-John P.O.V
"Bi Mimi, John pulang" Ucap ku saat sampai di rumah.
Rumah yang amat sunyi. Sepertinya bi Mimi masih bekerja?
Dengan langkah kaki ku, aku menaiki tangga rumah untuk sampai ke kamar ku. Kamar ku sudah rapi lagi. Padahal semalam aku baru saja memberontak ruangan ini. Aku menghembuskan nafas. Lalu berbaring di kasur. Gitar ku aku biarkan tergeletak saja di lantai. Aku masih mengingat kejadian tadi di kafe. Itu adalah pengalaman ku yang sangat aku impikan. Oh ya ampun. Apa ini benar-benar kenyataan? Atau hanya mimpiku saja? Aku tersenyum bangga. Lalu mengambil sesuatu di dalam saku celana hitam ku. Uang ku sendiri. Hasil kerjaku. Pasti Bibi Mimi sangat bangga pada ku!
Krek' Suara pintu rumah terbuka. Ah! Itu pasti Bibi Mimi!
"Hai Bi!" Ucapku bangga sambil menuruni tangga kayu dengan cepat. Bi Mimi membawa keranjang belanjaan.
"Hai John, kau baru pulang? Maaf bibi belum masak. Akan bibi masak secepatnya" ucap Bibi.
"Tak apa bi. Aku sudah makan. Apa bibi sudah makan?" Tanyaku balik.
"Bibi sudah makan John. Kau makan dimana?"
"Di kafe tadi. Bi! Aku ingin cerita!" Ucapku bahagia.
"Ya?"
"Tadi di kafe aku bernyanyi bi! Penghasilanku lumayan" aku menunjukan beberapa lembaran uang kepada bi Mimi. Benar dugaan ku, pasti Bi Mimi akan terkejut mendengarnya.
"John! Kau bernyanyi apa sampai dapat uang sebanyak itu?" Tanya Bi Mimi penasaran. Aku dengan bangga menceritakan semua yang terjadi. Mulai dari bertemu Paul McCartney dan sampai aku manggung di kafe. Tapi, aku tidak memberi tahu bi Mimi bahwa aku mempunyai ambisi untuk membuat band. Karena aku takut jika aku tidak berhasil, bi Mimi pasti ikut sedih.
"Siapa Paul McCartney yang kau maksud?" Tanya Bi Mimi.
"Dia teman baru ku bi. Ayahnya orang bangsawan." Ucapku bergembira.
"John, kita sangat beda kelas dengan Paul. Paul adalah anak bangsawan, sedangkan kita hanya warga biasa." Ucap bi Mimi yang aku anggap tidak masalah, karena setiap manusia itu diciptakan sama bukan? Tidak untuk di beda bedakan?
"Tak apa bi, lagi pula Paul adalah orang yang asik. Dia juga tidak sombong" ucap ku.
"Yasudah. Simpanlah uang itu, kau manfaatkan sebaik baiknya" ucap Bi Mimi.
"Ah, tidak Bisa bi, sebagian akan ku beri untuk mu" ucap ku, lalu membagi setengah untuk bi Mimi.
"Tidak perlu John" bi Mimi mengembalikan lagi uang yang baru ku beri.
"Jangan begitu, bi. Rasakan lah penghasilan keponakan mu ini." Ucap ku tersenyum bangga.
"Kau anak yang baik John" ucap Bi Mimi lalu mengusap pucuk kepala ku.
Apakah ini adalah langkah awal ku untuk mengejar mimpi ku?
****
Setelah pulang dari kampus, aku langsung menuju ladang rumput tempat dimana aku dan Paul akan berjumpa kembali.
Suara pepohonan yang bergoyang kesana kemari seperti sedang bernyanyi. Aku melihat seseorang duduk di bawah pohon besar itu. Paul! Oh, ternyata dia.
Paul datang dengan pakaian resminya sembari membawa gitarnya. sama seperti ku, aku mengubah penampilanku seperti nya, walaupun aku bukan anak seorang bangsawan tetapi aku ingin berkesan seperti orang yang sibuk sedang mencari kedamaian.
Aku yang datang dengan gitar ku pun menghampiri Paul. "Hai, Paul" Ucap ku lalu duduk di sebelahnya.
"Hai, John. Kau?" Paul menatap bingung kearah ku. "Apa maksudmu mengubah pakaian mu menjadi pakaian resmi seperti ku?" Tanya nya heran.
"Karena aku berfikir. Orang yang mengenakan pakaian resmi sembari membawa gitar itu sangatlah lucu. Seperti orang yang sibuk sedang mencari ketenangan" sontak saja, Paul terbahak.
"Sebenarnya aku juga tidak begitu suka mengenakan pakaian ini. Hanya saja, ayah mewajibkan ku. Jadi ya... Beginilah" ucap Paul apa adanya
"Kau keren" ucapku mengacungkan ibu jari.
"Begitupun dengan mu" ucapnya.
"Jadi John, apa nama band kita?" Tanya Paul.
Aku memejamkan mata, lalu berfikir dalam ketenangan.
"The Blue?" Ucap Paul.
"Emh, ku rasa kurang. Bagaimana dengan The Rocking?" Tanya ku balik.
"Jika The Rocking berarti lagu kita lebih banyak tentang Rock? Aku fikir itu kurang tepat." Ucap Paul. Memang benar juga.
Kami terdiam dan terus mencari judul yang indah. "Bagaimana dengan The wings?" Ucap Paul yang aku mempertimbangkan.
"Aku ingin band kita berkesan seperti orang sibuk yang mencari ketenangan. atau.... The Beatles?"
Paul terdiam sejenak. "Namanya memberi banyak kesan. Aku suka nama itu. Tidak dapat di artikan. Hanya bisa tersirat. Benar bukan?" Ucap Paul tersenyum.
"Ya. The Beatles. Mari Beatles, kita mulai dari mana ini?" Tanya ku. Aku masih tidak percaya bahwa mimpiku hampir terwujud.
"Dari pemain gitar terbaik waktu kau bilang kemarin? Dimana rumahnya?" Gumam Paul.
Aku baru mengingat George! Ah, dasar pelupa. "Iya, namanya George, aku sampai lupa. Rumahnya dekat dengan komplek rumah ku. Kapan kita ingin kesana?" Tanya ku.
"Sekarang" jawab Paul cepat. Sepertinya Paul memang sudah tidak sabar sekali untuk membentuk band bersama ku. Aku tersenyum, lalu berdiri.
"Ayo Beatles!" Seru ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beatles
FanfictionSelalu berfikir. itu yang aku lakukan. Berfikir untuk mencari hal yang baru. Biarkan aku berimajinasi disini. Bersama mimpi mimpi ku. Dan, mimpi mimpi itu tak akan ku biarkan lenyap begitu saja.-JohnLennon