Bagian 3

525 25 0
                                    

Happy Reading!!
Jangan Lupa Bahagia...

***

Tidak terasa sudah setahun kami bersahabat. Sekarang kami sudah kelas XII dan beberapa bulan lagi kami akan lepas dari kisah putih abu-abu. Walau sebenarnya masih lama, tapi biasanya waktu berlalu begitu saja tanpa terasa. Buktinya, kami tidak menyangka sudah saling mengenal selama satu tahun. Dan selama setahun ini aku bahagia menjadi sahabat mereka.

“ICHAAAA!!”

Aku menutup telingaku. Suara Akira seakan menggema dan membuat telingaku ngilu. Aku berbalik untuk menatapnya. Kekasih Iqbal itu berlari menghampiriku dengan senyum tanpa dosa setelah hampir berhasil memecahkan gendang telingaku.

“Kenapa?” tanyaku setelah Akira tiba di sampingku. Banyak siswa-siswi yang masih berkeliaran di luar kelas karena jam istirahat belum selesai.

“Malam minggu nanti aku nggak bisa ikut. Aku ada urusan keluarga,” jawabnya dengan nada sedih.

“Iqbal?”

“Iqbal nemenin aku. Kamu malam mingguan sama Arham aja, yah?”

“Yah, nggak seru amat nggak ada kalian. Emang penting banget ya urusan kamu itu? Atau Iqbal ngelamar kamu?”

“Ngaco kamu. Kita belum tamat SMA juga.” Aku terkekeh melihat ekspresi wajahnya yang lucu. Aku berhasil menggodanya.

“Ya udah, nggak apa-apa, kok. Malam mingguan sama Arham aja juga nggak apa-apa, kok.” Aku tersenyum.

“Ciiieee, seneng yah berduaan doang sama Arham?” Sekarang Akira yang menggodaku.

“Apaan, sih? Kan, kamu sama Iqbal nggak bisa ikut. Ya, mau gimana lagi,” ucapku tersenyum mencoba menahan diriku untuk tidak merona.

“Kalau Arham nembak bakal diterima, nggak?” tanya Akira membuatku berhasil merona. “Ciiiee, pipinya merah.” Akira terkekeh dan membuatku malu.

“Aah, kamu apaan sih? Mana mau Arham sama aku.” Aku menahan senyumku untuk tidak semakin lebar. Aku benar-benar malu dibuatnya.

“Ha ha ha. Kamu lucu. Ya udah, nanti aku bilang ke Arham kalau kamu nunggu dia nembak kamu.”

“Apa? Iiih, apaan sih? Jangan!! Aku nggak ngarep ditembak Arham, kok.”

“Nggak ngarep, tapi senyum-senyum malu-malu gitu?”

“Akira.” Aku memegang lengan Akira memohon untuk tidak mengatakan hal itu kepada Arham.

“Ha ha ha.” Akira tertawa menang. Dia benar-benar membuatku merona dan malu. Dia berhasil menggodaku. “Nggak, kok. Tapi kamu pasti tahu kalau Arham suka sama kamu. Byeee.” Akira langsung pergi dari hadapanku.

Sepergian Akira, aku memegang pipiku yang kurasa memanas. Akira benar-benar membuatku merona. Dan juga, apa maksudnya mengatakan bahwa Arham menyukaiku? Aku tidak merasa seperti itu. Aku hanya merasa aku yang menyukainya. Menurutku sikap Arham kepadaku selama ini karena aku sahabatnya dan mungkin jika dia memiliki sahabat perempuan lainnya, dia akan memperlakukan sama sepertiku. Aku tidak boleh ge-er.

***

Akhirnya aku dan Arham malam minggu berdua saja. Arham mengunjungi rumahku dan memilih untuk berdiam diri di rumah saja. Ya... itu tidak apa-apa. Maksudku, aku tidak berpikir bahwa Arham akan mengajakku jalan keluar. Apalagi menghabiskan waktu di rumah saja dengannya membuatku senang. Aku juga tahu Arham melakukan itu karena tidak enak dengan orang tuaku. Biasanya ada Akira dan Iqbal. Sekarang hanya kami berdua.

Hujan PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang