Untuk Dies Natalis ITS Surabaya ke-47 saya terjunjung karena diundang diskusi bersama Pak Probo, Rektor, dan Ary Ginanjar, Presiden ESQ, yang sudah 3 tahun memberi training jadi manusia cerdas, baik, dan unggul oara mahasiswa ITS. Bahkan kemarin ITS dan ESQ mencanangkan “Indonesia Emas 2020”.
Karena saya tidak punya bahan untuk emas-emas itu, maka yang saya paparkan adalah Planning Geostrategi Amerika Serikat 2002 untuk penguasaan total atas Indonesia, saya tambahi Illuminati program Yahudi Internasional yang bersemi pada 1842 dan menjadi pohon pada 1898. Pokoknya tentang Penjajahan Jenis ke-4 yang berlaku di seluruh dunia menuju One World Goverment. Penjajahan yang terbatas pada senapan dan bom, namun terutama melalui pendidikan, kebudayaan, media massa, karena sasaran utamanya adalah agar manusia di seluruh dunia berpola pikir sama dengan penjajahnya sehingga tinggal diseret, digiring, ditenggelamkan, dan diperlakukan semau-mau penjajah sesuai denga kepentingan pasar dan politiknya.
Akan tetapi ITS dan ESQ sanggup menghadapinya. Paling lambat tahun 2018 semua rakyat Indonesia sudah menjadi santri alumni ESQ sehingga siap memimpin dunia. Tahun 2014 kaum eksekutif, kelas menengah, para aktivis, cendikiawan, profesional, dan para pemegang tongkat utama sejarah sudah menjadi ustadz-ustadz ESQ.
Dalam acara diskusi di Stadion ITS itu, saya menyatakan bahwa saya mendukung, meskipun sampai hari ini saya benar-benar mengalami kesulitan untuk mampu mengucapkan kata kepanjangan dari ESQ. Ary Ginanjar mengemukakan bahwa tatkala draf buku ESQ belum dicetak dan dipublikasikan, dia mencari dan menemukan saya di Stadion Tennis Indoor Senayan untuk minta pertimbangan, kemudian katanya waktu itu saya berbicara tentang micro chip di kepala manusia.
Memang, jangankan Ary Ginanjar yang gagah, ganteng, dan pintar, sedangkan Mbak Lia Aminudin yang berperkara hukum saja sekitar 10 tahun yang lalu saya temani sampai ke hutan Situbondo dan naik Gunung Kawi untuk saya awasi berkelahi melawan Presidium 4 Jin Penguasa Gunung Kawi. Banyak juga yang lain berbagai jenis tokoh dari wilayah modern maupun tradisional, konservatif maupun liberal, rasional maupun klenik, yang saya temani seperti itu namun tidak ada tempat untuk menyebut nama mereka satu per satu.
Diskusi ITS itu berlangsung sangat meriah. Terasa benar saya sudah tua, uzur, dan dekaden. Ilmu-ilmu cemerlang supramodern susah saya kejar. Maka saya membisa-bisakan diri, mencoba mengungkap ilmu-ilmu kuno berabad-abad yang lalu, misalnya tentang setan, tentang inspirasi menurut kitab suci, tentang “saleh”, yang bukan secara sama dan sebangun bermakna baik, bajik, benar, atau apa pun. Atau tentang kenapa haji kok mabrur, kenapa tidak ada pedagang mabrur atau pemain sepak bola mabrur, dan seterusnya.
