"Memikirkan hal itu penting, selagi kita masih bisa berfikir"
Istirahat pertama..
Mereka habiskan dikantin."Za?" tanya MM
"Iya, apaan?" Eza pun menyahut dengan malas.
"Za, Lo tau ga?"
"Ga."
"Yowes". jawab MM malas bercakap tidak jelas dengan Eza.
Ya benar, Eza Gian Adhitama adalah murid kelas 12 IPA 1.
Jangan tanya seberapa pintar dia. Hanya keberuntungan saja yang bisa membuat Eza bagian dari kelas tersebut. Diantara teman-temannya, Dia lah yang paling sempurna. Memiliki wajah diatas rata-rata, sekaligus kapten club basket disekolah. Tak heran jika Eza banyak digandrungi siswi-siswi di sekolahnya."Za, ini serius.. Lo tau anak dari Mantan napi yang katanya pembunuh itu? Tadi diseret Bu kasih tuh," lanjut MM.
MM alias Mukhtar Maulana adalah sumber informasi terkini diantara mereka bertiga.
"Ya gue tau, udah ga heran lagi kalo sering keluar masuk BK, tuh cewek emang kebal," Kata Kian sambil memakan potongan batagor.
"Tapi kesian juga sih, sampe segitu nya dia di bully."
Diantara percakapan mereka bertiga, hanya satu orang yang tidak peduli dengan apa yang mereka bicarakan.
"Udah yuk, masuk kelas.. jangan bisanya pada gosip. biar semua makanan ini Iyan aja yang bayar." tiba-tiba Eza berdiri dan tidak peduli raut wajah Iyan.
"Yahh za. Lo ga asik sumpah. Tungguin gue woyyy!!" Teriak Kian buru-buru membayar makanan dan langsung mengejar kedua temannya yang soak itu.
Setelah berjalan meninggalkan Iyan. Mereka berdua tiba-tiba berhenti di depan ruang olahraga, karena mendengar suara aneh. Seperti suara tangisan. Tapi tangisan siapa?
Brukkkk!
"Woy! Kalian udah ninggalin gue, berhenti tiba-tiba lagi. Lo kira ini maenan kucing-kucingan? Kucing aja gak hmmpph," Lana pun segera membekap mulut iyan yang tidak bisa diam.
"Lo bisa diem ga?" Pinta Eza.
Akhirnya Arian pun menurut, mengikuti perintah Eza. Lana segera melepaskan bekapan tangannya dari mulut Iyan.
"Emangnya ada apa?" Iyan penasaran kenapa gelagat Eza dan Lana aneh menurutnya.
Bukannya dijawab. Eza dan Lana malah mengendap-endap seperti maling ayam. Terpaksa Iyan pun mengikuti tingkah temannya walaupun Iyan tidak mengerti.
Suara tangisan nya semakin terdengar. Bagi Eza tidak ada seram-seram nya. Tidak mungkin juga siang bolong seperti ini ada makhluk lain. Eza tidak takut dengan bau-bau horror. Pasti suara tangisan itu ada dibalik pintu ruangan ini. Eza yang memimpin di depan, sedikit mengintip lewat celah-celah pintu. Dan.. ia sudah tau siapa empunya.
"Udah lah balik aja yuk, ga penting." ia segera berbalik badan dan melangkah kan kakinya dengan acuh.
"Loh za, Lo kan yang ngajak kesini,"
"Biarin dia tenang." tukas Eza acuh.
"Ko bulu gue merinding." kata Lana ngeri sambil mengelus lengannya.
"Bulu apaan tuh?" Malah ditanya
"Emang kurang asem tuh orang, PHP teross, dia yang ngajak dia yang ninggalin. Jangan-jangan sama semua cewek begitu modusnya. Awas tiati sama modusnya Eja jablay, gue aja yang cowok dimodusin. Apa lagi yang cew-- Lan tungguin!"
"Bacot." malas mendengarkan Iyan bicara ngawur. Lebih baik Lana menyusul Eza. Yang sedikit berfaedah menurutnya.
Sementara sumber dari suara tangisan itu, tengah meringkuk bersandar di tembok. Tangisannya semakin pilu, tatapannya semakin sendu.
Nasibnya lebih parah dari sinetron-sinetron, FTV ataupun kisah nyata yang ada di layar kaca. Jika ada soundtrack pun tidak ada yang bisa mewakili nyanyian hidupnya.
Ia biasa menangis sendiri daripada menangis di depan umum. Ia tidak ingin berbagi kesedihan. Ataupun meminta belas kasih.
Itulah Raina.
Namun satu orang yang sudah melihatnya menangis.
Yaitu Eza Gian Adhitama.
⚖️
******
Cerita apaan ini? Hehehe 😅
Sudah lah sudah jangan dibahasIni roleplayer Eza Gian Adhitama.
Tunggu chapter berikutnya..
Jangan lupa tinggalkan jejak, biar author makin semangat^^
KAMU SEDANG MEMBACA
UNFAIR
Teen Fiction(On Going) Karena disini, keadilan dipermainkan. Raina Adhyaksa adalah siswa SMA kelas 12. Ia hidup seorang diri. Ibunya meninggal saat ia dilahirkan. Jangan tanyakan ayahnya kemana? Ayahnya meninggal karena dituduh sebagai pembunuh pada tahun 201...