Bab VI: Kegelapan (Part I)

166 34 11
                                    

A/N: Hai, readers? Sebelum memulai bab VI, Author harap kalian mau baca sedikit curahan hati Author. Author sedikit sedih sebenarnya nggak mendapat reaksi dari kalian. Maksudnya, Author apresiasi banget vote dari kalian, tapi Author juga ingin tahu apa yang ada di pikiran kalian sewaktu baca hasil karya Author. Shout out to DhynaDina1 yang selalu setia comment dan menjadi motivator Author untuk tetap lanjutin cerita :)

Anyway, cukup ah curhatnya. Here it goes, Chapter VI!

_____________________________________________

Di istana Panta, Ares sedang berjalan dengan hentakan kaki yang menunjukkan kalau dirinya sedang kesal dengan kenyataan kedua saudaranya meninggalkannya sendirian untuk mengurus urusan dengan para penghuni istana. Ia terjebak dengan kenyataan bahwa dirinya tidak bisa terlepas dari jeratan para menteri dan sang Raja yang bersikeras menyuruhnya membujuk Zeina untuk membantunya dengan perang yang akan terjadi dengan Infita.

"Sial! Bagaimana mungkin mereka tega meninggalkanku dalam lingkaran setan ini?! Keterlaluan!" gerutunya sembari menendang batu kerikil yang seakan mencoba untuk menghalangi jalannya.

Di tengah-tengah semua itu, tiba-tiba ia mendengar sebuah suara memanggil namanya, nama palsunya. "Nimus!" 

Ia menoleh dan mendapati Apollo sedang berjalan ke arahnya dengan santai. Rasa kesal mulai berkumpul dalam hatinya. "Bagus sekali, ya! Kalian berdua bisa dengan santai berjalan-jalan di tengah kota selagi aku terjebak dengan para iblis itu!" Ia mulai menggerutu lagi.

Apollo menunjukkan sebuah ekspresi bersalah dan mulai meminta maaf. "Maaf, Nimus. Tapi, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Kau tahu sifat Zeina seperti apa." Apollo berusaha membela dirinya sendiri. "Lain kali, aku akan berusaha membawamu bersama kami."

"Jangan lupakan janjimu itu, Anon. Kau tahu betapa pentingnya janji dalam kehidupan kita." Ares mendengus berpura-pura masih marah.

"Ayolah, kau tidak mungkin terus-terusan bersikap seperti ini, kan?" 

Selagi Apollo terus-terusan membujuk Ares untuk memaafkan dirinya, keberadaan seorang anak kecil yang berlari ke arahnya dan Apollo membuat Ares bingung dan sedikit curiga.

"Ayah!" teriak Helios sembari langsung memeluk kaki Dewa Matahari itu. 

Penampilan Helios yang lebih bersih dan rapi membuat Apollo yakin kalau ia baru saja selesai mandi. Dewa itu mengangkat Helios dan memeluknya sembari mencubit hidung bocah kecil itu. "Dasar, manja," candanya.

Di sisi lain, Ares membeku di tempatnya sembari menatap kedua orang di hadapannya. Otaknya berusaha memproses informasi yang baru saja ia terima, tapi tidak kian ada hasil yang memuaskan. 

Ayah ...? Ayah?! pekiknya dalam hati.

Tidak lama, Zeina dengan gaun yang juga berbeda terlihat sedang berlari ke arah mereka. "Helios! Sudah kubilang jangan berlari terlalu cepat, nanti kau jatuh."

"Tidak akan ada masalah, Ibu!" balas Helios.

I-Ibu?! Otak Ares tidak bisa lagi bekerja dengan baik. "Apa maksudnya ini?!" 

***

"Kalian hampir membuatku mati di tempat," ucap Ares setelah mendengar penjelasan dari Apollo dan Zeina.

Mendengar hal itu, Zeina tertawa kecil. "Maaf, Nimus." Kemudian, ia teringat kalau Helios dan Fillix belum memberikan salam mereka kepada Ares. "Helios, Fillix, ini paman kalian. Ayo, beri salam."

Aphrozeina - Book I (remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang