Seribu Idul Fitri untuk Seribu Diri

1.2K 19 0
                                    

“Tidak ada kemampuan pada manusia untuk sampai, tetapi wajib ada padanya perjuangan untuk menuju”

Idul Fitri, ‘Iedul Fithri, idulfitri, ngidulfitri
Id(ul), dari ‘ied itu kembali. Fithrah posisi kata-nya di situ menjadi fithri. Penulisan Indonesianya Idul Fithri, Idul Fitri, idulfitri, silahkan yang mana yang disepakati. Yang utama bagi peristiwa silaturahmi adalah ia bisa sampai, dipahami, dan dipercaya keberangkatan dan niat baiknya.

Untuk ‘silaturahmi’ silahkan juga gunakan ‘silaturahim’. Posisi konteksnya sedikit beda, tapi substansinya sama. Banyak kemungkinan, dilemma, relativitas dan kelemahan-kelemahan transliterasi. Apalagi dari Huruf Hijaiyah ke Huruf Latin. Apalagi Huruf Latin dengan tradisi Bahasa Inggris dan Budaya Barat, bisa sangat berbeda dibanding Huruf Latin dengan taste Melayu atau Jawa, yang keberangkatannya adalah sound-taste.

Bahasa Arab yang artinya ‘matahari’ bisa ditransliterasi berbeda: syams, shams, atau shams. Kata Arab yang artinya ‘buah’ ditulis tsamr, lainnya thamr. ‘Lalim’ ditulis dholim, juga zalim. ‘Sembahyang’ bisa shalat, syalat, salat. ‘Mengingat’ : dzikir, zikir, dhikir….

Yang penting dari perbedaan-perbedaan ini adalah tidak ada upaya untuk bermusyawarah menuju suatu kemufakatan. Tidak ada silaturahmi antara para transliterator. Tidak ada kerendahan hati antara kelompok-kelompok pengguna. Tidak muncul keperluan bersama yang menyatu dalam kemashlahatan. Yang lebih berlangsung adalah saling menyalahkan, egosentristik dengan latar belakang budaya dan pengetahuannya masing-masing. Bahkan saling menghardik, membenci, sampai menerakakan.

Tak Ada Negara Rakyat atau Perseurusan Ummat
Yang paling parah dari semua itu adalah di dunia ini tidak ada dua hal yang amat dibutuhkan oleh ummat manusia sebagai suatu kebersamaan sesama manusia. Minimal Ummat Islam sebagai suatu satuan kolektif sesama pelaku Agama Islam. Pertama, tidak ada semacam Kepengurusan Kaum Muslimin yang merangkum semua pemeluk Islam, atau sekurang-kurangnya berkoordinasi atau bersambung dalam mata rantai.

Kedua, dalam kehidupan di dunia ini belum ada Negara, Kerajaan, Kesultanan atau Kepengurusan Kebersamaan. Sehingga tidak ada juga Kementerian atau Departemen Bahasa yang mengurusi transliterasi huruf-huruf. Berarti sebaiknya tidak diharapkan juga ada suatu Kepengurusan Bersama dalam skala apapun yang menangani urusan makanan, minuman, nasib, kesejahteraan, keseimbangan, kemajuan, terlebih lagi keadilan.

Yang ada adalah persaingan untuk kekuasaan dan kemenangan. Termasuk kemenangan ‘salat’ atas ‘shalat’ yang juga menolak logika ‘syalat’. Dengan penguasaan asetnya, aksesnya, medianya, peralatan politiknya. Yang menang menjadi yang benar, meskipun yang benar tidak menjadi pemenang.

Maka kalau kita kembali ke idulfitri, kalau memang harus terjadi perseteruan antara Idul Fithri dengan ‘Idul Fitri’ dengan ‘Iedul Fithri’ dengan ‘Idulfitri’ dengan ‘idulfitri’ atau juga dengan ‘Ied al-Fithr’: maka semoga muncul aktor baru yang bernama Ngidulfitri untuk saya pilih.

Tidak Harus Sampai, Menuju Saja
Idulfitri itu arti sederhananya adalah kembali ke fithrah. Kalau ditelusuri ke hulu, ke yang paling lubuk, yang paling sumber, yang paling asal usul, fithrah itu ya Allah sendiri. Karena tidak ada apapun selain Allah.

Saya anjurkan pemaknaan sederhana itu jangan dikejar dengan aspirasi untuk mengejar kebenaran obyektif, yang sungguh-sungguh benar dan paling suci. Lantas kalau seseorang merasa dirinya sudah memegang kebenaran yang terbenar, maka ia melengos kepada lainnya, menjep ke kiri-kanannya, meremehkan dan merendahkan siapapun karena belum sampai pada tingkat kebenaran yang ia sudah capai.

Rentang antara relativitas semua makhluk dengan kemutlakan Khaliq bukan seperti hamparan tanah di mana masing-masing kita mendirikan Rumah-rumah Kebenaran. Kebenaran tidak statis, sedikit bisa dipadatkan simbolismenya, tetapi ia mengalir sebagai kemungkinan-kemungkinan makna, sebab pencarinya memerlukan perjalanan menuju penemuan dan kesadaran yang baru tentang kebenaran yang seakan sama dengan sebelumnya.

Cak Nun - Sebuah Kumpulan TulisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang