsung kabur entah kemana.

"Lo jackson, kan?" tanyanya lagi. Dan gue yakin itu cuma basa-basi.

"Lo udah tau jawabannya, tapi kenapa harus nanya lagi?"

Asik, nggak tuh? Berasa cowok cool kaya di novel-novel 'kan?

"Iya, deh. Oh iya, kenalin. Gue ayana." katanya sembari mengulurkan tangan kanannya. Yaiyalah, masa tangan kiri. Kata Bunda itu nggak sopan.

Dengan sok cuek, gue menjabat tangannya. Tapi nggak sampai dua detik langsung gue lepas. Bukan apa-apa, bukan karena gue sombong juga. Kan udah gue kasih tau, kalau gue itu baik hati, tidak sombong dan rajin menabung. Tapi karena gue ngeliat ada tanda keunguan di deket urat nadi Ayana.

Gue langsung natap mata dia. Tepat di bola mata cokelatnya. Dan dia balik natap gue. Kali ini nggak ada backsound. Karena Nando udah nggak tau kemana.

"Kenapa?"

"Itu... Tanda itu?"

Dia ngeliat tangannya yang gue tunjuk, "oh, ini. Lo juga punya kan? Dimana?" tanyanya balik.

"Di.. Perut."

Yup, gue juga punya tanda keunguan itu. Tapi di perut gue. Itu adalah tanda dari keturunan penyihir. Jadi cewek ini beneran penyihir?

"Lo masih nggak percaya?"

Gue geleng-geleng ganteng.

Ayana menyeringai. Dia mengibaskan rambut panjangnya. Membelai rambut itu beberapa kali, dan tiba-tiba rambut ombrenya berubah jadi hitam.

Wow.

W-o-w.

Wow.

Saya terkejudh.

Ternyata.. Gue sama dia sebangsa dan sepenyihiran.

[]









Kisah Jackson : Bimsalabimbim!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang