Kerlip Terakhir

11 3 5
                                    


Kerlip cahaya itu semakin memudar seiring berlalunya waktu. Semakin kecil dan semakin redup.

Dulu kerlip itu merupakan cahaya yang begitu terang. Bagai rembulan yang sinarnya dapat kita lihat di malam hari. Begitu terang dan lembut. Tidak terlalu menyilaukan seperti mentari namun dapat menyinari jalan kita.

22 tahun cahaya itu berpendar. Terkadang redup dan terkadang bersinar terang. Terkadang tampak begitu besar namun terkadang juga terlihat begitu kecil namun kita dapat melihat kerlipnya berjuang untuk terus hidup.

Namun semakin lama kerlip cahaya itu semakin memudar. Seakan-akan terlalu lelah untuk terus berpijar, terlalu lelah untuk hidup. Terus meredup dan menyatu dengan kegelapan di sekitarnya.

Ada apa denganmu?

Apa kau lelah?

Apa kau sedih?

Apa ada yang menyakitimu?

Kerlip cahaya itu tak menjawab dan semakin redup. Semakin kecil. Semakin tertelan oleh kegelapan di sekelilingnya.

Selamatkan aku.

Suara itu begitu lemah seakan-akan begitu sulit untuk mengucapkannya. Suara lemah yang menyiratkan rasa lelah dan penyerahan total.

Apa itu kau?

Kembali tak terdengar jawaban namun aku melihay sesuatu yanh tak seharusnya kulihat. Kerlip cahaya itu akhirnya redup dan tertelan oleh kegelapan di sekitarnya. Hilang. Lenyap. Musnah.

22 tahun cahaya itu bertahan. 22 tahun cahaya itu menyimpan semua rasa pedihnya, mencoba bertahan bersinar di antara kegelapan yang menyelimutinya. 22 tahun cahaya itu sendiri dalam kesepiannya.

Cahaya itu masih sangatlah muda. 22 tahun. Cahaya itu bisa terus bersinar selama 50 tahun. Bertemu dengan cahaya lain dan bersama kedua cahaya itu bisa saling menyinari. Namun tidak karena cahaya itu telah menyerah dengan rasa sakitnya dan redam. Selamanya.

Kerlip TerakhirWhere stories live. Discover now