Aku duduk di balik meja riasku, membersihkan sisa-sisa make up yang masih menempel di wajahku. Sesekali mataku menatap pantulan seorang gadis yang sedang duduk bersandar di atas ranjangku. Yang sibuk berkutat dengan ponsel di tangannya, mataku dengan jeli menangkap setiap ekspresi yang ditampilkan wajah manisnya. Entahlah, tapi aku suka melihat setiap perubahan ekspresi di wajahnya. Semua yang ada pada Gracia memang selalu menarik perhatianku, kadang aku berfikir apa istimewanya gadis alay penyuka ungu itu? Tapi aku sadar, tidak perlu menjadi istimewa untuk diistimewakan. Karna aku sendiri yang membuatnya istimewa di mataku.“Yaaahhhhh papa.. Aku kan ada tugas.. Huufftttt… “
“Cici…. “
“Hmm… “
“Gre nginep ya? Papa ngga jadi jemput, ada jalan banjir yang ngga bisa dilewatin.” dia memang sedang menunggu papanya menjemput, tadinya dia bersikeras menunggu papanya di tempat latihan sebelum aku menyeretnya ikut ke rumahku. Aku tidak mungkin membiarkannya menunggu jemputan disana sendirian, apalagi malam sudah larut lagi pula dia juga sudah biasa menunggu jemputan dirumahku. Yah dengan segala konsekuensi tentunya.
“Kayak ngga biasanya si Gre.. “ sahutku sambil menyeleseikan kegaiatanku.
“Lagian kenapa harus hujan sih, aku kan ada tugas” dia menggembungkan kedua pipinya kesal, membuatku gemas ingin menarik kedua pipinya. Aku beranjak mendekatinya setelah menyeleseikan kegiatanku, mengambil duduk di sisinya.
“Kan emang lagi musimnya hujan sayang… “ ku tarik satu pipinya yang sedari tadi membuatku gemas.
“Aaaaaaaa….. Cici sakiitttt…. “ bukannya berhenti mendengar dia yg berteriak kesakitan, aku justru menambah cubitan di pipi satunya lagi yang membuatnya semakin berteriak. Dengan kesal dia menghempaskan kedua tanganku dari pipinya. Aku tersenyum geli melihat wajah kesal dan kesakitannya, matanya yang melotot padaku bukannya membuatku takut tapi justru ingin kembali mencubit kedua pipinya. Saat aku mengangkat kembali kedua tanganku untuk mencubitnya lagi, dia langsung menangkup pipinya dengan kedua tangannya.
“Hisshh.. Cici seneng banget sih nyubit pipi aku.. “ kesalnya dengan bibir mengerucut.
Cup.
Aku mengecup singkat bibir yang sudah menjadi candu untukku, membuatnya kembali melotot kesal.
“Salah sendiri punya pipi lebar, kan enak buat dicubit.”
“Bilang aja Gre gendut”
“Enggak gendut sayang.. Cuma sedikit berisi aja.” ku pamerkan senyuman manisku padanya dengan satu alis terangkat.
“Tuh kan ngeledek… Issshhhhh… Sana jauh-jauh deh… “ dia mencoba mendorong tubuhku menjauh darinya, tapi belum sempat dia mendorongku aku menangkap kedua tangannya lebih dulu.
“Mau ngapain? Hmmm…. “
“Ci Shani ngeselin.. Ihhhhh lepasin ci… “ dia merengek berusaha melepaskan kedua tangannya. Aku melepas kedua tangannya, tapi aku langsung meraih pinggangnya dan menariknya. Membuatnya terduduk di pangkuanku, bukan hal sulit untukku meskipun badannya terlihat berisi sebenarnya dia tidaklah seberat kelihatannya. Aku memeluknya erat, membuatnya diam dalam pelukanku. Perlahan dapat ku rasakan dia melingkarkan kedua tangannya dipinggangku, dan menyusupkan kepalanya di ceruk leherku.
“Cici kenapa ngeselin si?” aku tersenyum dan mengecup keningnya lembut mendengar pertanyaannya.
“Aku ngga ngeselin ya Gre.. “
“Tapi dari tadi cici ngeselin… “
“Hehehe… Abisnya muka kamu minta banget di bikin kesel Gre… “
“Tuh kan… “ sebuah cubitan mendarat disisi perutku.
“Greee….. Sakit! Lepas!”
“Makanya jangan ngeselin!”
“Iya.. Iya… Maaf ya sayang.” aku menarik tangannya yang mencubit perutku,menggenggamnya dan mengecupnya lembut.
“Gre…. “
“Hmm…. “ sepertinya dia masih kesal.
“Kamu tau?”
“Ngga.. “ aku mengulum senyum mendengar jawabannya, dia benar-benar masih kesal.
“Aku bersyukur hari ini hujan… “ dia tidak menyahut, aku menyelipkan tangannya yang masih ku genggam ke pinggangku. Kembali memeluknya dengan erat.
“Karna hujan… malam ini aku bisa memelukmu sampai pagi… “