Di tengah omong dalam diskusi, saya terus melirik-lirik ke berbagai arah kalau-kalau para perwakilan dari pedagang Pasar Turi sudah hadir. Kios-kios penghidupan mereka, menuru Kepala Polda, dibakar. Sekarang mereka hanya korban api. Segala sesuatu mengenai rencana pembangunan pasar kembali, bagaimana konsepnya, harus merupakan kontinuitas dari konstelasi para pedagang yang selama ini aktif atau tidak, didesain berdasarkan keperluan siapa, dan lain sebagainya, para pedagang itu tidak memiliki hak. Pak Wali Kota Bambang DH yang perkasa menyatakan bahwa beliaulah satu-satunya yang memiliki otoritas untuk mengambil keputusan. Para pelaku pasar yang konkret di Pasar Turi yang sudah puluhan tahun bukan hanya berjualan tetapi juga berkomunitas budaya religius dengan masjid pasar mereka hanya pelengkap penderita.
Apakah yang sedang mulai dibangun adalah sebagaimana tradisi kapitalisme di seluruh dunia, sehingga yang menentukan segala-galanya adalah kongkalikong antara penguasa dan pemilik modal, para pedagang Pasar Turi tidak memiliki hak apa pun untuk menawarnya atau apalagi memprotesnya. Apakah kebijakan pembangunan pasar kembali didasarkan pada kepentingan rasional para pedagang yang dirugikan, ataukah berdasarkan kepentingan ekspansi kapitalisasi pemilik modal yang “bercinta” denga penguasa, para pedagang hanya bisa melihatnya dari luar pagar otoritas.
Di kandang kambing, sohibul baitnya adalah para kambing. Di sawah, sohibul baitnya adalah para petani. Di masjid, sohibul baitnya adalah Allah, dilimpahkan kepada umat alias jemaah alias makmum, yang kemudian melimpahkan pengaturan kepemimpinan kepada iman dan muazin. Di Pasar Turi, sohibul baitnya adalah wali kota Surabaya dan para investor, sementara para pedagang adalah tamu-tamu. Hanya di Indonesia terdapat kebudayaan di mana para tamu tiap hari menempati suatu rumah di mana pemiliknya sama sekali tidak pernah tinggal di situ.
Para pedagang Pasar Turi itu hadir di Bangbang Wetan, 27 Oktober, untuk mengemukakan aspirasi dan keluhannya, kemudian hadir lagi di ITS untuk menyampaikan Surat Mandat Legal Formal kepada saya agar membantu mencarikan solusi, sebagaimana 47.000 korban lumpur memberikan mandat legal formal kepada saya untuk tujuan yang sama.
Sungguh ini tersesat. Benar-benar tidak tepat dan tidak relevan memberikan amanat kepada saya seorang yang tak punya kekuasaan, modal, posisi, atau apa pun yang memungkinkan saya untuk memberikan bantuan apa pun. Maka karena hari ini saya sedang berada di arena spirit kepahlawanan 10 November, berada dalam optimisme Indonesia Emas 2020: dengan penuh rasa syukur kepada Allah dan kegembiraan hati yang menggelegak saya nyatakan di akhir pembicaraan dalam diskusi ITS itu bahwa mandat atau amanat itu dengan segala kerendahan hati saya limpahkan kepada ITS dan ESQ. Dan beliau-beliau sebagai manusia sejati, unggul, dan mulia, tidak mengelak dari amanat kemanusiaan itu: dengan penuh kebesaran jiwa menerima amanat itu! Langsung sesudah acara teman-teman Pasar Turi saya ajak ke Ruang Rektorat untuk berunding dengan Pak Rektor dan Mas Ary Ginanjar.
ITS penuh spirit kepahlawanan, ESQ penuh kecerdasan spiritual dan emosional, kedua-duanya menempuh kebaikan yang luar biasa: tetapi belum saleh kalau belum bekerja keras menemani nasib para pedagang Pasar Turi.
Surya, 3 September 2007
KAMU SEDANG MEMBACA
Cak Nun - Sebuah Kumpulan Tulisan
RandomSeperti yang tertulis pada covernya, "Jangan Berhenti Pada Kata Cinta, Alamilah Getarannya . . .", ini adalah sebuah getar-getar yang mencoba mengurai cinta tak hanya sekedar dari kata, melainkan dari pengalaman kehidupan yang meluas dan mendalam, r...