we were in love
we met
that's good enough
i loved you // ikon – love scenariosemuanya berjalan tidak begitu saja. pagi selalu terasa lebih berat daripada sebelumnya bagi wheein. hari dan malam terasa jauh lebih panjang dari biasanya bagi hyejin. semuanya terasa lebih monokromatik bagi wheein dan hyejin.
hari ini, sengaja wheein corengkan tanggal hari ini dengan tinta merah dari penanya diatas kalendar mejanya. setahun sudah kata perpisahan tersebut terucap. setahun sudah air mata dan sedihnya hanya di peruntukkan untuk hyejin. setahun sudah tak ada lagi yang menemaninya di pagi dan malam hari. hari ini akan sulit, ucap wheein mendoktrin dirinya sendiri.
hari ini ia ingin bersedih. ingin untuk tidak dihibur. ingin untuk menyesali semuanya. hanya ia saja. tak boleh ada yongsun unnie, tak boleh ada byulyi unnie, tak boleh ada taehyung, tak boleh ada jimin. tak boleh ada siapapun. kecuali jika hyejin. hanya hyejin.
[]
pakaian dan riasannya sudah rapih. tas kerjanya sudah ia lingkarkan di lengan kanannya. kopinya sudah beres ia sesap sedari tadi. ia membetulkan posisi lavendernya agar tersorot hangat mentari seoul. setelahnya wheein pun beranjak pergi dari rumah menuju kantornya.
[]
seoul sore hari sangat mendung. wheein sengaja tak membawa payung. ia hapal betul hujan akan seratus-persen menutupi sedih dan air matanya. maka dari itu ia tak membawa payung, agar ia tak usah payah menutupi sedih dan air matanya hari ini.
[]
kuturunkan pandanganku ketika tengah menanti lampu merah. menatap layar komputer selama tujuh jam tanpa henti benar-benar membuat mataku pegal. aku melihat sepatuku, dan banyak pasang sepatu orang lain. aku melihat beberapa air berskala kecil mulai mencium jalanan seoul. aku melihat aku di bayangan kecil dalam genangan air. ia sedih. terutama hari ini.
ah! sepertinya lampu hijaunya akan segera berakhir. aku berpikir, setelah aku merasakan lampu-lampu yang terpantulkan dalam genangan air tersebut bertambah. kendaraannya mulai kembali menumpuk. klakson kendaraan kian nyaring, semuanya ingin cepat-cepat keluar melintasi lampu hijau sebelum berubah menjadi kuning dan merah.
aku angkat kembali pandanganku. dan aku melihatmu. aku melihatmu yang tengah melihatku. tatapan kita berdua nanar. saling merindukan satu sama lain. kuharap. karena aku iya.
aku tak percaya kau ada disana.
Ahn Hyejin. kau ada didepanku. dua belas meter di hadapanku. sepertinya kau juga baru pulang dari pekerjaanmu. dan kini kau mengenakan kacamata bundar yang selalu kau simpan di laci lemariku dahulu, karena kau tak suka bentuk framenya. kau tak berubah. hanya sedikit lebih ramping. leher jenjang milikmu yang terekspos karena ikatan rambutmu masih disana. pipi besar yang sempat kau benci sepertinya telah menghilang. tergantikan dengan tulang pipi yang sangat menonjol.
kau disana. dan setelah bertukar pandang cukup lama denganku, akhirnya bibirmu terangkat. kecil. namun kurasa aku bisa melihat lesung mu yang jarang itu. atau itu hanya aku yang berfantasi? melihat lesung tersebut lagi?
aku melangkah, karena aku tahu, saat ini yang kubutuhkan hanya sebuah peluk hangat darimu.
kau masih disana. tersenyum simpul. dan kini aku yakin lesungmu memang muncul. namun setelah beberapa langkah, senyummu pudar. mengapa? alismu terangkat. mengapa? meskipun masih ingin bertanya mengapa, namun aku senang kau mulai berlari kearahku. melawan orang-orang yang menghalangimu.
aku menyaksikannya. kakimu bahkan belum menyentuh garis zebra-cross. mereka terhenti secara paksa. mulutmu, kau tutup erat dengan kedua tanganmu.
tubuhmu berguncang. sedang tubuhku hancur.
air matamu mengalir deras. sedang darahku mengalir deras.
[]
2018. February, 8th. Bandung.