January 20, 2018

621 66 16
                                    

Seoul, January 20, 2018

Mingyu terbangun dari tidurnya ketika mendengar seseorang mendesiskan namanya. Dengan mata masih bengkak akibat pukulan seorang 'teman' sel sebelahnya, laki-laki itu berjalan terpincang mendekati sumber suara.

Ia memicingkan matanya dan tepat di sana ia melihat sahabatnya, Choi Seungcheol berdiri dengan senyuman lebarnya. Tangannya menjinjing sebuah tas yang cukup besar.

"Apa yang kau lakukan, bodoh!" bisik Mingyu melalui celah jendela.

"Wow. Penampilanmu benar-benar... berantakan." Ucap Seungcheol mengabaikan pertanyaan Mingyu.

"Kau gila, Choi?!"

"Sstt! Diamlah, Mingyu hyung. Kau akan membangunkan seluruh penghuni sel!" Kini laki-laki berparas campuran itu yang menjawab.

"Hansol! Kau gila?! Apa yang kalian lakukan di sini?"

"Seungcheol hyung, cepat berikan padaku." Ucap Hansol lagi-lagi mengabaikan kata-kata Mingyu.

"Cepat pergi kalian sebe—"

"Hyung mundurlah. Aku akan melakukannya secepat mungkin." Ucap Hansol. Mingyu dan Seungcheol serentak mengikuti kata-kata Hansol.

Dengan cekatan Hansol meraih kacamata bening dari dalam tas serta sebuah alat yang Mingyu tidak bisa lihat dengan jelas.

Tangan Hansol dengan ahli menyalakan mesin itu dan memotong besi tebal yang membatasi jendela. Mingyu tercengang di buatnya. Sahabat-sahabatnya memang benar-benar gila.

Suara bising yang di hasilkan dari mesin itu otomatis membuat para sipir mulai mencari sumber suara.

"Hansol, ayo cepatlah!" bisik Seungcheol.

Dua besi berhasil di patahkan.

Hansol melakukannya secepat mungkin namun tetap saja, besi itu benar-benar tebal.

Mingyu menoleh begitu menangkap suara derap kaki yang cepat.

"Kalian cepat pergi sebelum mereka menangkap kalian, bodoh!" ucap Mingyu

Lagi-lagi mereka mengabaikan ucapan Mingyu. Laki-laki bertubuh jangkung itu berdecak.

Tiga besi.

"Hansol lupakan! Kau tidak akan bisa! Cepat pergilah!" Mingyu mulai menaikkan suaranya.

"Sedikit lagi!"

Empat besi.

"Hansol—"

Lima besi.

"Berhasil! Hyung cepat keluar!"

Mingyu berdecak namun tetap menuruti laki-laki itu.

Suara derap kaki semakin mendekat, dan tepat ketika Mingyu hampir berhasil kabur lewat lubang sempit itu, seorang sipir berhenti di depan selnya.

"Hey! Berhenti di sana!"

"Brengsek! Mingyu cepatlah."

Mengerahkan seluruh tenaganya laki-laki itu memanjat dan berhasil keluar dari selnya.

Namun sial, beberapa penjaga dari setiap arah mulai mengepung mereka. Ketiga lelaki itu berlari melalui celah sempit yang tersisa. Mereka berusaha menjauhi para penjaga yang dengan sialnya mulai menembakan peluru ke arah mereka. Sebisa mungkin mereka menghindari peluru dan naas, peluru itu berhasil menggesek dan merobek kulit lengan Seungcheol.

Seungcheol berteriak namun ia tetap melajukan kakinya dengan sisa tenaga yang ia punya. Mingyu dan Hansol yang berada di depan Seungcheol menoleh ke belakang dan tersentak melihat darah Seungcheol yang merembes melalui jaket jeansnya.

"Hyung! Ke arah sini!" Hansol berlari mendahului mereka dan Mingyu meraih Seungcheol dan menarik lelaki itu.

Hansol masih dengan berlari meraih ponselnya dan menempelkan benda itu ke telinganya.

"Hyung, sekarang!"

Mingyu menoleh cepat ke arah Hansol dengan tatapan tak mengerti. Namun beberapa menit setelahnya, pertanyaan di benaknya terjawab. Di hadapan mereka, sebuah truk besar menerjang pagar besi yang mengitari penjara itu dan mengarah pada mereka.

"Naiklah!" ucap seorang pria ketika truk itu berada di hadapan mereka. Dengan segera Hansol, Mingyu dan Seungcheol naik ke atas truk itu dan truk melaju dengan cepat, sekali lagi menabrak pagar sebelum akhirnya keluar dari area itu.

Mingyu menyandarkan tubuhnya yang kelelahan. Ia memejamkan matanya sejenak, berusaha berpikir jernih dan mencerna semuanya.

"Shit!" Umpatan yang berasal dari mulut Seungcheol membuat Mingyu mengalihkan perhatiannya.

"Hyung kau terluka." Ucap Hansol yang dengan cepat mencari sesuatu dari dalam tas nya.

"Tidak. Peluru itu hanya menggores tanganku. Tapi ya, ini sakit." Ucap Seungcheol sembari terkekeh, "oh, dan welcome home, Mingyu-ya."

***

Mingyu merasakan truk itu mulai melambat hingga akhirnya berhenti. Ia melongokkan kepalanya dan yang dilihatnya hanyalah hamparan rumput dan padi yang baru di tanam.

"Mingyu!" suara itu. Suara yang begitu Mingyu hafal.

Dengan cepat matanya berkelana dan mendapati pria dengan rambut sehitam malam, serta jaket kulit yang membalut tubuhnya berdiri di hadapannya. Tanpa menunggu apa-apa Mingyu segera turun dan meraih lelaki nya. Memeluknya dengan erat.

"Jeon Wonwoo. Aku merindukanmu. Sangat merindukanmu."

"Sudah kukatakan. Aku akan mengeluarkanmu dari neraka itu – ya meskipun aku meminta tolong Seungcheol hyung dan Hansol."

Mingyu mengangguk dalam pelukannya. "Kau benar-benar gila Jeon Wonwoo."

Tidak memperdulikan luka di wajahnya yang perih karena air mata dan angin dingin yang menerpa, laki-laki itu menciumi rambut kekasih nya.

Seseorang yang tahu akan semua keburukannya, namun tetap memilih untuk bertahan.

The boy who always beside him, no matter what he say and no matter what he does.

Jeon Wonwoo.

THE END


a/n:

Another meanie fanfict!!

Buat yang bingung timelinenya, jadi ini aku buat maju-mundur dan emang agak ribet:')

maafkan bikos I'm not good enough to be a great writer lah ya :') 

sad, but I'll try my best in my next story.

#hitmeanie2ndgiveaway

wish me luck


p.s. : voment really makes me happy :p

no matter. - Meanie | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang