24. End Of The Farewell

250 18 8
                                    

"Semesta terlalu lucu,
menghabiskan waktu hanya untuk bercanda."

***

Setelah acara kelulusan kemarin aku langsung pulang dengan perasaan hampa. Rasanya hari itu aku tidak menikmati moment perpisahan dengan teman-temanku, yang aku pikirkan hanyalah sosok Adam yang tiba-tiba menghilang.

Aku terbangun dari tidurku lantas membuka handphoneku. Bola mataku membelalak saat mendapati satu notification.

Langsung saja ku buka chat itu dengan semangat.

Adam Bagaskara: 36,60.

Aku mengernyit saat mendapati chat dari Adam, tidak mengerti apa maksudnya. Setelah berpikir lama barulah aku ingat sesuatu. Ah iya, kemarin malam aku menyuruh Intan mengechat Adam menggunakan handphoneku untuk menanyakan nemnya, tetapi atas nama Intan bukan atas namaku. Aku terlalu pengecut untuk mengirimkan Adam pesan terlebih dahulu.

Berhubung chat dari Adam sudah ku baca jadi, kuputuskan untuk membalasnya. Siapa tahu dengan begitu aku bisa berkomunikasi dengannya walau hanya sebentar.

Arletha Mozalea: Oh, lo mau kuliah dimana?

Aku mematikan handphoneku lalu meletakkannya diatas nakas, tidak lama suara notification berbunyi nyaring. Ku buka handphoneku dan langsung berbinar mendapati balasan dari Adam.

Jika cowok itu sudah membalas chat dariku berarti ia sekarang sedang online.

Senyumku langsung merekah seolah mendapat balasan chat dari Adam adalah berkah. Tidak apa meski harus orang lain yang memulai terlebih dahulu, setidaknya jika itu membuat aku dan dia bersama mengapa tidak?

Adam Bagaskara: Maunya di UI, STAN, sama ITB.

Arletha Mozalea: Serius mau di ITB?

Adam Bagaskara: Iya, emang kenapa?

Arletha Mozalea: Nggak pa-pa sih, cuma itukan jauh.

Adam Bagaskara: Kalo niatnya buat cari ilmu kenapa harus permasalahin jarak?

Iyalah masalah, nanti kalo lo ke Bandung gue susah dong buat nemuin elo, Dam! Nggak peka banget sih. -Gerutuku dalam hati.

Arletha Mozalea: Hehe, iya Dam, semoga kesampaian masuk di kampus yang lo mau.

Adam Bagaskara: Iya aamiin, aamiin'in juga dong, Za.

Aku tersenyum, jantungku berdegup kencang. Ya ampun Adam, kenapa selalu bisa bikin aku terbang melayang? Hanya karena chat singkat saja ia langsung bisa mengembalikan moodku yang tadinya memburuk menjadi membaik.

Arletha Mozalea: Haha iya Dam, aamiin:)

Chatan itu terus berlangsung hingga menjelang siang, entah mengapa untuk hari ini kekecewaanku kemarin menghilang begitu saja hanya karena seorang Adam. Begitu mudahkah dia membuat aku terjatuh lalu, begitu mudahnya juga dia membuatku terbang.

Memang hanya Adam, sosok yang aku cintai namun, sulit untuk ku mengerti. Perasaan Adam terlalu abu-abu untuk ku tebak isinya, dia masih membeku seperti dinginnya malam.
Hingga aku tersadar bahwa cara untuk meluluhkan kebekuan itu hanya dengan kehangatan. Lantas, aku bingung harus melakukan apa? Aku terlalu kaku dan malu untuk memulai terlebih dahulu.

Itulah kodratnya perempuan, hanya bisa menunggu kepastian.

***

Esoknya aku datang ke sekolah pagi-pagi untuk mengambil Ijazahku yang katanya sudah keluar dan bisa diambil hari ini. Aku melangkahkan kaki memasuki ruang Tata Usaha untuk mengambil Ijazahnya yang berada disana.

Love in SilentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang