George Harrison

196 12 0
                                    

-John P.O.V

"Permisi" ucap ku sambil mengetuk pintu kaca rumah George.

"Kalau ini rumah George, dimana rumah mu John?" Tanya Paul di sampingku.

"Oh, rumah bibi ku di sebrang sana." Ucap ku menunjuk serangan rumah George.

"Bibi? Kau tidak tinggal bersama orang tua mu? Tanya Paul yang berhasil membuatku ingat ke masa lalu.

"John? Kau baik-baik saja?" Tanya Paul. "Maaf jika aku membuat mu sedih" imbuhnya.

"Tak apa. Ibu dan ayah ku-"

"John?" Ucap seorang perempuan tiba-tiba di depan pintu.

"Hai Bi Louise, apa ada George?" Tanya ku pada wanita itu, ya dia adalah ibu George.

"Oh ada silahkan masuk" Ucap bi Louise.

Aku dan Paul pun masuk ke rumah itu. "Bi Louise, perkenalkan, ini teman baru ku. Namanya Paul McCartney" ucapku pada bi Louise.

"Hai. Saya Louise French ibu dari George Harrison" ucap wanita itu tersenyum manis.

"Oh, saya Paul McCartney. Senang berkenalan dengan bibi" ucap Paul ramah.

Tiba-tiba seseorang datang dari kamar depan. "Bu, siapa yang datang?" Ucap George di ambang pintu.

"Hai George! Ini aku John." Ucapku lalu melambaikan tangan ku.

"Kalian ingin minum apa?" Tawar bi Louise.

"Tak apa bi, kami hanya sebentar" jawab ku ramah.

"Baiklah. Kalau Paul?" Tanyanya beralih ke sebelah ku.

"Terimakasih, bi. Saya sudah kebanyakan minum air tadi." Ucap Paul menolak lama.

"Yasudah, bibi tinggal dulu ya" ucap Bi Louise lalu beranjak ke tangga atas rumahnya.

"Hai John, ada apa?" Tanya George yang baru saja mandi.

"Hai George, perkenalkan, ini teman baru ku, Paul McCartney" ucap ku memperkenalkan George pada Paul.

"Hai, George Harrison. Senang berkenalan dengan anda" ucap George ramah.

"Paul McCartney. Saya juga" balas Paul.

"Jadi, tumben sekali kau mampir kemari. Ada apa?" Tanya George sekali lagi.

"Jadi begini George. Aku dan Paul sudah sepakat ingin membuat band. Namanya The Beatles. Apa kau berminat untuk bergabung?" Tanya ku langsung ke inti.

"Band?! Oh ya ampun!!! Aku sangat ingin sekali mempunyai band. Jika kau bertanya, tentu aku sangat berminat!" ucap George bersemangat.

"Baiklah, selamat bergabung, Bro" ucap ku lalu menjabat tangan dengan George.

"Oh, tentu!" Sahutnya.

"Selamat" ucap Paul ramah.

"Terimakasih" Jawab George.

"Tetapi, kenapa kalian mengenakan pakaian resmi seperti ini? Apalagi sembari membawa gitar, itu lucu" heran George.

"Ini akan menjadi Khas kita jika kita manggung. Terkesan aneh, bukan?" Jawab Paul.

"Ya, tapi ini langka!" Jawab George.

"Itu keren bukan?" Sahut ku.

"Hahaha. Tentu John. Jadi, kapan kita akan merilis album?" Tanya George

"Hahaha. Kau ini sangat tidak sabar sekali George. Menurutku kita tambah lagi satu orang, menurutmu siapa?" Tanya ku.

"Aku punya kenalan, dia pemain Drum, bagaimana?" Tanya George.

"Cobalah bawa orang itu kemari" ucap ku.

"Hahaha. Tidak mungkin sekarang. Mungkin besok"

"Tak apa George. Kami juga akan mencari pemain bass satu lagi" ucap Paul.

"Untuk apa Paul? Kau kan sudah mahir dalam bermain bass?" Tanya ku.

"John. Jika Ritme kita cepat, aku belum sanggup menguasai bass sendirian" ucap Paul.

"Baiklah. Tapi kita uji dulu orang-orang itu." Saran ku.

"Aku setuju" ucap Paul.

"Ya, aku juga" sambar George.

****

Keesokan harinya, kami bertiga sepakat berjumpa kembali di ladang rumput. Aku bersama gitar tua ku menuju lagi ke tempat dimana biasanya aku mencari ketentraman. Dulu, aku memang sendiri, tapi sekarang aku mempunyai Paul. Jadi, kesepian sudah tak ada dihidupku.

"One day... You 'll look...

To see i've gone...

But tomorrow may rain, so

I follow the sun..."

Paul bersandar di pohon itu sembari memainkan gitarnya.

"Hai Paul! Lagu yang indah" seru ku menghampiri Paul.

"Haha.. biasa saja. Itu adalah lagu konyol ku" ucap Paul meniru jawaban ku kemarin yang pernah ku lontarkan padanya.

"Lagu itu sangat tidak pantas kau bilang konyol, Paul" ucap ku tersenyum.

Paul hanya tertawa. "Dimana George?" Tanya Paul.

"Mungkin di jalan. Kita tunggu dia sambil bernyanyi saja?" Ucap ku menyarankan.

"Boleh."

Dan akhirnya kami pun menunggu kedatangan George Harrison sembari bernyanyi.

Aku menatap langit biru yang tertutup dedaunan pohon besar ini.
Angin seperti ingin menyampaikan sesuatu pada ku.
Yang aku balas pada angin.
Tolonglah jaga ibu dan ayah ku disana.
Tolonglah jaga bi Mimi disana.
Dan tolonglah jaga orang yang berada di samping ku ini.
Ya, dia.
Paul McCartney.

"Paul, apa kau tahu sesuatu?" Ucapku tiba-tiba di pertengahan lagu yang kami mainkan.

Paul berhenti memetik gitarnya, begitupun aku.

"Mengenai apa?" Tanyanya sembari menatapku.

"Mengenai diriku" ucapku menatap kosong.

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti jalan cerita mu"

Aku hanya tertawa renyah. "Pasti kau tidak tahu. Karena kau tidak pernah merasakan kesepian" ucapku masih dengan tatapan kosong.

"John, ceritalah, jangan membuat diriku ini tambah bingung dengan ucapanmu. Ada apa? Kita teman dekat, bukan?"

"Ya. Kau adalah teman dekat ku, Paul. Aku sangat berterima kasih pada mu. Karena, jika kau tidak ada, mungkin petang ini aku masih menyendiri di pohon besar ini."

"Lantas, kau ingin bercerita apa? Bicaralah" pinta Paul.

"Sebenarnya..."

The BeatlesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang