5th Crying: Loving is Killing.

504 28 1
                                    

Selama 2 bulan itu aku menyadari bahwa aku menyayangimu lebih dari seorang sahabat. Aku tahu ini tidak benar.

Aku tahu ini salah. Namun, aku tidak tahu harus bertindak seperti apa.

Aku ketakutan.

Aku terus menyangkal bahwa aku tidak memiliki perasaan khusus padamu.

Namun, aku tidak bisa bohong.

Aku berada dalam titik bingung dengan pertanyaan besar.

***


Dua bulan itu aku belajar tentang kesepian dan rasa rindu. Aku belajar tentang rasa cemburu. Aku belajar tentang rasa cinta. Aku belajar tentang rasa memiliki. Aku tidak ingin semua itu tumbuh.

Aku ingat di hari pelantikanmu esoknya, aku sengaja tidak datang ke kampus dan tidak mengucapkan selamat padamu.

Aku sangat ketakutan.

Aku mengurung diri di kamar asmara dan mematikan lampu.

Aku hanya diam.

Saat malam hari, aku dengar kau mengetuk pintu kamarku dan mencariku. Aku diam berpura-pura seakan-akan aku tidak ada di dalam kamar. Aku tidak ingin mengganggumu. Aku takut kehilanganmu.

Aku tidak tidur semalaman, berpikir apakah aku harus melanjutkan persahabatan ini.

Aku terlalu takut bahwa persahabatan ini akan hancur bila kau tahu bahwa aku menyukaimu.

Aku terlalu takut menyadari bahwa diriku memiliki kekaguman terhadap sesama jenis terlebih terhadap sahabatku sendiri.

Aku terlalu takut untuk merasa cemburu berlebihan bila melihatmu bersama teman-teman yang lain di kampus.

Aku takut melihat diriku sendiri. Aku takut kau hilang.

**

Besok paginya, aku pun pergi ke rumah opung (nenek) yang tinggal bersama tante di Brastagi. Aku hanya ingin menenangkan diri. Aku bilang pada mereka bahwa aku akan berlibur pasca ujian akhir semester. Nyatanya, ujian semester baru dimulai hari itu.

Lebih dari sebulan aku menenggelamkan diri di kebun mereka. Aku menonaktifkan ponsel dan media sosial. Terkadang aku hanya tidur seharian. Makan. Mengobrol dengan opung dan tante. Lalu tidur kembali.

Aku berharap bisa menjernihkan pikiran dan kembali tenang. Namun, hidupku tiba-tiba hampa. Aku merasa tidak layak hidup. Aku merasa sepi. Aku ingin melihatmu namun aku tidak berani. Aku merasa hina dan bersalah. Mengingatmu bagiku adalah sebuah dosa.

Aku sempat mengunjungi psikolog untuk menceritakan kondisiku. Dia menguatkan pemikiranku bahwa menjadi gay itu salah dan dosa. Dia menyuruhku bertobat, banyak berdoa dan berpikir positif untuk bisa berubah. Aku merasa terhakimi. Dia memberi rujukan psikiater dan aku diberikan obat anti depresi. Namun, itu semua tidak cukup membantu.

Aku pun membaca banyak referensi tentang homoseksualitas dan menjadi takut dengan diriku sendiri. Mungkinkah aku akan diusir dari keluargaku. Ayahku adalah seorang aktivis gereja. Akankah teman-temanku bisa menerima ini? Aku bingung.

**

Di dalam pesawat, tiba-tiba matamu terbuka, dengan cepat aku mengalihkan pandangan dari wajahmu lalu menunduk pura-pura membaca. Gambar wanita-wanita cantik menghiasi halaman majalah.

Kau tahu? Untuk menghilangkan perasaan bersalah yang menghantuiku agar bisa kembali bersahabat denganmu aku pernah melakukan hal di luar kendaliku.

Suatu malam, aku sengaja mencari seorang pelacur untuk menginap di kamarku untuk memastikan bahwa aku masih bisa normal. Aku menciumi gadis remaja cantik itu perlahan dari bibir hingga payudara. Namun nihil. Aku tidak bisa melanjutkannya karena aku tiba-tiba mengingatmu saat itu. Aku tiba-tiba mengusir gadis itu dan tanpa sadar tanteku di rumah melihat kami di kamar. Keesokan harinya aku dimarahi. Mereka juga menelepon orang tuaku. Ayahku sangat marah. Aku pasti akan dipukuli lagi.

Aku dipaksa pulang ke asrama di Medan. Banyak orang menanyakanku kondisi dan keberadaanku selama dua bulan terakhir. Aku hanya bisa diam tidak menjawab. Aku terlalu lelah untuk menjawab semua pertanyaan itu. Aku masih bingung. Aku masuk ke kampus menerima hasil ujian dan aku gagal hampir di semua mata kuliah semester itu.

**

Kini, aku melihat wajahmu lagi. Kau sedang memperhatikan awan-awan putih di udara dari balik jendela. Namun wajahmu terlihat kosong. Sama seperti wajahku saat kembali melihatmu di kelas. Kau tampak masuk kelas bersama teman-teman barumu sambil bersenda gurau. Aku senang melihatmu lagi namun aku sengaja menyembunyikan diri di baris paling belakang agar kau tidak melihatku. Namun, dosen komunikasi politik yang sedang mengajar ternyata menyadari keberadaanku. Namaku dipanggil maju ke depan untuk menjadi model komunikator sekaligus menanyakan kabarku setelah lama tidak berjumpa.

Saat maju ke depan aku tidak sanggup menyapa bahkan melihatmu. Tapi aku sadar kau melihatku namun tak lama kemudian kau menundukkan wajahmu begitu lama. Kau pasti malu pernah mengenalku. Aku bukan siapa-siapa lagi sekarang. Aku maju seperti kambing bodoh, aku sama sekali tidak berbicara apapun. Kelas cukup hening. Teman-teman yang sebagian besar adalah teman satu angkatanku lalu terdiam heran karena aku sudah dikenal sebagai komunikator yang handal.

Kelas usai dan aku bergegas keluar dari pintu belakang tanpa mengumpulkan tugas. Aku ingin mengobrol denganmu namun aku takut.

Aku seharian bersembunyi di perpustakaan, tertidur hingga dipaksa pulang oleh penjaga. Malamnya, saat aku pulang ternyata kau sudah menunggu di depan kamarku. Kau duduk di depan pintu. Aku ingin mendekat. Namun, aku berbalik arah dan memilih pergi ke restoran cepat saji 24 jam. Disana aku makan dan tidur.

**

Aku pun diusir dari asrama karena nilai kuliahku jelek. IP-ku tidak mencapai batas aman untuk tinggal di asrama. Aku mencari kost baru tanpa sepengetahuan orang lain. Aku juga sering membawa pelacur datang ke kamarku untuk membuktikan bahwa aku masih laki-laki. Aku melakukannya namun dengan air mata karena aku masih mengingatmu.

Aku juga sengaja merubah mata kuliah agar tidak mengambil kelas yang sama denganmu. Aku juga pindah gereja agar tidak memiliki kesempatan bersalaman denganmu. Aku hanya tidak bisa merubah kampus.

Aku benar-benar ingin normal maka aku harus menjauhimu. Aku pikir itu adalah satu-satunya jalan. Aku juga berpikir kau akan sangat membenciku apabila kau tahu bahwa aku menyukaimu.

Namun, ternyata sulit. Beberapa bulan kemudian aku mendengar kabar bahwa kau sudah memiliki pacar. Salah satu anggota BEM. Lora. Dia cantik dan pintar. Tanpa sengaja aku sering melihat kalian dari jauh. Tanpa sengaja pula aku sering mendengar kisah romantis kalian. Kalian adalah idola kampus saat ini. Pasangan paling ideal. Sementara aku hanya mahasiswa biasa yang jarang mampir ke kelas, cukup absen diri dan ujian seadanya. Sisanya, aku akan bersembunyi di kampus untuk tidur, membawa perempuan ke kamar, atau bermain game online dari pagi ke pagi.

Aku sadar hidupku cukup berantakan saat itu.

Aku dalam fase kekacauan yang akut.

Aku merindukan diriku yang lama. Pun aku merindukanmu sebagai seorang sahabat tanpa perasaan seperti ini. Aku ingin memutar waktu.

Hingga suatu hari, aku benar-benar cemas karena tidak dapat tidur selama 4 hari berturut-turut lamanya. Insomnia akut. Aku mendatangi apotik lalu tanpa sengaja melihatmu sedang makan dengan kekasihmu di rumah makan samping apotik. Kau melihatku lalu dengan cepat kau menghampiriku dan berdiri cukup lama di sampingku. Aku tidak mampu melihatmu. Aku hanya melihat tanganmu terulur hendak berjabatan.

***

NEXT: 6th Crying


7 Years Crying [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang