Tiga✔

709 67 2
                                    

💥Amel💥

Perpisahan sekolah, rasanya terlalu cepat untukku. Aku merasa jika baru kemarin aku melakukan MOS, aku merasa jika aku baru saja kenal dengan Rio dan Sam.

Kini aku duduk di bangku penonton bersama kedua sahabatku, Rio dan Sam. Aku sedikit kesal dengan Sam, si bule alay ini terus merengek layaknya anak kecil meminta sebuah mainan, jalaran tidak ingin pisah denganku dan Rio.

"Gue nggak mau pisah sama kalian.. terutama lo Andrio Pratama, lo nggak boleh sekolah di Inggris. Dan untuk lo Amel, gue nggak mau lo sekolah di Italia. Gue nggak mau kita pisah pokoknya, kita harus lengkap sampai kapanpun" ucapnya sambil ngeluarin air mata buayanya.

Aku dan Rio hanya menahan tawa mendengar rengekannya, kami pura-pura mengatakan jika kami tidak akan sekolah di Indonesia lagi. Padahal aku dan Rio akan satu sekolah dengannya di SMA swasta.

"Udah deh rengekan lo bikin gue baper aja" ,ucapku sambil mengelus punggung Sam.

"Masak, sih, kalian mau ninggalin gue di sini sendirian?"

"Tenang aja..lo masuk sekolah di SMA Bintang aja, sekolah yang rajin, kurangin menconteknya, satu lagi ilangin tuh sifat alay lo. Siapa tau Caca bakal kepincut dengan kelakuan alim lo" ucap Rio tenang, sepertinya dia cocok jadi aktor, secara ia tampan dan aktingnya aku kasih dua jempol.

"Caca? Jadi selama ini dia menyukai nenek sihir itu?" Ceplosku yang membuat Rio menatap tajam ke arahku. Bagaimanapun juga nenek sihir itu adalah adik kesayangannya.

Sam terdiam beberapa saat, "baik, bakal gue usahain. Gue juga mau mandiri, nggak akan nyontek pekerjaan dan ulangan kalian lagi, gue usahain ilangin sifat alay gue." Ucap Sam mantap.

"Baik..kita tunggu" ucapku antusias.

Beberapa saat kemudian, acara perpisahan di aula sekolah dimulai, suara bergemuruh layaknya pasar kliwon meredam ketika seseorang dengan mikrofon yang dipegang. Aku merasa jika pasokan oksigen yang sejak tadi menipis berubah membludak karena empat buah AC di nyalakan. Dan sejak tadi Sam berubah menjadi sosok pendiam setelah pembicaraan kita sebelumnya.

***

Satu tahun kemudian, rambutku memanjang beberapa sentimeter, tinggi badanku pun bertambah lebih jangkung. Kini namaku bukan si cebol, melainkan Amel. Aku sudah muak mendengar ocehan Sam yang selalu meremehkan fisikku yang tak terlalu tinggi.

Sebelum menjejakkan kaki di SMA Bintang, aku sudah membuat satu perjanjian dengan ayah tiriku. Aku akan satu kelas dengan Rio dan Sam hingga kelulusan asalkan aku bisa bertingkah sopan dengannya. Permintaan yang tidak sulit bagiku, toh kita jarang bertemu, rumah kita pun tidak sama.

Ayah tiriku itu telah menjabat sebagai kepala sekolah di SMA Bintang. Dengar-dengar sekolah itu termasuk sekolah favorit di ibukota, jadi kini aku ingin merasakan bagaimana rasanya berkumpul dengan anak pilihan. Semua anak yang sekolah di SMA Bintang pastinya pintar-pintar dan ber-uang bukan? Pastinya seperti itu. Dan lebih baik semua orang tidak boleh mengetahui jika aku-lah anak tiri dari kepala sekolah SMA Bintang, Rio dan Sam pun tidak boleh mengetahuinya sedikitpun.

Tapi setelah sekian lama, Rio tak seperti dulu. Rio yang care sudah hilang ditelan waktu karena seorang cewek yang ia yakini sebagai cinta pertamanya. Annisa, nama yang terdengar pasaran di telingaku. Betapa tidak, nama itu telah dimiliki ber-ribu-ribu orang di muka bumi ini.

Entah kenapa nama itu terlalu bagus untuk seorang cewek berambut gelombang itu. Jujur, dia tak secantik aku. Dia tak memiliki tinggi badan modelling sepertiku. Dia pun tak memiliki kulit terawat sepertiku. Intinya dia tak sebanding denganku. Dia sama sekali tak cocok bersanding dengan Andrio Pratama yang pamornya melejit. Aku benci dia. Sungguh aku membencinya.

TEROR JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang