Kedai Berlin pagi itu benar-benar ramai. Kedai dengan gaya klasik ini laku pelanggan meski letaknya yang sedikit pinggiran dari kota. Nampak para pelanggan yang duduk di kursi batangan pohon jati itu tersenyum dan sering kali tertawa bersamaan dengan wajah merah padam mereka yang tengah mabuk. Bersamaan dengan lantunan penyanyi wanita yang cantik, tubuh mereka bergoyang-goyang pada temaran lampu remang kekuningan.
Tok tok! Seseorang mengetuk pintu. Derit pintu sedikit menarik perhatian. Cukup lambat dan terdengar keras.
Dua orang lelaki memasuki kedai. Langkah kaki mereka mantap, namun terkesan seram dengan tubuh yang berbalut jubah kehitaman. Orang-orang berhenti menari dan memperhatikan. Suasana sejenak menjadi hening. Senapan-senapan yang tadinya tersandar santai pada meja-meja, kini terpegang dengan hati-hati. Toh, derit pada lantai kayu menambah kesan suramnya.
Namun, kedua orang itu nampak tak begitu peduli. Langkah terus berjalan hingga sampai di meja pemesanan.
Mereka duduk di kursi kayu yang cukup panjang, sama sekali tak memandang pelayan bar itu, dan anehnya pelayan itu nampak tenang menghadapi mereka.
"Chaser..." Ucap salah satu yang memiliki bahu besar. Dan tanggapan pelayan itu adalah, senyuman.
"Kalian datang tepat waktu. Untuk masalahnya, mungkin bagi kalian hanya biasa, bukan?"
"Ini misi rank B, bukan?" Tanya yang satunya lagi.
"A ahahaha..." Tawa ragu.
"Hah..." Yang berbahu besar melepas tudungnya. Wajah putih pucatnya terbuka, dan sepertinya beremosi masam. Rambut albino jabriknya turun bersamaan dengan hembusan napas yang menandakan kekesalan kecil.
"Kau melakukannya lagi, ya." Yang satu melepas tudungnya juga. Tampilannya sedikit aneh. Rambutnya putih juga namun nampak jatuh menjadi poni yang juga membentuk kepalanya. Bagian anehnya, matanya tertutup secarik kain yang melingkari kepalanya dengan aksara-aksara aneh yang tertulis pada kain itu. Bibirnya tipis namun tak sepucat satunya. Dan, model orang seperti ini agaknya sedikit pemurung.
"A Ahdam, jangan marah padaku, ya. Aku juga tak sadar bisa menjadi begini." Lelaki itu terdengar sedikit panik, dan menyesal.
"Aku mungkin tak apa. Hanya misi yang berevolusi bukan, Rein?" Yang berbahu besar nampak tenang menanyakannya.
"Kau memang baik, Ahmad. Ku dengar anjing-anjing itu dikendalikan sihir hitam. Sayangnya..." Memanjangkan kalimat dan memutar bola matanya.
"Penyihir, ya?" Meski-pun tak terlihat matanya, namun Ahdam benar-benar nampak kesal.
"A aku minta maaf, Ahdam. Tapi sihir itu baru ku ketahui sekarang. Tapi-"
"Tenang saja, Ahdam. Sihir penyihir juga akan berbekas pada ciptaannya. Mungkin hanya Undead atau Giant. Toh, jika anjing-anjing itu untuk menjaga markasnya, bukankah terlalu aneh?" Ahmad meyakinkan.
"Benar juga. Dogglass mungkin bagus jika berkelompok. Namun, jika hanya di dalam hutan memanglah aneh. Yang diserang juga hanya pejalan kaki biasa. Dan juga, Dogglass adalah sihir instan yang biasanya langsung diciptakan penyihir ketika sedang bertempur. Namun jika tiap hari..."
"Kau pintar juga, sebagai informan." Puji Ahmad pada Rein. Dan Rein hanya tersenyum melihatnya. "Kurasa, tak terlalu bahaya jika kita mengambilnya."
"Tapi Kak-"
"Jika benar-benar ada penyihir, tinggal kabur dan laporkan. Hah... toh, sesekali dapat misi sulit, bukannya menyenangkan?"
Sang adik terdiam. "Ya sudahlah. Tapi jika benar-benar penyihir, aku tak akan membantumu, kakak." Ujar Ahdam.
YOU ARE READING
Chaser - Reincarnate
FantasyAhmad Kuncoro adalah seorang Chaser muda. Namun, ia tak pernah sadar jika hidupnya dalam masalah ketika ia tak begitu mempedulikan lengannya. Lengan seekor naga hitam. Tapi, dengan adanya lengan itu, jejak ayahnya yang telah lama hilang kini mulai t...