Hello, i'm back. Setelah beberapa bulan nggak pernah update, akhirnya aku selesai juga nyelesaiin part ini. Thank you buat yang masih nunggu kelanjutan cerita ini, aku sangat menghargai itu dan untuk part part selanjutnya aku usahain untuk post soon as possible. Happy reading!
--
Setelah pengkuannya pada Alvin, Cantik merasa bebannya sedikit berkurang. Ia mulai berhenti menghindari Alam dan kembali pergi sekolah seperti biasa. Pagi ini, Cantik tiba di kelasnya hampir diwaktu yang sama dengan Alam dan merasa canggung saat berjalan beriringan, ah, atau tidak karena terlihat dirinya lah yang lebih merasa seperti itu.
Jika biasanya Cantik duduk dibangku paling belakang demi menghindari Alam, kali ini ia kembali duduk dibangku tepat disamping Alam.
Alam tidak tau atau pura-pura tidak tau yang jelas begitu ia tiba, ia sama sekali tidak melirik Cantik. Karena ingin memecah kecanggungan antara mereka Cantik pun dengan sengaja menjatuhkan pulpennya tepat mengenai kaki Alam.
Alam bergeming yang membuat Cantik merasa tidak dianggap sama sekali. Ia mendecih dan Alam masih bergeming.
"Selamat pagi anak-anak," Bu Teti yang masuk pagi itu tersenyum lebar begitu memasuki kelas namun senyuman itu masih belum berhasil membuat Alam bergerak dari tempatnya.
Saat Bu' Teti mulai membicarakan tentang pembagian kelompok fotografi, Cantik langsung mengangkat tangannya tinggi tinggi menandakan bahwa ia meminta izin untuk berbicara.
"Kenapa Cantik?" tanya Bu' Teti.
Cantik berdehem, "saya mau satu kelompok sama Alam Bu'," ucapnya bersemangat yang membuat kelas hening dalam waktu beberapa detik. Namun ketika tau itu adalah Cantik, teman-teman sekelasnya hanya dapat memaklumi, karena memang Cantik dan Alam bagaikan dua orang yang tak terpisahkan lagi.
"Oke, kamu sama Alam, satu kelompok," ucap Bu' Teti yang akhirnya berhasil membuat Alam mendengus.
Cantik tersenyum sumeringah, ia pikir ini akan berhasil, setidaknya untuk membuat Alam berhenti menjadi orang lain dihadapannya.
--
Cantik menyusuri taman itu dengan bersenandung ria, beberapa kali ia tersenyum memandang Alam yang berjalan disampingnya sambil memotret beberapa pemandangan alam yang tampak mempesona. Ah, ini bukan kemauan Alam untuk bersama Cantik, ini murni karena tugas kelompok yang Bu' Teti suruh.
"Bunga itu bagus nggak?" tanya Cantik berbicara pada Alam seolah tidak pernah terjadi apapun diantara mereka dihari-hari sebelumnya.
Alam hanya diam saja dan memilih untuk membidik bunga yang Cantik tunjuk.
"Pohon itu bagus nggak?" tanya Cantik lagi dan kini Alam beralih pada pohon cemara yang berbaris dihadapannya.
"Lam..." panggil Cantik yang sama sekali tidak membuat mata Alam teralihkan dari kameranya.
"Lam..." panggil Cantik lagi sedikit lebih keras, Alam berdehem pertanda ia sedang mendengar Cantik.
"Gue minta maaf karena udah cuekin lo beberapa hari ini," ucapnya yang menghentikan langkah Alam.
Keduanya terdiam lalu Alam hanya mengangguk.
"Lo masih marah?" tanya Cantik kini nada suaranya menuntut agar dijawab oleh Alam.
Alam memandang Cantik sebelum akhirnya kembali fokus dengan kameranya. Cantik menghela nafas lalu memandang ujung flatshoes nya dengan lesu karena tidak mendapat respon apapun dari Alam.
"Kemarin itu gue benar-benar kaget soal lo bilang lo suka sama gue,"
"Maaf karena reaksi gue berlebihan, maaf karena gue ngehindarin lo,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Call Me Cantik
Teen FictionCall me Cantik Genre : Romance + Comedy Ratings : PG-13 Katanya Cantik Kalila itu beruntung, nggak cantik-cantik banget tapi dikelilingi cowok-cowok ganteng di hidupnya. Tapi bagi Cantik itu bukan keberuntungan, ia malah jadi sering jadi bulan bulan...