"Udi, bangun sudah jam lima pagi!" Tangan Pak Rahmat, bapaknya Udi, menggoyang-goyang tubuh Udi. "Abah manasin motor dulu ya, biar abis sarapan langsung anter ibu ke pabrik."
Udi masih meringkuk di bawah selimut. Udi mulai membuka selimut, mulutnya menguap. Udi mengkucek-kucek matanya dengan jari tangan kanannya.
"Iya, abah," jawab Udi kepada bapaknya. Abah adalah panggilan Udi kepada bapaknya.
"Udi tolong bikin nasi goreng ya, buat sarapan Udi dan abah!"
"Iya, abah," jawab Udi setengah sadar karena Udi masih ngantuk.
Pak Rahmat keluar dari kamar Udi. Tidak lama kemudian Ibu Tuti, ibu tirinya Udi, masuk ke kamar Udi.
"Cepet ke dapur!" kata Ibu Tuti agak teriak di dekat telinga Udi.
Udi terperanjat. Udi tidak mau teriak, takut bapaknya datang dan membuat pertengkaran antara bapaknya dan Ibu Tirinya. Cepat-cepat Udi turun dari kasur yang sudah rombeng itu.
"Cepet mandi, terus goreng nasi buat kamu dan bapakmu, juga masak nasi buat makan siang nanti. Setelah itu nyapu dan ngepel lantai. Jangan lupa juga nyapu halaman!" kata-kata Ibu Tiri Udi. Udi takut dengan Ibu Tirinya, tapi juga hormat karena bagaimana pun Ibu Tirinya adalah ibunya juga.
"Iya, Bu," jawab Udi singkat.
Sudah seminggu Udi tinggal di kontrakan bersama bapak dan Ibu Tirinya ini, sebelumnya Udi tinggal di kampung. Pak Rahmat mengajak Udi ikut ke kota agar tidak merepotkan kakek-nenek mengurus Udi. Sudah cukup dua tahun Udi tinggal dengan kakek-neneknya di kampung setelah ibunya Udi meninggal karena sakit paru-paru. Sedangkan Pak Rahmat dan Bu Tuti menikah sudah satu tahun, tapi mereka belum punya anak. Setelah menikah mereka langsung tinggal di kontrakan ini.
Udi langsung ke dapur untuk memasak nasi goreng untuknya dan bapaknya. Ibu Tirinya sarapan nanti di kantin pabrik. Setelah Udi selesai masak nasi goreng, Udi dan Pak Rahmat sarapan bersama. Saat mereka sarapan, Ibu Tiri Udi sedang sibuk memakai pakaian seragam pabrik.
"Udi, kamu harus rajin belajar ya!" kata Pak Rahmat kepada Udi saat sarapan.
"Iya, abah," jawab Udi sambil tersenyum.
"Bagus!" Pak Rahmat mengusap-usap kepala Udi. "Nanti siang abah yang masak telor ya buat kita."
"Iya, Bah," jawab Udi.
Setelah Udi dan Pak Rahmat selesai sarapan, piring bekas sarapan dibawa ke dapur oleh Pak Rahmat untuk langsung dicuci.
"Kang, ayo berangkat!" kata Bu Tuti kepada Pak Rahmat sambil keluar dari kamarnya.
"Iya. Tunggu sebentar, lagi nyuci piring," jawab Pak Rahmat dari dapur.
Tidak lama kemudian Pak Rahmat muncul dari dapur. Cepat-cepat Pak Rahmat dan Bu Tuti keluar rumah dan pergi ke pabrik.
Udi mengerjakan tugas rumah dengan cepat, karena takut ketinggalan masuk sekolah. Udi sekolah kelas 6 di SD Banjar Jaya, jarak dari kontrakan ke sekolah sekitar satu kilo meter. Masak nasi buat makan siang sudah, nyapu sudah, ngepel lantai sudah. Selesai semua kerjaan Udi. Udi segera mandi dan memakai seragam sekolah.
Udi keluar dan mengkunci pintu kontrakan. Udi berlari kecil menggendong tas yang ada robekan-robekan kecil. Sepatu Udi pun tidak lebih baik dari kondisi tasnya. Tapi Udi tidak terlalu memikirkan barang-barangnya, Udi lebih suka memikirkan pelajaran sekolah. Kejadian tadi subuh dimarahi oleh Ibi Tirinya pun cepat Udi lupakan. Selagi Udi masih bisa mengerjakan apa yang diminta Ibu Titinya, Udi akan mengerjakannya.
Di perjalanan Udi bertemu dengan Wawan, teman barunya di sekolah, mereka duduk satu bangku. Wawan membawa sepeda.
"Di, pulang sekolah kita ke TBM Rumah Kata yuk?" ajak Wawan.
"Apa itu, Wan?" tanya Udi.
"Tempat belajar, Di. Kalau TBM itu singkatan dari taman bacaan masyarakat. Di sana kita bisa baca buku, belajar ngegambar, belajar teater, belajar mengarang, dan lainnya." Wawan menjelaskan dengan semangat.
"Waah seru tuh. Hayo hayo aku mau ke TBM..., TBM apa namanya?" tanya Udi.
"TBM Rumah Kata, Di," jelas Wawan.
"Oh iya, iya. He he he." Senyum Udi.
"Ayo, Di, naik sepeda!" ajak Wawan. Udi mengangguk dan langsung bonceng. (*)