#2: Masuk Komunikasi Berkat Mantan

351 17 2
                                    


Sepulang les Bahasa Jepang, saya langsung membuka website penerimaan mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Malang. Hari itu memang hari pengumuman. Penentuan antara saya diterima atau nggak.

Setelah website terbuka, saya langsung memasukkan data-data yang dibutuhkan. Seperti nama dan lainnya. Di website tersebut tertulis saya diminta untuk mengunduh file PDF.

Saya lakukan dengan segera.

Begitu selesai diunduh, saya langsung membuka filenya. Perasaan jadi kacau balau. Tiba-tiba kebayang waktu ditolak SNMPTN dulu.

Saya menyipitkan mata, membaca pelan-pelan kalimat demi kalimat yang tertulis di PDF, perlahan-lahan saya scroll down dan.... Saya dinyatakan lulus. LULUS COY! Saya langsung lari keluar kamar sambil memeluk laptop, mencari ibu di warung. Setelah ketemu saya langsung menunjukkan tulisan yang ada di layar laptop.

Dia memperhatikan layar laptop lekat-lekat. Kemudian dia menoleh ke arah saya dengan raut wajah yang bingung.

"Ini tulisannya apa ya? Ibu ndak liat"

"....."

Iya, saya lupa, ternyata ibu saya pengelihatannya buram kalo nggak pake kacamata. Saya kemudian memberitahunya kalo saya diterima di Komunikasi UMM.

Begitu tahu, ada garis indah tergores di bibirnya.

***

Setelah gagal kuliah di tahun sebelumnya. Saya nggak mau mengulanginya lagi. Jauh-jauh hari sebelum universitas-universitas di seluruh Indonesia membuka pendaftaran, secara berkala, saya mengecek universitas-universitas yang akan saya tuju.

Sejak mulai suka menulis dan membaca, tujuan saya jelas. Saya pengin kuliah di jurusan yang bisa memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang tulis menulis. Kalo dipikir-pikir jurusan yang tepat adalah Sastra Indonesia, tapi entah kenapa saya jatuh hati dengan jurusan Ilmu Komunikasi, mungkin hal ini gara-gara mantan pacar.

***

Sewaktu masih pacaran sama mantan, saya selalu ingin menyenangkan dan menyayangi dia, laki-laki ideal memang seperti itu. #Anjay. Menurut saya ketika masih alay dulu, salah satu cara menyayanginya adalah dengan mengikuti segala yang ada sangkut pautnya dengan pacar.


Pacar saya waktu itu, punya cita-cita sebagai seorang Duta Besar. Karena masih awal-awal jadian dan masih lengket-lengketnya, sebisa mungkin kami harus sering bersama, salah satu caranya adalah mengikuti dia sebagai Duta Besar. Romantis kan?

Setelah mengetahui cita-citanya, saya langsung membuka situs Kementerian Luar Negeri untuk melihat kualifikasi lulusan dari jurusan apa yang bisa kerja di sana, dari beberapa jurusan kuliah, jurusan Ilmu Komunikasi tercantum di sana dan berhasil membuat saya bertanya "jurusan apa sih Komunikasi ini, apa cuma modal ngomong doang ya?"

Kemudian saya rajin mencari informasi tentang Komunikasi. Setelah mengumpulkan data dari berbagai sumber, saya jadi tau Ilmu Komunikasi secara umum itu kayak apa. Salah satunya, Ilmu Komunikasi itu belajar jurnalistik, atau secara kasar ya belajar tulis menulis.

Bermodalkan informasi itu, saya membulatkan tekad untuk kuliah Komunikasi dan masuk jurnalistik, biar makin 'canggih' nulisnya. Dan tentunya, biar saya bisa menyamai cita-cita pacar.


Setelah mengumpulkan data-data tentang Komunikasi, saya kemudian mencari info universitas atau kampus mana, yang jurusan Ilmu Komunikasi bagus, dan memilki sejarah yang baik (dan yang pasti punya mahasiswi yang cantik-cantik!)

Kalo kita teliti, di situs BAN-PT dan setiap website universitas, udah ada semua data-data yang kita butuhkan, tinggal pintar-pintarnya mengolah informasi aja. Sebenarnya saya kepicut sama Komunikas Unpad, UI dan Airlangga, tapi karena trauma ditolak kampus negeri, saya memilih UMM yang kualitasnya nggak kalah jauh sama tiga kampus yang lain.

FYI, saat saya daftar di UMM untung aja tersedia jalur undangan dan memperbolehkan lulusan SMA yang nganggur setahun seperti saya untuk daftar. Saya memang berjodoh sama UMM, tapi... nggak berjodoh sama pacar waktu itu, beberapa hari setelah daftar, kami resmi putus.

***

Setelah menunjukkan hasil pengumuman ke ibu, saya langsung mencari dan melengkapi berkas yang dibutuhkan untuk daftar ulang. Ijazah, kartu keluarga, dan kartu Yugi saya kumpulkan.

Yang bikin agak kepikiran adalah, daftar ulangnya harus ke Malang langsung dan nggak bisa diurus dari Lombok.

Saya bingung.

Bayangin aja, kalo saya pergi daftar ulang, berarti itu adalah pertama kalinya saya pergi ke luar Lombok naik pesawat. sebelum pesen tiket aja, saya udah deg-degan parah.

Selain itu, yang paling berat saya tinggalin adalah keluarga dan semua kemudahan. Selama 17 tahun hidup di Lombok, kami nggak pernah pisah. Saya juga nggak pernah hidup sendiri. Jadi, kalo saya merantau ke Malang, saya akan jadi anak sebatang rokok. Oke, Maksud saya sebatang kara.

Biasanya kalo mau makan tinggal ambil di dapur, kalo mau nyuci tinggal dicuciin, kalo mau uang tinggal ngambil di Boediono. Semua itu nggak bisa saya nikmati kalo jadi mahasiswa rantau. Semuanya serba mandiri, saya belum siap.

Tapi... apapun yang terjadi, saya akan tetap pergi ke Malang mengejar cita-cita sebagai Duta Besar Indonesia untuk Kongo. Nggak ding.

Saya akan pergi ke Malang dengan modal cita-cita, 'Balik ke Lombok, saya harus jadi penulis!"

Komunikasian: Pedih Perih Jadi Anak KomunikasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang