part 1

75 3 0
                                    

"Jika memang Allah tak menakdirkan kita bertemu, mengapa jalan ini terasa lancar tanpa halangan. Tidak seperti perjalanan kemarin yang telah ku tempuh. Semoga ini adalah jawaban dari keinginan hati kecilku."

Febi's POV

Teriknya matahari pagi menyilau dikedua kacamataku. Tepat pukul 8 pagi kukendarai sepeda motor kesayangan. Dengan bekal restu dari Ibu untuk pergi ke Purwokerto menemui seorang laki-laki yang kukenal 3 bulan yang lalu dari media sosial. Maraknya kasus pembunuhan terhadap perempuan oleh teman kencannya dari media sosial tidak ku hiraukan. Aku yakin bahwa dia adalah laki-laki baik.

Hanya membutuhkan waktu setengah jam untuk perjalanan, aku langsung mencari tempat penitipan sepeda motor dan melangkah ke halte bus antar kota jurusan Kota Banjar. Aku telah berbohong pada Ibu. Ya, Purwokerto bukan tujuanku tapi Kota Banjarlah tempat aku dan Mas Indra akan bertemu. Pikirku, yang penting restu dari Ibu sudah kukantongi untuk mendoakan keselamatan diri ini. Sebenarnya ada beberapa alasan mengapa sampai berbohong. Yang pertama, Purwokerto adalah kota dimana aku pernah tinggal dan sekolah selama satu setengah tahun, sudah pasti aku banyak teman disana sehingga Ibu akan percaya dan tidak khawatir jika tidak langsung pulang saat itu. Alasan kedua, jarak antara Kebumen-Bandung cukup jauh. Maka kita ambil tengah-tengah agar adil dalam menempuh perjalanan yaitu Kota Banjar.

[Sudah sampai mana mas?] Pesan itu ku kirim setelah menaiki bis antar kota.

[Sudah mau naik bis. Kamu sampai mana?] Tak menunggu waktu lama untuk tahu jawabannya.

[Oke mas, nanti kabari kalau sudah sampai ya. Aku juga baru saja naik bis.] Tak ada jawaban lagi. Mungkin Mas Indra sedang berdesakan didalam bis.

______________

Perjalanan ini mengingatkanku pada sosok yang pernah ku perjuangkan. Seharian menyusuri kota jogjakarta yang tak juga ku temui alamatnya. Nomor handphone yang tidak aktif, membuat aku putus asa waktu itu. Ya, pada laki-laki bejat yang membuat kata manis ingin berubah menjadi lebih baik pada pertemuan pertama disebuah waduk pinggir kota Kebumen.

Ryan. Pernah membuat hatiku hancur dan ingin memukul semua orang yang menyerupai namanya. Dengan enaknya dia ucapkan kata manis, lalu menghilang. Betapa bodohnya diriku. Mencari-cari keberadaannya hingga perjalanan jauh kutempuh bermodal alamat palsu. Khawatir meratui pikiranku, takut musibah datang padanya. Untungnya ada seorang pedagang kaki lima yang membantu kesana kemari untuk mencari alamat itu, dan ternyata memang nihil.

Namun, waktu itu aku tidak menyerah. Khawatir masih berada diruang fikirku. Ku kunjungi waduk itu lagi, duduk sendirian tak ada orang yang kukenal. Perasaan apa ini? Siapa dia? Mengapa aku mau berkorban sedemikian rupa. Gejolak hati yang tak juga berhenti. Aku punya tujuan. Ya, janjinya ingin merubah pola hidup yang tak karuan menjadi lebih baik.

"Mbak, tiket ongkosnya." Suara kondektur bis membuyarkan lamunanku sambil menyodorkan tiket perjalanan.

Bersambung
14*02*2018

Ijinkan Aku BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang