Sebuah Penantian

42 1 0
                                    

Pagi ini sangat sejuk, kabut dan embun masih tersisa karena hujan tadi malam. jam menunjukkan pukul 05:30. Aku mempersiapkan diri untuk menjalankan aktivitasku. seperti biasa, diawali sholat tahajud tadi pagi jam 03:00, kemudian mengaji Alquran sambil menunggu adzan subuh. Setelah itu, aku membersihkan diri. Namanya juga dilingkungan pesantren, tidak ada yang serba instan. Mandi pun aku harus mengantri. Namun hari ini, aku sengaja bangun lebih pagi karena  akan mengaji di masjid. kebetulan hari ini hari ahad, hari dimana santri putra dan putri digabung untuk mengaji bersama. Kegiatan ini memang sudah menjadi tradisi lama di pesantren kami. Saat aku bergegas ke masjid, aku bertemu Yusuf dan Adnan. Akhirnya kami pun pergi ke masjid bersama.
”suf, nan. Tunggu" suaraku memberhentikan jalan mereka.
"Hei kau ini macem mana? Tak usahlah kau ribut begitu. Suara kau menggetarkan gendang telinga ku lah. Sampai joget ini."jawab Adnan dengan logat Medan.
" apa si kamu ini nan. Ada-ada saja." Yusuf tertawa mendengar jawaban Adnan.
"Hehe maaf, aku tak bermaksud menggetarkan gendang telingamu nan. Aku hanya ingin berangkat bareng saja. Kalian mau ke masjid kan?" Jawabku.
"Iya kami mau ke masjid , ya sudah kalau begitu kita berangkat bareng" balas Yusuf.
Setelah tiba di masjid, kami pun langsung mengaji. Dilanjutkan dengan mendengarkan ceramah abah Hasan. Yang merupakan pendiri sekaligus pengurus pesantren ini. Beliau juga mempunyai putri yang katanya cantik dan Sholehah. Tapi aku belum pernah melihatnya. Karena putrinya mondok sekaligus kuliah di negara yang jauh, yaitu Mesir. Luar biasa memang, putri kedua dari 3 bersaudara itu. Katanya cantik, Sholehah, cerdas pula. Laki-laki mana yang tidak jatuh cinta padanya?
Kegiatan mengaji hari ini telah usai. Aku, Yusuf dan Adnan langsung kembali ke asrama. Aku akan mengajar tilawah serta qiroah. Begitu pula Yusuf dan Adnan. Mereka mengajar kitab kuning. Karena kami adalah pengurus yang sekaligus mengajar. Namun, saat kami di perjalanan pulang. Langkahku terhenti saat aku melihat  seorang wanita yang mungkin santriwati di pesantren ini. Dia cantik. Baru kali ini aku melihatnya. Lalu Adnan dan Yusuf berhenti, dan berbalik arah. Karena mereka sudah jalan duluan, dan mereka sadar kalau aku tertinggal. Makannya mereka balik lagi dan menghampiriku.
"Hei Rosyid, kamu ini lihat apa si?" Tanya Yusuf.
"Dia cantik." Kataku dengan menatap wanita itu.
"Astaghfirullah syid, untuk apa kamu di pesantren ini. Matamu kamu gunakan untuk memandang wanita yang bukan muhrim mu."
"Astaghfirullah, apa yang telah aku lakukan suf. Aku khilaf." Aku langsung menundukan pandanganku.
Adnan menepuk bahuku, "Kalau kau suka dia, datangi ayahnya. Langsung khitbah dia lah syid. Kau kan cerdas, kau juga pengurus panutan di pesantren ini, dan kau juga kan dekat dengan ayahnya. Pasti kau dapat diterima".
"Loh loh, sebenarnya wanita itu siapa nan? Aku baru bertemu hari ini. Tapi kamu bilang aku sangat dekat dengan ayahnya?" Jawabku bingung.
"Macem mana pula kau ini, dia kan putrinya kyai Hasan syid. Seluruh santri disini juga tahu." Balas Adnan.
"Dan sudah banyak yang melamar dia, tapi selalu gagal. Tidak tahu, apa sebab kegagalannya itu." balas Yusuf.
"Jadi dia, putrinya abah yang selalu jadi incaran para santri?" Gumamku.
"Sudahlah, ayo kita kembali ke asrama. Anak-anak pasti menunggu dari tadi" kata Yusuf .
Akhirnya, kami pun kembali ke asrama untuk mengajar.  Dari obrolan tadi, aku  baru tahu ternyata putrinya abah benar-benar cantik. Dia selalu menundukkan pandangan disetiap langkah, ketika ada santri putra pun dia akan menghindar begitu saja. Mungkin maksudnya adalah untuk menjaga mata dari sesuatu yang tidak diinginkan. Sudah cantik rupa dia pun cantik hatinya. Begitulah ucapku dalam hati.
Besoknya, aku, Adnan, dan Yusuf ke rumah Abah karena ada rapat pengurus, berkenaan dengan akan diadakannya harlah dipesantren. Kami pun dengan asyik bercengkerama, membahas apa saja yang akan diperlombakan. Saat berdiskusi, datanglah dia dengan membawa beberapa cangkir teh untuk kami. Yang kemudian langsung kembali ke belakang. Masih sama seperti waktu kemarin, dia selalu menundukkan pandangannya.
"Dia putriku, namanya Fatimah. Dia baru pulang hari Sabtu kemarin dari Mesir. Sudah banyak yang melamar dia, namun selalu gagal. Padahal yang melamar dari golongan yang Abah kira sangat baik. Tapi dia tolak" Kata Abah.
"Maaf Abah, kalau boleh tahu seperti apa kriteria laki-laki pujaan Fatimah?" Tanya Yusuf.
"Dia bilang, dia suka orang yang sederhana, lembut, dan hafidz" jawab Abah.
"Subhanallah, kriteria itu ada di kau lah syid." Ucap Adnan.
Aku hanya tersenyum, aku tak pernah berfikir untuk mendapatkan putrinya abah. Jikalau pun kriteria itu memang ada dalam diriku. Itu hanya kebetulan saja.
Kami pun langsung kembali ke asrama saat rapat sudah selesai.
Sejak hari itu, aku merasa ada yang beda dengan perasaanku. Aku mencintai Fatimah. Namun aku tidak ingin cinta ini terus tumbuh, hingga memenuhi otakku. Akan aku coba lamar dia, tidak peduli nanti dia akan menerima ataukah menolakku seperti dia menolak lamaran dari laki-laki sebelumnya.  Aku pun berdoa pada Allah disepertiga malamku. Tidak ada tempat selainNya untuk aku mengadu. Tidak ada tempat yang lebih tenang, selain muroqobah denganNya.

Ya Allah, ya Tuhanku
Jika sekiranya dia memang untuku,
Dekatkanlah kami dalam ikatan yang sah
Dia yang ku cintai
Rendahkan hatinya jika ia mulai jauh dariMU
Jauhkanlah Ia dari segala perbuatan dosa
Dan tinggikanlah akhlaknya, jika ia mulai rendah
Wahai Allah, engkau yang maha membolak-balikkan hati
Aku tidak pernah tahu, kapan rasa cintaku padanya akan pudar
Yang aku takutkan hanyalah jika cintaku untukMU  hilang
Maka, satukanlah kami
Dalam  mencintai karena Engkau ya Robb
Agar kami selalu mengingatMU disetiap langkah

Hari ini aku akan ke masjid seperti biasa. Saat ditengah jalan. Aku melihat Fatimah yang sedang mengajar disana. Aku menunggunya sampai ia selesai mengajar. Hingga tibalah waktunya Fatimah selesai mengajar, aku memberanikan diri untuk langsung menemuinya.
"Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh"
"Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh"
"Maaf Fatimah, boleh bicara sebentar?" Tanyaku.
"Silahkan kang, tapi maaf jangan terlalu lama. Saya takut jika nanti timbul fitnah." Jawab Fatimah.
"Baiklah, maaf sebelumnya apakah kamu sudah di khitbah?" Tanyaku.
"Sudah kang, tapi belum ada yang saya terima." Balasnya.
"Kalau begitu, lusa, aku, ayah dan ibuku akan datang untuk melamarmu. Tidak perlu kamu jawab sekarang, dijawab saja ketika nanti kami kesana. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wa barakatuh" ucapku.
Belum sempat Fatimah menjawab apa yang aku ucapkan, aku langsung pergi meninggalkan Fatimah. Aku langsung mengajar di masjid karena para santri sudah menunggu. Fatimah pun langsung kembali ke rumah. Aku hanya melihat tadi ia hanya tersipu malu saat aku berkata aku akan melamarnya. Dia tersenyum, meskipun aku tahu ia canggung. Semoga ini adalah awal yang baik, untuk menjalankan separuh agamaku dengan ia. Wanita yang aku cintai.
Hari yang ditunggu pun telah tiba, setelah kemarin aku mengabari ayah dan ibuku di kampung. Mereka pun akhirnya datang. Kami langsung menuju ke rumah Abah. Saat kami datang, Abah terlihat bingung. Lalu aku menjelaskan maksudku untuk melamar Fatimah. Abah pun lalu tersenyum dan memanggil Fatimah.
"Nduk, kemari. Lihat, siapa ini yang datang?" Kata Abah memanggil Fatimah.
"Nggih bah" jawab Fatimah.
"Jadi maksud kami datang kesini adalah untuk melamar kamu Fatimah. Aku meminta izin kepada ayah dan ibuku. Merekapun merestuinya. Akhirnya aku beranikan diri untuk mengatakan ini kepadamu. Perihal kamu menerima atau menolak itu hak kamu. Aku hanya berharap semoga jawaban darimu adalah yang terbaik untuk kita." Ucapku.
Setelah beberapa menit suasana menjadi hening, aku menunggu jawaban Fatimah.
"Punten kang, saya sudah memilih laki-laki yang akan menjadi calon imam saya. Dia sudah mengatakan perasaannya tanpa ragu sedikitpun. Saya tidak mungkin menyakiti hatinya. Sebab saya tahu, dia adalah orang yang baik juga sholeh. Tidak pantas untuknya diberi harapan yang semu. Dan sebentar lagi kami akan menikah." Jawab Fatimah.
Mendengar jawaban Fatimah, hatiku terasa hancur berkeping-keping. Aku baru merasakan sakit yang begitu dalam. Ternyata dia sudah punya calon suami. Saat Fatimah menjawab begitu, aku memutuskan untuk pulang. Sudah jelas Fatimah menolakku.
"Oh iya aku minta maaf, aku tidak pernah tahu kalau kamu sudah mempunyai calon suami. Kalau begitu aku dan keluarga pamit pulang." Jawabku lemas.
Saat akan berpamitan pulang dengan Abah, tiba-tiba Fatimah mencegahnya dan dia berkata,
"Kamu mau kemana kang?" Tanya Fatimah.
"Aku mau pamit pulang, sudah jelas kamu kan menolakku. Aku memang laki-laki tidak tahu malu. Melamar calon istri orang." Jawabku.
Fatimah tersenyum, "mana mungkin aku membiarkan calon suamiku pulang  tanpa ada kepastian. Jadi kapan kita menikah?" Balasnya.
"Maksud kamu? Laki-laki yang kamu maksud itu aku?" Jawabku heran.

"Tentu saja kang, aku tidak mungkin menolak laki-laki terbaik dipesantren ini. Laki-laki sederhana, cerdas, dan juga hafidz. Saya menerima kang rosyid, karena saya sudah menaruh rasa sejak lama. Waktu itu saya ke perpustakaan pesantren, saya menemukan sebuah buku karya kang rosyid. Saya tertarik dengan bukunya, karena penasaran saya pun membacanya sampai tuntas. Isinya pun bermanfaat mengenai cinta setelah ikatan yang sah.  Memang saat itu saya belum kenal kang rosyid, tapi saya mencari tahu lewat Abah. Saya tanya Abah, dan Alhamdulillah beliau menjawab sekaligus menjelaskan siapa kang rosyid. Saya hanya bisa menanti kang rosyid untuk datang melamar saya. Dan hari ini, Allah menjawab doa-doa yang selama ini saya panjatkan" balas Fatimah.
"

Subhanallah, rencana Allah selalu diluar dugaan manusia. Rencana yang begitu sempurna. Kalau begitu kita diskusikan tanggal untuk menikah." Jawabku.
Dua bulan berlalu, aku dan Fatimah melangsungkan akad nikah di masjid. Pernikahan kami sederhana, yang terpenting mendapatkan ridho orang tua. Kami pun sudah resmi menjadi sepasang suami-istri. Aku benar-benar beruntung mendapatkan istri seperti dia. Aku selalu berdoa semoga cinta dan keikhlasan menalikan kami senantiasa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 24, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

sebuah penantianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang