Vanya melangkah dengan gontai setelah melepas Dievo pergi untuk urusan pekerjaannya. Janji temu dengan rekan bisnis yang mewajibkan Dievo untuk melangkah jauh dari jangkauan kekasihnya. Seolah tak terelakkan lagi tanggung jawab yang ada dibahu sang Presiden Direktur, hingga hal itu selalu menciptakan jarak di antara keduanya. Seringkali kesibukan mengunci erat ruang gerak Dievo hingga sulit untuk mempunyai waktu dengan Vanya. Berat rasanya Vanya melepas kepergian Dievo, hingga sorot mata indah itu meredup seakan kehilangan sinarnya.
Vanya tidak memperhatikan ada seseorang yang berada tepat di depannya. "Bruk!" Vanya merasakan kepalanya membentur sesuatu yang cukup keras dan membuat kepalanya terasa berputar. Tubuh Vanya goyah dan terjatuh. "Apa kamu baik-baik saja?" Terdengar suara pria sedang bertanya dengan nada cemas. "I'm ok, don't worry." Vanya menjawab dengan cepat tanpa melihat ke arah wajah pria yang ditabraknya tanpa sengaja. Vanya berusaha mengingat apa yang telah terjadi ketika dirinya tengah melamun dan melangkah dengan gontai. Sontak Vanya menyadari bahwa dia telah menabrak seseorang bukan sesuatu.
Vanya berusaha bangkit dari posisinya dengan perasaan yang tidak menentu. Dengan cepat dia mencari sosok orang yang telah ditabrak oleh dirinya. Jantungnya berdegup secara tidak beraturan disertai sorotan matanya yang terbelalak ketika melihat orang yang berada tepat di hadapannya adalah orang yang dulu pernah menolong dirinya pada beberapa waktu lalu.
"M..., maaf saya tidak bermaksud menabrak anda," ucap Vanya. Dia berbicara dengan gugup.
"Iya tidak apa-apa. Tapi apa kepalamu masih pusing?" tanya seseorang. Dia terlihat cemas melihat kondisi Vanya yang nampak kurang sehat.
Vanya terperangah ketika mendengar kata-kata pria itu, karena mengkhawatirkan kondisi dirinya. "Apa dia Natha? Pria yang dulu menolongku," batin Vanya.
Karena Vanya tidak menjawab pertanyaannya, maka tanpa ragu Natha mendekatkan dirinya ke arah Vanya dan menyentuh lembut kepala Vanya untuk memastikan apakah kepala Vanya masih terasa pusing atau tidak. Tindakan Natha yang secara tiba-bisa sontak membuat Vanya diam terpaku merasakan tangan hangat Natha berada disekitar wajahnya. Vanya tidak bereaksi, bahkan tidak ada penolakan dan juga tidak merespon, hal itu membuat Natha menjadi semakin khawatir melihat wajah Vanya yang nampak semakin memucat.
***
Natha duduk bersama Vanya di sebuah restoran yang bernuansa warna coklat. Natha mengira Vanya merasa pusing dan wajahnya memucat karena mungkin belum sempat makan. Tanpa diminta oleh Vanya, Natha segera memesan beberapa makanan serta minuman. Akan tetapi Vanya masih terdiam dan terpaku. Menyadari situasi itu, Natha bersikap sangat hati-hati ketika mencoba untuk memulai pembicaraan dengan Vanya. "Ayo kita makan Vanya," ucap Natha seraya membuyarkan lamunan Vanya. Dia terperangah ketika mendengar Natha menyebut namanya. "Kamu masih ingat namaku?" tanya Vanya. Dia nampak bertanya-tanya dengan sikap Natha yang berbeda. "Iya tentu saja," jawab Natha. Dia melukiskan senyuman manisnya ke arah Vanya.
Perlahan situasi yang kikuk itu mencair dan berubah menjadi keakraban. Kini Vanya dan Natha berbincang dengan santai layaknya seorang teman, bahkan Vanya melukiskan senyuman manisnya disela-sela percakapannya dan membuat Natha melemparkan senyumannya yang terlihat seksi dimata Vanya. Keduanya menjadi semakin akrab. Hingga tanpa ragu Natha menawarkan diri untuk mengantar Vanya pulang. Vanya tidak keberatan, bahkan didalam hatinya terasa ada percikan sinar yang menggelitik dan menciptakan rasa nyaman ketika bersama dengan Natha. Seolah hatinya berteriak dan mendorong sekuat tenaga agar Vanya tidak menyianyiakan kesempatan yang dia dapatkan.
***
Selama diperjalanan menuju rumah Vanya. Natha berusaha untuk membuka perbincangan antara dirinya dengan Vanya. Dia hanya ingin semakin akrab dengan wanita yang selama ini dia idamkan.
"Apa mau aku antar ke dokter?" tanya Natha. Dia masih terlihat cemas dengan kondisi kesehatan Vanya.
"Tidak perlu, aku baik-baik saja. Mungkin benar karena aku terlambat makan," jawab Vanya. Dia kembali melukiskan senyumannya ke arah Natha. Berharap hal itu bisa menghilangkan perasaan cemas yang melanda hati Natha.
"Ok. Kalau itu yang kamu inginkan. Tapi bagaimana kondisi kakimu?" tanya Natha. Dia terlihat mengingat semua kejadian yang lalu itu dengan baik.
"Sudah tidak apa-apa," jawab Vanya. Dia berusaha tersenyum menjawab pertanyaan Natha.
"Baguslah kalau begitu. Tapi aku sepertinya tidak pernah melihatmu datang lagi kesana," ucap Natha. Terdengar sebuah perasaan kecewa pada nada suara Natha.
Vanya menyadari arah perbincangan Natha dan hal itu seketika membuat dia larut dalam pikirannya yang rumit. "Iya, aku hanya sedang tidak ingin melakukan aktivitas itu selama beberapa waktu," ucap Vanya.
"Kenapa?" tanya Natha. Dia terdengar begitu ingin tahu.
"Hanya tidak ingin saja," jawab Vanya. Dia terperangah mendengar pertanyaan Natha dan menjawab dengan nada murung.
Natha menyadari dirinya sudah salah mengajukan pertanyaan. Nampak sorotan mata Vanya yang kosong memandang ke arah luar jendela mobil dan hal itu membuat Natha merasa bersalah dan menyesal.
"Maaf. Aku tidak seharusnya bertanya soal itu. Maafkan aku," ucap Natha. Dia terdengar menyesali perkataannya.
"Iya. Tidak apa-apa," ucap Vanya. Dia menjawab dengan datar.
***
Mobil hitam milik Natha sudah berhenti tepat di depan rumah Vanya. Dengan bermaksud baik seraya berterima kasih, karena sudah mengantarkan pulang untuk yang kedua kalinya serta berterima kasih untuk pertolongan yang sudah dilakukan Natha di kolam renang ketika di kala itu, tanpa ragu Vanya mempersilahkan Natha untuk masuk ke dalam rumahnya. Natha tidak menolak. Mereka perlahan berjalan memasuki rumah dan mulai berbicara tentang banyak hal. Mereka semakin akrab dan duduk saling berdekatan. Menyadari kondisi itu Vanya seketika berdiri dan berjalan menjauh ke arah dapur.
Tidak tahu apa yang sedang dia rasakan. Vanya merasa gugup dan jantungnya berdebar dengan kencang. Sehingga tidak menyadari Natha yang kini sudah berada di belakang tubuhnya. Vanya membalikkan tubuhnya dan seketika berdiri tanpa jarak dengan Natha. Tubuhnya kembali terpaku. Natha memberanikan diri menyentuh jemari Vanya perlahan dan menggenggamnya dengan lembut, kemudian Natha melingkarkan lengan kirinya dipinggul mungil Vanya.
"Aku sudah lama menunggu untuk bisa bertemu lagi dengan mu Vanya. Sikapku yang dulu tampak dingin padamu, itu karena aku menyukaimu. Mulai hari ini aku tidak akan bersikap seperti itu terhadapmu," ucap Natha. Dia terlihat begitu bersungguh-sungguh mengucapkannya.
Vanya tidak menjawab perkataan Natha. Mulutnya seakan terkunci rapat, hingga Vanya terkesiap karena merasakan sesuatu yang hangat pada bibirnya. Vanya terbangun dari lamunannya karena ciuman Natha. Bibir mereka saling terpaut, terasa sangat lembut, hangat dan basah. Bibir Natha berulang kali terasa menghisap dan mengecup lembut bibir Vanya yang berwarna merah jambu. Seakan Natha tidak mampu lagi untuk menahan diri. Vanya juga tidak menolak ciuman itu, bahkan dia tampak menikmatinya. Natha menyadari reaksi Vanya dan membuat ciuman mereka menjadi lebih panas dan basah.
Nampaknya Vanya sudah terjerat dengan pesona Natha, hingga tubuhnya tidak mampu menolak perlakuan Natha yang menghangatkan hati Vanya. Bukan hal mustahil bagi Vanya, bahkan Vanya sempat memimpikan sosok Natha tanpa sengaja.
_TBC_
KAMU SEDANG MEMBACA
ANOTHER LOVE (Completed)
RomanceAnother Love The Series - Season 1&2 Full Of DRAMA Story [21++] Sinopsis Season 1 : Banyak mata mengagumi kemesraan yang terjalin antara Vanya Harari dengan Dievo Ragas. Tatapan iri tertuju kepada sepasang kekasih yang terlihat saling mencintai. Dib...