Bagian 2

708 26 2
                                    

Happy reading!!
Jangan Lupa Bahagia...

***

Aku mencari Arham di kelasnya. Tapi aku malah tidak melihatnya. Sekarang jam pelajaran kedua, tapi pria itu malah tidak ada di kelasnya. Tidak tahu apa, aku harus meminta izin untuk memberikannya buku Iqbal. Aku mengerutkan keningku. Apa dia tidak sekelas dengan Iqbal? Bodohnya, aku lupa menanyakannya kemarin.

“Icha, yah?”

Aku melihat gadis manis tersenyum ke arahku. Aku mengangguk.

“Bal.” Akira memanggil Iqbal.
Aku melihat ke arah Iqbal dan aku menemukan Arham juga disana. Berada di bangku paling pojok. Pria itu menangkup kepalanya di dalam lipatan tangannya. Sepertinya dia tidur. Aku menggeleng. Bisa-bisanya dia tidur di saat jam pelajaran. Apa dia tidak ditegur guru yang tadi mengajar di kelasnya?

“Icha?” Iqbal tersenyum.

“Buku kamu.” Aku memberikannya buku itu kepada Iqbal.

“Ambil aja.”

Bukan Iqbal. Bukan Iqbal yang baru saja bicara tapi Arham yang sedang berjalan ke arah kami. Aku mengerutkan keningku tidak mengerti. Sekarang dia sudah ada di hadapanku. Iqbal dan gadis yang tidak kutahu namanya itu sedikit minggir. Ada apa sebenarnya ini?

“Buku ini jadi milik kamu sekarang,” ucap Arham membuatku semakin bingung.

“Kok bisa? Yang bayar kemarin kan Iqbal?” Aku menatap Iqbal yang diam, tapi tersenyum.

“Udah. Kamu simpen aja. Ini punya kamu sekarang.” Arham mendorong buku yang kuulurkan mendekat ke tubuhku.

“Bal.” Aku meminta jawaban kepada Iqbal.

“Ambil aja.” Iqbal mengangguk.

“Beneran?” tanyaku girang.

“Iya.” Iqbal kembali mengangguk.

“Makasih.” Aku melebarkan senyumku karena senang. Aku tidak harus susah-susah mengembalikan buku itu lagi. “Ham, makasih juga, yah.” Aku menatap Arham yang langsung tersenyum.

“Oh iya, ini Akira, pacar aku.” Iqbal memperkenalkan gadis di sampingnya. Ternyata gadis itu yang bernama Akira.

“Akira.” Akira mengulurkan tangannya untuk menjabat tanganku. Aku pun membalas jabat tangannya.

“Kamu ke kelas, gih. Masih jam pelajaran, kan?” Arham menyadarkanku. Aku mengangguk dan berterima kasih lagi. Aku kembali ke kelasku yang tepat berada di samping kelasnya.

Aneh sebenarnya. Kenapa tiba-tiba Iqbal memberikan buku itu kepadaku? Lalu, bukan Iqbal yang mengatakannya lebih dulu. Malah Arham bersikap seolah-olah dialah pemilik buku itu. Tapi kemarin aku melihat Iqbal-lah yang membayar buku itu. Aku baru tahu kalau ada orang-orang seperti Arham, Iqbal, dan juga Akira. Yang lebih membuatku bingung. Iqbal maupun kekasihnya tahu namaku dan kemungkinan besar Arham juga tahu. Aku bukan siswi terkenal, tapi kenapa mereka tahu namaku?

***

Aku meruntuki diriku sendiri. Bisa-bisanya aku lupa membawa payung dan jaket. Musim hujan sudah datang dan harusnya aku harus mempersiapkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Sekarang aku hanya bisa berdiri di halte sambil menunggu hujan reda. Tubuhku juga sudah kedinginan. Tinggal aku sendiri disini. Aku harus piket dulu jadi aku salah satu siswi yang terlambat keluar kelas.

Tidak lama kemudian sebuah motor terparkir di depan halte. Aku seperti mengenal motor itu. Si pengendaranya segera turun dan berlari menghampiriku. Sepertinya ia juga ingin berteduh. Aku melihat dia membuka helmnya. Aku tersenyum saat tahu siapa dia. Dia juga ikut tersenyum saat melihatku.

Hujan PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang