-John P.O.V
"Argh!!!!" Aku mengacak-acak rambut ku frustasi. Sekarang aku berada di trotoar.
Aku tidak akan membiarkan mimpi ku kandas hanya karena orangtua Paul! Dan bagaimana dengan George dan Best? Arghhh aku harus apa?!!!
"Paul...?!!!!" Teriakku sembari menangis di koridor itu. Banyak orang yang lalu-lalang memperhatikan tingkah anehku. Aku menenangkan diri disana. Dan tidak memperdulikan perkataan dan tatapan orang-orang disana.
Tangis ku mulai mereda. Aku tahu aku harus kemana sekarang. Aku membalas pesan George.
Me: George. Maafkan aku. Dan juga Best, tolong maafkan aku. Kita ke taman sekarang.
Lalu selepas mengirim pesan, aku langsung bangun dan menuju tempat yang ku sarankan.
****
George belum datang rupanya. Pesan ku juga belum dibalas. Aku jadi tidak enak hati dengannya. Apalagi dengan Best. Ya ampun, aku juga belum mencari Paul? Argh!!!
"One day... You 'II look
To see i've gone
But tomorrow may rain so I follow the sun"Seseorang melantunkan nyanyian di balik pohon besar itu. Aku tahu betul suaranya!
Aku yang sedari tadi duduk di bangku taman pun menghampiri suara nyanyian itu.
Lelaki berparas putih dengan kemejanya itu sedang bersandar dibalik pohon. Ia menatap langit biru. Benar dugaan ku, itu Paul! Oh, akhirnya!
"Paul!!!" Dengan cepat aku memeluk pria itu. Akhirnya,
"John? Ka- kau tahu aku disini dari siapa?" Tanyanya dengan suara serak. Aku sangat yakin ia baru saja berhenti menangis.
"Dari firasat ku. Kita sejiwa, bukan? Jika kau kesana, aku pun kesana. Jika kau kemari, aku pun kemari. Jika kau dimana-mana, aku pun ikut dengan mu. Selamanya" jawabku mencoba menampilkan senyuman palsu. Walau sebenarnya aku juga masih membakul beban.
"Aku bingung ingin kemana" ucap Paul masih dengan keadaan gelisah.
"Tak apa Paul. Untuk sementara tinggalah di rumah bibi ku. Beliau orangnya baik, kok" Jawabku masih dengan senyuman.
"Ah, itu sangat merepotkannya John. Aku tak ingin membuat orang susah karena ku"
"Tidak. Kau tidak menyusahkan, Paul"
Jawab ku enteng."Jika tidak keberatan, aku menumpang, ya" ucap Paul akhirnya.
"24 jam aku siap untuk mu Paul" jawabku menyeringai lebar.
"Hahahaha. Kau ini bisa saja!" Paul tertawa riang. Aku sangat beruntung, untung Paul orangnya sangat mudah diajak bercanda.
"Tadi aku sangat emosi, sampai-sampai aku melupakan George dan Best. Sungguh, aku sangat menyesal."
Aku ku pada Paul. Paul hanya terdiam."Maaf, semua ini salah ku" wajah Paul kembali murung, tatapannya beralih ke rumput hijau di bawahnya.
"Kau itu tidak—"
"JOHN!!!" Teriak seseorang dari arah kejauhan.
Rupanya Gerorge dan Best! Akhirnya!
"George dan Best. Sungguh, aku sangat minta maaf kepada kalian berdua. Maafkan aku ya," aku memohon dengan sungguh-sungguh kepada George dan Best.
George pun ikut duduk bersama kami. Begitupun dengan Best. "Ini semua memang sudah direncanakan. Bukan salah kau John, bukan salah aku dan Best juga, bukan salah kau juga Paul, dan bukan salah ayah kau. Semua ini memang pasti sudah di atur. Karena setiap perjalanan akan ada rintangannya. Dan kita tidak boleh hanyut hanya karena hal sepele saja. Bagaimana? Masih bertahan kan, Beatles?" George menampilkan deretan gigi putihnya.
"Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tak akan pernah membiarkan mimpiku kandas begitu saja. Kita lihat betapa mahirnya kita dalam bermusik." Jawab ku.
"Aku juga." Ucap Paul masih dengan tatapan sendu.
"Aku akan bertahan apapun rintangannya" Best tersenyum jail.
"Sudah lah Paul, jangan meratapi kesedihan mu terus! Lihatlah diangkasa sana! Masih banyak yang harus kau gapai selain menangisi dirimu sendiri" aku menepuk pundak Paul. Lalu Paul berdiri angkuh.
"Aku tak akan membiarkan mimpiku hancur!" Ucap Paul bersungguh-sungguh lalu tersenyum nakal padaku.
"Hahahaha. Itu seperti janjiku." Celoteh ku.
****
Ya, untuk sementara sekarang Paul tinggal dirumah bibi Mimi bersama ku. 'krek'
"Bi Mimi, aku pulang!" Teriak ku setelah membuka gagang pintu.
"John!" Bi Mimi menghampiri ku dengan lari terbirit-birit, layaknya orang panik. "Kenapa kau tidak pergi ke kam—" Bi Mimi tidak melanjutkan ucapannya saat melihat Paul berdiri di samping ku. "Pus?" Lanjutnya.
"Maaf Bi, Aku ada pertemuan mendadak." Ucap ku, "Bi, kenalkan. Ini Paul McCartney yang sering aku bicarakan itu!"
"Paul McCartney, senang berkenalan dengan bibi." Paul memasang wajah manisnya. Mungkin para wanita di dunia akan meleleh jika melihat senyuman kilatnya.
"Ah... Tampannya..." Puji Bi Mimi. "Mimi. Senang juga berkenalan dengan mu Paul." Lanjut bisa Mimi.
"Bi, bisa kita bicara sebentar?" Aku membisik ke BI Mimi. Bi Mimi pun hanya meanggukkan kepalanya.
Aku merangkul bi Mimi agar bicara agak menjauh dari Paul. Aku ke sisi ruangan, sedangkan Paul masih berdiri di ambang pintu rumah.
"Jadi begini Bi, aku mengajak Paul kemari karena di rumahnya ada masalah. Tak apa kan jika dia menginap sebentar disini?" Bisik ku pada bi Mimi.
Awalnya bi Mimi memang sangat terkejut. Itu memang sudah aku duga. "John.... Kita mau beri makan apa anak bangsawan itu? Dan kamar kita hanya ada dua, tidak ada kamar tamu!!!" Bisik bi Mimi agak berbisik kencang.
"Psst. Bi, jangan keras begitu suaranya. Aku tak enak dengan Paul, dia anak yang baik. Juga dia tidak minta apa-apa dari ku. Dia anak yang mandiri bi, makan apapun dia pasti mau asal itu menyehatkan tubuhnya, Bibi tak perlu risau, itu urusan ku. Dan... Soal kamar tidurnya, Paul bisa sekamar dengan ku. Yeah... Walaupun agak sempit tapi ranjang besar itu pasti cukup untuk menampung dua orang" jawab ku agak menenangkan bisa Mimi. Dan setelah per cek-cok an itu usai, alhasil Paul di izinkan bi Mimi untuk tinggal dirumahnya sementara.
"Paul, masuklah." Ucapku tersenyum simpul pada Paul.
Paul yang dengan tangan kosong pun duduk di sofa merah bi Mimi.
"Paul, kau haus?" Tanya Bi Mimi
"Tidak bi, terimakasih" tolak Paul ramah. Ia hanya tidak ingin merepotkan orang lain.
"Baiklah, bibi tinggal keatas ya. Nanti kau tidurnya dengan John. Tak apa?"
"Tidak masalah bi." Ucap Paul dengan logat ramahnya.
"Anak cerdas."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beatles
FanfictionSelalu berfikir. itu yang aku lakukan. Berfikir untuk mencari hal yang baru. Biarkan aku berimajinasi disini. Bersama mimpi mimpi ku. Dan, mimpi mimpi itu tak akan ku biarkan lenyap begitu saja.-JohnLennon