/she wasn't scared to walk away, she was scared he wouldn't follow/
💠💠💠"Sumpah, lo bikin takut!" Sheryl meninju bahu Leon pelan.
Saat ini sudah jam pulang sekolah dan keduanya berjalan beriringan menuju halte bus setelah keluar dari UKS. Setelah pingsan tadi, Leon segera ditangani guru yang berjaga. Sheryl pun diminta kembali ke kelas karena kata guru tersebut, Leon hanya kecapekan. Tentu saja gadis itu tidak bisa tenang sama sekali selama di kelas. Buktinya setelah bel pulang berdering, ia segera membawakan tas Leon dan berlari menuju UKS untuk melihat kondisi temannya itu. Dan sesampainya di sana, Leon sudah kelihatan lebih baik walau wajahnya masih sedikit pucat.
"Saya udah nggak apa-apa, Sher. Sini tasnya, saya bisa bawa sendiri," Leon kembali meraih tasnya yang disandang depan oleh Sheryl. Ia bersikeras untuk membawakan tas Leon dengan alasan cowok itu tak boleh kecapekan lagi. Tentu saja itu alasan yang konyol, tidak mungkin Leon pingsan lagi hanya karena membawa tasnya sendiri. Lihat, Sheryl bahkan tampak lebih kecil daripada tas Leon dan tasnya sendiri yang disandangnya di depan dan belakang tubuh.
"Besok bolos aja dulu, istirahat di rumah,"
"Nggak bisa, besok ulangan Kimia," Leon menghentikan langkahnya sejenak, menunggu Sheryl yang tertinggal di belakang karena kesusahan membawa dua tas sekaligus. "Masa lebih gede tasnya ketimbang yang bawa?" ledeknya disertai kekehan.
"Ini isinya batu, ya? Berat banget astaga!"
"Makanya sini, biar saya aja yang bawa. Kamu ternyata keras kepala juga, ya?"
"Bentar lagi sampai halte," Sheryl mempercepat langkahnya mendahului Leon. Keduanya duduk di salah satu bangku panjang begitu tiba di halte yang terletak tidak begitu jauh dari sekolah. "Gue nggak pernah tahu kalau lo pulang naik bus juga,"
"Oh... Biasanya saya naik sepeda," jawab Leon sekenannya. Setelah Sheryl ber-oh ria, keduanya kembali diam-diaman hingga sepasang kekasih datang melewati mereka. Awalnya, Sheryl tidak berniat memperhatikan dua sejoli yang sedang bermesraan itu. Tapi ketika ia tanpa sengaja melirik ke arah mereka, Sheryl segera mengenali si laki-laki.
"Kevin?" Ia mengerjap, memastikan dirinya tak salah lihat. Ternyata benar, itu Kevin. Dan sepertinya, perempuan yang di sebelah lelaki itu adalah pacarnya. Dengan cekatan, Sheryl mengejar keduanya sebelum menjauh. "Kevin!" sapanya begitu sampai di hadapan Kevin dan Karin, pacarnya.
"Oh, hai!" Kevin awalnya sedikit kaget, namun setelah itu ia tersenyum canggung membalas sapaan Sheryl. Karin tampak melirik Kevin, bertanya kepada sang pacar lewat gerak tubuh tentang siapa gadis yang menyapanya itu.
"Ini... pacar lo, Vin?" Sheryl bertanya ragu, berusaha memberikan senyum tipis.
"Iya. Karina Jovanka," jawab Karin sekenannya. Menyadari suasana mulai canggung, Kevin pun angkat bicara.
"Rin, ini temen masa kecil aku. Namanya Sheryl. Aku udah pernah cerita belum, sih?"
"Nggak pernah, tuh," Tatapan Karin seketika berubah, tampak sedikit curiga.
"Masa, sih? Yaa... pokoknya dia temen aku. Oh ya, Sher. Ini Karin, pacar gue,"
"Oh, iya, iya... Kalian mau pulang, kan? Hati-hati, ya!" Setelah bilang begitu, Sheryl memutuskan untuk berbalik kembali ke tempatnya tadi dan meninggalkan pasangan itu. Ia takut keduanya menyadari matanya yang mulai berkaca-kaca.
"Jadi Kevin yang itu?" Nada bicara Leon terdengar antusias.
"Kenapa? Lo kenal?" Sheryl bertanya lemas.
Leon menggeleng. "Jadi pacarnya Karin, Kevin yang itu,"
"Oh, lo kenal Karin?"
"Siapa juga yang nggak kenal Karina Jovanka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora✔
Novela JuvenilSelalu ada hati yang merindukanmu untuk pulang. Menyiapkan segalanya agar kamu nyaman untuk tinggal. ©2019 • oldelovel