Part kemarin rame banget yang pengen sleding Lian. Haha... Yuk lanjutkan di part ini aja.
🍂
🍂
🍂
🍂
🍂
🍂
🍂
"Aku menginginkan anak darimu."
Aku menggeser duduk, tidak senang dengan kalimatnya. Lian berubah dari Lian yang tadi salat bersamaku sehingga membuatku takut. Kata-katanya terdengar aneh. Aku merasakan firasat tidak enak.
"Sejak kapan kamu ingin memiliki anak? Bukankah ada Aqila? Kamu bisa membangun rumah tangga yang lengkap dengannya."
Kami baru saja menyambung kembali pernikahan. Selama kami menikah dia tidak pernah membahas soal anak.
Atau jangan-jangan....
Lian memegang bahuku, memaksaku menatap matanya. "Karena dia tidak bisa memberikannya, aku ingin mendapatkannya darimu. Siwi, Aqila yang memintaku untuk rujuk denganmu dan memiliki bayi darimu."
Ragaku menegang. Ada paku-paku kecil menusuk hati hingga rasanya organ dalamku memar Mungkin saja sudah berdarah kalau bisa dilihat dari luar. Tiba-tiba kilasan pembicaraanku dengan Aqila sebelum dia pergi menyerbu ke dalam kepalaku.
"Sebenarnya aku tidak bisa hamil. Aku tidak mampu memberikan penerus keluarga Juanda."
"Apa kamu yakin? Kamu masih bisa melakukan pengobatan, Qila."
"Tidak, Wi. Mama sangat ingin mendapatkan anak dari Lian. Aku tidak bisa memberikannya."
"Kalian bisa melakukan jalan lain untuk mendapatkannya."
"Percuma. Aku sudah memutuskan untuk meninggalkan Lian. Jangan katakan masalah ini kepadanya. Aku tidak ingin mengecewakan mama Lian. Dan Lian sudah setuju menikahimu."
Lian keparat! Ternyata inilah alasan keberadaannya di apartemen ini. Apa dia mencariku hingga menemukanku di tempat ini? Aku tidak mau! Mereka ingin anakku. Yah, aku memahaminya sekarang. Mereka ingin mengambil anakku. Tidak akan. Aku takkan tunduk lagi oleh keinginan pasangan itu. Aku tidak ingin hamil.
Ketika sibuk dengan pikiranku, kudengar Lian berteriak memanggil namaku. Dia memukul-mukul ringan pipiku sembari berkata 'Sadarlah Siwi'. Aku mendengar suara paniknya. Kurasakan sebuah kain dia pakaikan untuk menutupi kepalaku. Barangkali itu hijab. Tubuhku diangkat dan dibawa keluar dari apartemen. Ada apa ini? Kenapa aku tidak bisa membuka mataku untuk mengetahui yang terjadi? Diriku tenggelam oleh gelombang kegelapan.
Ketika membuka perlahan kelopak mataku, sinar yang menyilaukan menyerang retina membuatku mengerjab-ngerjabkan mata untuk menghalaunya.Kupejamkan lagi mataku karena rasa pusing menghantam kepala.
"Kamu sudah siuman, Wi?" tanya seseorang sambil memegang tanganku. Kurasa itu Lian.
Kecemasan bercampur aduk dengan kelegaan dalam suaranya. Aku membuka mata perlahan untuk menyadari penglihatan yang blur. Bayangan seorang lelaki berdiri menjulang di atas kepalaku. Lian. Ada bau rumah sakit. Aku sangat tidak suka berada di tempat ini. Perutku jadi tidak nyaman. Mual. Aku ingin pergi dari kamar tak menyenangkan ini.
"Kamu sudah sadar, Wi. Apa yang kamu rasakan? Oh sebentar, sepertinya aku harus memberi tahu dokter. Tunggu sebentar." Lian berlari keluar ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Luka (Dihapus Sebagian)
Romansa𝙰𝚍𝚊𝚔𝚊𝚑 𝚜𝚎𝚋𝚞𝚊𝚑 𝚔𝚎𝚋𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊𝚊𝚗 𝚋𝚒𝚕𝚊 𝚕𝚎𝚕𝚊𝚔𝚒 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚗𝚓𝚊𝚍𝚒 𝚜𝚞𝚊𝚖𝚒𝚖𝚞 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚔𝚎𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚜𝚊𝚑𝚊𝚋𝚊𝚝𝚖𝚞? 𝚂𝚒𝚠𝚒 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚊𝚖𝚋𝚒𝚕 𝚔𝚎𝚙𝚞𝚝𝚞𝚜𝚊𝚗 𝚋𝚘𝚍𝚘𝚑 𝚜𝚊𝚊𝚝 𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚜𝚊𝚑𝚊𝚋𝚊𝚝...