8.

1.6K 257 10
                                    

•eight; after a long time•

Saerin kembali menginjakkan kakinya pada kampus Yoongi--yang berarti kampus Hoseok juga. Ia hanya mencoba keberuntungannya. Siapa tahu ia bertemu dengan Hoseok.

Chayoung tidak tahu kalau Saerin berada pada kampus Kakak laki-laki nya, sama halnya dengan Brian. Mereka berdua tengah kebingungan mencari-cari dimana Saerin berada.

"Hoseok, kau dimana?" gumam Saerin sembari berkeliling kampus.

Dimulai dari gedung sayap kanan, gedung sayap kiri, koridor ujung timur, sampai koridor ujung barat. Semua sudah Saerin jelajahi. Wajahnya berkeringat dan sesekali ia mengusap keringatnya menggunakan punggung tangannya.

Ditangannya, sudah tergenggam botol air mineral dingin. Benda itu sudah menemani Saerin sedari pukul satu siang sampai waktu menunjukkan pukul tiga sore.

Disaat ia ingin berbelok menuju tangga, ia melihat satu orang laki-laki dengan rambut berwarna hitam. Pakaian yang dikenakannya cukup mahal. Dan punggung itu, Saerin mengenal baik punggung tersebut.

Dengan terburu-buru, Saerin berlari menghampiri laki-laki tersebut. Kemudian, ia menepuk pundak tersebut lumayan kencang. Saerin merasakan bahwa jantungnya berdetak dua kali lipat. Ditambah dengan napasnya yang satu-satu. Saerin hanya berharap bahwa laki-laki ini adalah orang yang ia cari selama dua jam terakhir.

Ia menoleh ke belakang, "Wah, kencang sekali. Ada ap--"

Belum selesai Hoseok berbicara, Saerin sudah menubrukan tubuhnya kepada tubuh Hoseok. Botol air yang ia genggam sedaritadi, sudah ia lepas dan ia lempar entah kemana. Saerin menenggelamkan kepalanya pada dada Hoseok. Saerin juga meremas kuat baju yang Hoseok kenakan.

Ia sudah terisak. Saerin benar-benar merindukan Hoseok. Dua tahun ia mencari-cari keberadaan Hoseok, ia sudah frustasi karena tidak berhasil menemukan Hoseok dan juga ia sudah berputus asa untuk menghubungi Hoseok.

Kini, Hoseok berada didepannya. Dipelukannya. Ia tidak peduli jika sehabis ini, Hoseok akan membencinya. Ia hanya ingin mengatakan kepada Hoseok bahwa ia merindukan laki-laki dengan hidung mancung tersebut.

"Aku merindukanmu. Hoseok, kau kemana saja?" Saerin seakan lupa dengan keadaan sekitar. Ia berbicara sembari terisak. Suaranya tidak terdengar jelas, namun Hoseok masih bisa mendengarnya.

Sejujurnya, Hoseok pun merindukan Saerin. Namun, setiap kali ia melihat Saerin, ingatannya menuju pada Seungwan. Ia teringat dengan kelakuannya saat itu. Dan ia selalu merasa bersalah, karena sudah mengkhianati dan juga mempermainkan Saerin.

Hoseok ingin sekali membalas pelukan Saerin, namun seakan tangannya kaku. Ia juga ingin tersenyum hangat, namun seakan bibirnya kelu. Hoseok hanya menampilkan raut wajah datar dengan tangan yang terkepal erat disamping tubuhnya.

"Kau... pergilah. Aku tidak ingin melihatmu disini. Aku muak melihat wajahmu," ucap Hoseok dengan bibir yang bergetar. Tidak, ia tidak sungguh-sungguh untuk berbicara seperti itu. Tapi, seakan bibirnya bergerak sesuai kemauannya.

Saerin menggeleng keras. Kepala Saerin masih pada dada Hoseok. Ia juga membasahi baju Hoseok dengan air mata yang terus-menerus keluar dengan deras. Hoseok benci melihat Saerin menangis seperti ini, apalagi Saerin menangis karena Hoseok.

Tapi tidak ada yang bisa Hoseok lakukan.

"Pergilah!" Dengan keras, Hoseok mendorong Saerin dan segera pergi meninggalkan Saerin. Hoseok menahan perih di dadanya, ketika ia melakukan hal tersebut.

Ketika Hoseok mendorong Saerin, Saerin merasa dunianya runtuh. Hoseok bersikap kasar padanya. Untuk yang pertama kalinya, entahlah, bisa saja ini juga untuk yang terakhir kalinya.

Saerin terduduk pada ubin yang dingin. Ia juga menundukkan kepalanya dalam, rambutnya menutupi wajah mengerikan Saerin. Entahlah, Saerin hanya ingin menangis saat ini.

Ia ingin membenci Hoseok, namun ia tidak bisa. Semakin ia bertekad untuk membenci Hoseok, rasa cinta itu semakin tumbuh dengan hebat.

"Hei, kau tidak apa-apa, Saerin?"

Lantas, Saerin langsung mendongakkan kepalanya. Matanya seketika bertemu dengan mata milik Jae. Lalu, Saerin memeluk Jae, lagi. Ia menangis di pundak Jae.

Jae kemudian menundukkan tubuhnya agar sejajar dengan Saerin. Ia mengelus punggung Saerin dengan lembut, "Menangislah, Saerin. Aku tahu kau sedang bersedih saat ini. Tenanglah, aku disini."

Setelah Jae selesai berkata seperti itu, Saerin kembali menangis dengan kencang. Sesekali ia juga menggigit bahu Jae, untuk menyalurkan kekesalannya. Yang dilakukan Jae hanyalah mengelus rambut Saerin dan menenangkannya dengan kata-kata yang menyenangkan.

"Aku heran, kenapa laki-laki seperti dia berani sekali membuatmu menangis. Padahal, kau terlalu berharga untuk disakiti. Kau tahu Saerin, aku ingin sekali saja mengatakan hal ini ketika kau menangis. Tolong izinkan aku ya." Jae sempat menghela napasnya sebentar dan tersenyum.

"Saerin, jika ada yang membuatmu menangis, tidak apa-apa. Selagi aku masih disini, kau boleh menggunakan bahuku untuk bersandar. Aku menyayangimu, Saerin."

•eight; after a long time•

masyaallah, padahal aku yang bikin, aku juga yang baper :(
jangan pada bingung ya, nanti ada penjelasannya ;)

Sunshine ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang