"Kak Tanjung setua itu masih ngompol?" Tanya Ema polos pada Lucas yang sudah menggerakkan telunjuknnya ke kiri dan ke kanan.
"Terus?" Ema menatap Tanjung yang sudah kembali tidur mengabaikan keberadaannya dengan Lucas.
"Emang ngompol, Ngompol enak tapi"
"Heh? Ngompol enak?"
Tanjung di dunia setengah sadar setengah tidurnya mendengar sayup-sayup percakapan antara Lucas dan Ema mendebatkan tentang ompolan. Yah, Itu yang Tanjung tangkap.
"Ngapa mimpi gue nyata banget dah?" Ujar Tanjung yang sudah menggaruk-garuk tengkuk lalu kemudian memperbaiki posisinya menghadap ke samping memberikan bokongnya pada Lucas.
PLAK!
"Gak mimpi bang, Ada cewek di sini nyariin. Bangun makanya!" Lucas tak tahan lagi, Tanjung itu menjomblo karena sikapnya yang seperti ini, Slegean sampai perempuan ilfeel jadi yah wajar saja.
Melihat tidak ada perubahan pada Tanjung-Ema memutuskan ingin pergi saja, Setidaknya niat baiknya memberi tahu Tanjung sudah di laksanakannya kini tergantung pemuda itu mau masuk kelas pak Rudi atau tidak.
"Ya udah sampaikan saja kalau kak Tanjung bangun bilang pak Rudi yang ngajar Urban politik masuknya hari ini 15 menit lagi soalnya hari kamis dia ada acara jadu ga bisa masuk"
Ema bangkit menenteng tasnya lalu menatap Tanjung yang masih memunggunginya dengan Lucas yang terus memukul-mukul bokongnya "Kak, Ema duluan kalau gitu" Pamit Ema meski gadis itu tahu Tanjung tidak akan mendengarnya.
Namun tanpa di duga Tanjung malah langsung berdiri dari tidurnya, berputar-putar seolah mencari sumber suara Ema dengan mata yang menyipit dan rambut berantakan.
"Ema?"Panggilnya.
"Akhirnya para dewata membuka mata batin mu bang" Lucas menyela.
Ema tersenyum kikuk "15 menit lagi pak Rudi masuk kak"
"Astagfirullah!"
Tanjung mengusap wajahnya frustasi, Bukan karena pak Rudi masuk 15 menit lagi tapi karena Ema yang tadi dilihatnya ternyata bukan mimpi. Tanjung memukul-mukul bibirnya sendiri sembari memaki dalam hati 'Anjir mana gue bilang terakhir gue mimpiin dia celana gue basah semua, Malu Tanjung, Malu!'
"Masih sempat cuci muka sama kumur-kumur, Ema tungguin kak. Eh, Jangan lupa bawa kemeja-Pak Rudi gak suka mahasiswa yang pakai kaos oblong soalnya" Ujar Ema panjang lebar.
"Kalau kau cinta dengannya wahai perempuan maka air liur kering di ujung bibirnya pun adalah sebuah keindahan, Jangan kau suruh ia menghapusnya dan menghilangkan jejak indah itu" Ema sudah ingin kabur dari Lucas tapi rasanya setengah-setengah, Lebih baik sekalian menunggui Tanjung meski harus dengan jengah mendengar sajak aneh seorang Lucas.
Tanjung mendorong kepala Lucas "Ye si kelabang, Mana ada iler itu adalah sebuah keindahan? Mana ada orang cakep kalau ada iler di bibirnya?" Tanjung menatap Ema beberapa detik "Eh, ada sih, Tapi Ema doang"
Entah itu pujian atau ledekan terselubung Ema kembali hanya memamerkan gigi rapinya canggung setelahnya.
🏝🏝🏝
Tanjung mengikuti Ema yang berjalan di depannya, Terlihat rambut hitam Ema terbang di hempaskan angin hingga wanginya memanjakan indera penciuman Tanjung di belakangnya.
Tanjung memegang dadanya, Ah biasa saja, Normal tapi bibirnya tidak berhenti menyunggingkan senyum melihat Ema.
"Ema" Tanjung menyamakan langkahnya.
"Hm" Jawab Ema seadanya.
"Suka Korea?"
"Enggak juga, tapi denger beberapa lagunya"
"Tahu nama lengkap gue?"
Ema menggeleng.
"Tanjung Enggar Ismail"
"Terus?"
"Ga ada terusannya lagi, Itu sudah panjang Ema"
Ema terkekeh, Jadi apa maksud Tanjung menyebutkan nama lengkapnya? Lalu apa hubungannya dengan pertanyaan sebelumnya? Tanjung yang aneh.
"Singkatan nama gue Taeil, Tanjung Enggar Ismail. Korea bangetkan?" Tanjung menaik-naikkan kedua alisnya.
"Pfftthh" Ema tidak bisa menahan tawanya. Korea apa coba?
"Suka?"
"Engga, Aneh. Mending Tanjung aja kak"
"Kirain suka"
"Kalau suka emang kenapa?"
"Mau gue jawab 'Sama gue juga suka'"
Halus sekali perkataan mahasiswa legenda ini, Bukti dari 6 tahun memodusi mahasiswa baru beginilah jadinya.
"Ema" Panggil Tanjung sekali lagi.
"Hm" Ema kembali menjawabnya asal.
"Jangan sebut nama lengkap elo. Gue udah tahu"
Ema menghentikan langkahnya dan menatap Tanjung tidak paham, Baru seminggu, Baru satu kali masuk kelas bareng, Bagaimana bisa pemuda itu tahu nama lengkapnya?
"Kok bisa tahu? Siapa emang?" Tantang Ema.
Tanjung menyengir.
"Ema dasar~ Ema dasar~" Tanjung bernyanyi potongan lagu Wali Band yang di ubah lirik seenak jidatnya.
"Itu 'emang dasar' kak Tanjung, Bukan 'Ema dasar' Ih!" Sebal Ema.
"Eh itu nama langkap Ema belum kelar, Masih ada lanjutannya" Tanjung tidak menyerah pemuda itu kembali bernyanyi "Ema dasar~ Ema dasar~ Eh dasar kamu-" Tanjung menghentikan senandungnya lalu menatap Ema yang sudah melotot ke arahnya.
"Dasar kamu apa? Cacingan?" Ema dengan rasa kesal bercampur penasaran dengan eksekusi akhir lagu Tanjung menanyakannya.
Bukannya menjawab Tanjung malah tersenyum manis dan menatap Ema seolah senang karena telah menjahili gadis berpipi chubby itu.
"Dasar kamu apa kak?" Tanya Ema sekali lagi.
"Dasar kamu cantik Em"
Ema oh Ema, Bagaimana bisa dalam waktu sepekan kau mengambil 10 menit kehidupan ku dengan memikirkan senyum mu, Pipi mu, bahkan wangi mu. Ema oh Ema, Kalau aku gila, kamu mau menjenguk ku di Dadi?- Tanjung Enggar Ismail.
-To be Continued-
*Note: Dadi = Sebuah rumah sakit jiwa terbesar di Kota Makassar
🏝🏝🏝
(Don't forget to touch the stars below if you like the story 😊 👉🌟)
KAMU SEDANG MEMBACA
TANJUNG
General FictionThis works is protected under copyright laws of Indonesia. =============================== "Jadilah pantai ku, kelilingi aku, tetaplah di samping ku." Tanjung Enggar Ismail mahasiswa semester 12, seniornya senior, legend, and the last one adalah ju...